Selasa, 03 April 2012

asuhan keperawatan pneumonia


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Penyakit salauran nafas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatn yang tinggi diseluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran nafas yang terjadi di masyarakat (PK) atau didalam rumah sakit/pusat perawatan. Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah akut diparenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15%-20%.
Kejadian PN di ICU lebih sering daripada PN diruangan umun, yaitu dijumpai pada hamper 25% dari semua infeksi pada 9-27% dari pasien yang diintubasi. Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan iminitas yang jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh.
Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang yang lanjut usia/lansia dan sering terjadi pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada perkembangannya pengelolahan pneumonia telah dikelompokan pneumonia yang terjadi dirumah sakit  - pneumonia nosokomial (PN) kepada kelompok pneumonia yang berhubungan dengan pemakaian ventilator dan yang didapat dipusat perawatan kesehatan.
B.   Tujuan Pembelajaran
1.      Agar Mahasiswa/I mampu mengerti konsep dasar medic dari gangguan system pernafasan :  pneumonia
2.      Agar mahasiswa/I mampu memahami dan melakukan proses keperawatan pada pasien dengan gangguan system pernafasan : pneumonia
BAB II
TINJAUAN TEORI

A.   Konsep Dasar Medik
1.     Pengertian
Pneumonia adalah suatu proses peradangan di mana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi, begitupun dengan aliran darah di sekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal. Hipoksemia dapat terjadi, bergantung pada banyaknya jaringan paru-paru yang sakit.

2.     Patogenesis
Pneumonia di kelompokan berdasarkan sejumlah sistem yang berlainan. Salah satu di antaranya adalah berdasarkan cara diperolehnya, di bagi menjadi dua kelompok, yaitu community-acquired (di peroleh di luar sarana pelayanan kesehatan) dan hospital-acquired (di peroleh di rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya). Streptococcus pneumoniae menjadi penyebab tersering terjadinya pneumonia yang di dapat di rumah sakit cenderung bersifat lebih serius karena pada saat menjalani perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan tubuh penderita untuk melawan infeksi sering kali terganggu. Selain itu, kemungkinan terjadinya infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotokmenjadi lebih besar.
Pneumonia bakteri di tandai oleh eksudat intraalveolar supuratif di sertai konsilidasi. Proses infeksi dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi. Jika terjadi pada satu atau lebih lobus disebut pneumonia lobaris, sedangkan pneumonia lobularis atau bronkopneumonia menunjukkan penyebaran daerah infeksi yang memiliki bercak dengan diameter sekitar 3-4 cm mengelilingi dan mengenai bronkus.
Penting juga diketahui tentang perbedaan antara pneumonia yang didapat dari masyarakat dengan pneumonia yang didapat dirumah sakit. Frekuensi relatif dari agen-agen penyebab pneumonia berbeda pada  kedua sumber ini. Infeksi nasokomia sering disebabkan oleh bakteri gram negatif atau staphylococcus aureus. Stadium dari pneumonia karena pneumococcus adalah sebagai berikut :
1.      Kongesti ( 4 – 12 jam pertama): eksodat masuk ke serosa masuk kedalam alveolus dari pembuluh darah yang bocor.
2.      Hepatisasi merah ( 48 jam berikutnya): paru-paru tampak merah dan tampak bergranula karena sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveolus.
3.      Hepatisasi kelabu ( 3-8 hari): paru-paru tampak abu-abu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi dalam alveolus yang terserang.
4.      Resolusi (7 -11 hari): eksudat mengalami lilis dan di reabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada struktur semula.

3.     Etiologi, Tanda Dan Gejala

Jenis pneumonia
Etiologi
Faktor resiko
Tanda dan gejala
Sindroma tipikal
·         Sreptococcus pneumonia tanpa penyulit
·         Sterptococcus pneumonia dengan penyulit
·         Sicklo cell diseases
·         Hipogammaglobulinemia
·         Multipel mieloma
·         Onset mendadak dingin, mengigil, demam (39-40°C)
·         Nyeri dada pleuritis
·         Batuk produktif, sputum hijau dan puluren serta mungkin mengandung bercak darah. Terkadang hidung kemerahan.
·         Reaksi interkostal, penggunaan otot aksesorius, dan bisa timbul sianosis.


Sindroma atipik
·         Haemophilus influenzae
·         Staphilococcus aureus
·         Usia tua
·         COPD
·         Flu
·         Onset bertahap dalam 3-5 hari
·         Malaise, nyeri kepala,nyeri tenggorokan, dan batuk kering.
·         Nyeri dada karena batuk

·         Mycoplasma pneumonia
·         Virus patogen
·         Anak-anak
·         Dewasa muda

Aspirasi
·         Aaspirasi basil gram negatif, klebsiela, pseudomonas, enterobacter, escherchia proteus, basil gram positif
·         Starfilococcus
·         Aspirasi asam lambung
·         Alkoholismedebilitas
·         Perawatan (misal infeksi nosokimial).
·         Gangguan kesadaran
·         Pada kuman anaerob campuran, mulanya onset perlahan
·         Demam rendah, batuk
·         Produksi sputum/bau busuk
·         Foto dada terlihat jaringan interstitial tergantung bagian yang parunya yang terkena.
·         Infeksi gram negatif atau positif
·         Gambaran klinik mungkin sama dengan pneumonia klasik.
·         Disters respirasi mendadak, dispnea berat, sianosis, batuk, hipoksemia,dan di ikuti tanda infeksi sekunder
Hematogen
·         Terjadi bila kuman patogen menyebar ke paru-paru melalui aliran darah, seperti pada kuman stafilococcus, E. Coli, anaerob enteritik
·         Kateter IV yang terinfeksi
·         Endokarditis
·         Drug abuse
·         Abses intraabdomen
·         Pielonefritis
·         Empiema kandung kemih
·         Gejala pulmonaltimbul minimal di banding gejala septikemi
·         Batuk nonproduktif dan nyeri pleuritik sama seperti yang terjadipada emboli paru

4.     Patofisiologi

Paru merupakan struktur komplek yang terdiri atas kumpulan unit yang di bentuk melalui percabangan progresif jalan napas. Saluran napas bagian bawah yang normal adalah steril, walaupun bersebelahan dengan sejumlah besar mikroorganisme yang menepati orofaring dan terpajan oleh mikroorganisme dari lingkungan di lalam udara yang di hirup. Sterilisasi saluran napas bagian bawah adalah hasil mekanisme penyaring dan pembersihan yang efektif.

Saat terjadi inhalasi-bakteri mikroorganisme penyebab pneumonia ataupun akibat dari penyebaran secara hematogen dari tubuh dan aspirasi melalui orofaring-tubuh pertama kali akan melakukan mekanisme pertahanan primer dengan meningkatkan respons radang.
Timbulnya hepatisasi merah di karenakan pembesaran eritrosit dan beberapa leukosit dari kapiler paru-paru. Pada tingkat lanjut aliran darah menurun, alveoli penuh dengan leulosit dan relatif sedikit eritrosit. Kuman pneumococcus difagosit oleh leukosit beserta kuman. Paru masuk ke dalam tahap hepatisasi abu-abu dan tampak berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan sel darah merah yang mati dan eksudat fibrin dibuang dari alveoli. Terjadi resolusi sempurna. Paru kembali menjadi normal tanpa kahilangan kemampuan dalam pertukaran gas.

5.      Patoflow
Inhalasi mikroba dengan jalan
·         Melalui udara
·         Aspirasi organisme dari naso faring
·         Hematogen
Nyeri pleuritis
Reaksi inflamasi hebat
·         Nyeri dada
·         Panas dan deman
·         Anoreksia pausea vomiy
 
Membran paru-paru meradang dan  berlubang
Pleuritik pain
                                          
Bersihan jalan napas tidak efektif
SDM Red Blood Count (RBC), SDP White Blood Count (WBC), dan cairan keluar masuk ke alveoli
Risiko penyebaran infeksi
Sekresi,edema, dan prochospasme
·         Dispnea
·         Sianosis
·         batuk
Partial oclusi
Daerah paru menjadi padat (konsilidasi
Luas permukaan membran respirasi
Penurunan ratio ventilasi perfusi
Kerusakan pertukaran gas
Kapasitas difusi menurun
Hipoksemia
 

B.    KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PNEUMONIA
1.      Pengkajian
v  Biodata
Pneumonia lobularis sering terjadi secara primer pada orang dewasa, sedangkan pneumonia lubularis ( bronkopneumonia) primer lebih sering terjadi pada anak-anak. Ketika seorang dewasa mempunyai penyakit bronkopneumonia, kemungkanan besar ada penyakit yang mendahuluinya.
Pneumonia pada orang dewasa paling sering disebabkan oleh bakteri ( yang tersering yaitu bakteri streptococcus pneumoniae pneumococcus), sedangkan pada anak-anak penyebabnya adalah virus pernapasan. Penting diketahui bahwa usia 2-3 tahun, merupakan usia puncak pada anak-anak untuk terserang pneumonia. Pada usia sekolah, pneumonia paling sering disebabkan oleh bakteri Mycoplasma pneumonia bayi dan anak-anak lebih rentang terhadap penyakit ini karena respon imunitas meraka masih belum berkembang dengan baik. Pneumonia sering kali menjadi infeksi terakhir( sekunder) pada orang tua dan orang yang lemah akibat penyakit tertentu.
v  Riwayat kesehatan
·         Keluhan utama dan riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama yang sering timbul pada klien pneumonia adalah adanya awitan yang ditandai dengan keluhan mengigil, demam ≥ 40°C, nyeri pleuritik, batuk, sputum berwarna seperti karat, takipnea terutama setelah adanya konsilidasi paru.

·         Riwayat kesehatan masa lalu
Pneumonia sering kali timbul setelah infeksi saluran nafas atas ( infeksi pada hidung dan tenggorokan). Resiko tinggi timbul pada klien dengan riwayat alkoholik, post – operasi, infeksi pernafasan, dan klien dengan imonosupresi ( kelemahan dalam sistem imun). Hampir 60% dari klien kritis di ICU dapat menderita pneumonia dan 50% (separuhnya) akan meninggal.
v  Pemeriksaan fisik
Presentasi bervariasi bergantung pada etiologi, usia dan keadaan klinis ( Sudoyo,2006).
o   Awitan akut biasanya oleh kuman patogen seperti S. Pneumoniae, sterptococcus spp,dan Staphylococcus.
o   Awitan yang tidak terlihat dan ringan pada orang tua atau orang dengan penurunan imunitas akibat kuman yang kurang patogen atau opertunistik.
o   Tanda-tanda fisik pada pneumonia klasik yang biasa di jumpai adalah deman, sesak napas, tanda-tanda konsilidasi paru ( ronki nyaring serta suara pernapasan brokial.
o   Ronki basah dan gesekan pleura dapat terdengar di atas jaringan yang terserang karena eksudat dan fibrin dalam alveolus.
v  Pemeriksaan digknostik
·         Foto rontgen dada (chest x-ray): teridentifikasi penyebaran, misalnya lobus, bronkial; dapat juga menunjukan multipel abses atau infiltrat,empiema ( staphylococcus ); penyebaran atau lokasi infiltrasi ( bakterial ) ; atau penyebaran ekstensif nodul infiltrat ( sering kali viral ) ; pada pneumonia mycoplasma, gambaran chest x- ray mungkin bersih.
·         ABGs / pulse oximetry: abnormalitas mungkin timbul bergantung pada luasnya perusakan paru .
·         Kultur sputum dan darah atau gram stain: di dapatkan dengan needle boipsy, transtracheal aspiration, fiberopticf bronchoscopy atau biopsi paru terbuka untuk mengeluarkan organisme penyebab. Akan di dapatkan lebih dari satu jenis kuman, seperti diplococcus pneumoniae, staphylococcus aureus, A hemolitik steapthococcus dan haemophilus influenzae.
·         Hitung darah lengkap/ complete blood count ( CBC ): leukositosis biasanya timbul, meskipun nialai SDP rendah pada infeksi virus.
·         Tes serologik: membantu membedakan diagnosis pada organisme secara spesifik.
·         Laju endap darah ( LED ): meningkat.
·         Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun ( kongesti dan kolaps alveolar ), tekanan saluran udara meningkat, compliance menurun, dan akhirnya dapat terjadi hipoksemia.
·         Elektrolit: sodium dan klorida mungkin rendah.
·         Bilirubin: mungkin meningkat.

2.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan : pneumonia, diantaranya adalah :
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d inflamasi trakeobronkial, pembentukan udem, dan peningkatan produksi sputum.
2.      Kerusakan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar kapiler (efek inflamasi).
3.      Risiko tinggi penyebaran infeksi b.d tidak adekuatnya mekanisme pertahanan tubuh primer (penurunan aktivitas silia, sekret, stasis disaluran nafas).
4.      Intoleransi aktivitas b.d tidak seimbangnya oksigen suplay dan demand
5.      Nyeri akut b.d inflamasi pada parenkim paru

3.      Rencana Keperawatan
v  DP I : Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d inflamasi                                         trakeobronkial, pembentukan udem, dan                                       peningkatan produksi sputum
·         Tujuan : secara verbal tidak ada keluhan sesak, Suara nafas                               normal (vaskuler), Sianosis negatif, Batuk negatif,                          Jumlah pernafasan dalam batas normal sesuai usia.
·         Intervensi Mandiri :
1.      Kaji jumlah/kedalaman pernafasan dan pergerakan dada.
R/ : evaluasi awal untuk melihat kemajuan dari hasil            infeksi yang telah dilakukan.
2.      Auskultasi daerah paru, catat area yang menurun/tidak adanya aliran darah, dan adanya suara nafas tambahan seperti crackles, wheezes.
R/ : penurunan aliran udara timbul pada area yang   konsolidasi dengan cairan. Crackles, ronchi dan      wheezes terdengar pada saat inspirasi dan atau          ekspirasi sebagai respons dari akumulasi cairan,            sekresi kental dan spasme/obstruksi saluran nafas.
3.      Elevasi kepala, sering ubah posisi.
R/ : Diafragma yang lebih rendah akan membantu dalam    meningkatkan ekspansi dada, pengisian udara,         mobilisasi dan ekspektorasi dari sekresi.
4.      Bantu klien dalam melakukan latihan nafas dalam.
R/ : Nafas dalam akan memfasilitas ekspansi maksimum     paru-paru/saluran udara kecil.

·         Intervensi kolaborasi :
1.      Berikan pengobatan atas indikasi, misalnya mukolitik, ekspektoran, bronkodilator dan analgesik.
R/ : Membantu mengurangi bronkospasme dengan mobilisasi dari sekret.

v  DP II : Kerusakan pertukaran gas b.d perubahan membran                                 alveolar                  kapiler (efek inflamasi).
·         Tujuan : keluhan dispnea berkurang, denyuit nadi dalam                                   rentang normal dan irama reguler, kesadaran penuh,              hasil nilai AGD dalam batas normal.
·         Intervensi Mandiri :
1.      Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, catat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis pucat (sirkumoral).
R/ : Sianosis kuku menggambarkan vasokonstriksi atau       respon tubuh terhadap demam.
2.      Kaji status mental.
R/ : kelemahan, iritable, bingung, dan somnolendapar          merefleksikan adanya hipoksemia/penurunan           oksigenasi serebral.
3.      Monitor denyut/irama jantung.
R/ : Takikardi biasanya timbul sebagai hasil dari      demam/dehidrasi tetapi dapat juga sebagai respon           terhadap hipoksemia.
·         Intervensi Kolaborasi :
1.      Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan, nasal prong, masker.
R/ : pemberian terapi oksigen untuk memelihara PaO2           diatas 60mmHg, oksigen yang diberikan sesuai           dengan toleransi darimklien.

v  DP III : Risiko tinggi penyebaran infeksi b.d tidak adekuatnya           mekanisme pertahanan tubuh primer (penurunan                         aktivitas silia, sekret, stasis disaluran nafas).
·         Tujuan : tidak munculnya tanda-tanda infeksi sekunder,                     klien dapat mendemonstrasikan kegiatan                            untuk menghindarkan infeksi
·         Intervensi mandiri :
1.      Monitor vital sign, terutama selama proses terapi.
R/ : Selama periode ini, potensial berkembang menjadi         komplikasi lebih  fatal ( hipotensi/syok).
2.      Demonstrasikan teknik mencuci tangan yang benar.
R/: Sangat efektif untuk mengurangi penyebaran infeksi.
3.      Ubah posisi dan berikan pulmonary toilet yang baik.
R/ : Meningkatkan ekspektorasi, membersihkan dari             infeksi.
·         Intervensi Kolaborasi :
1.      Berikan obat antimikroba atas indikasi sebagai hasil dari pemeriksaan kultur sputum/darah, misalnya : penicilin, erithromycin, tetracycline, amikacine, cephalosporins.
R/ : Obat-obat ini digunakan untuk membunuh mikroba       penyebab pneumonia.

v  DP IV : Intoleransi aktivitas b.d tidak seimbangnya oksigen                               suplay dan demand
·         Tujuan : laporan secara verbal, kekuatan otot meningkat                   dan tidak ada perasaan kelelahan, tidak ada sesak,      denyut nadi dalam batas normal, tidak muncul          sianosis
·         Intervensi mandiri :
1.      Evaluasi respon klien terhadap aktivitasa.
R/: Memberikan kemampuan/kebutuhan klien dan     memfasilitasi dalam pemilihan intervensi.
2.      Berikan lingkungan yang nyaman dan batasi pengunjung selama fase akut atas indikasi.
R/ : Mengurangi stres dan stimulasi yang berlebihan,             meningkatkan istirahat.
3.      Bantu klien untuk mengambil posisi nyang nyaman untuk beristsrahat dan atau tidur.
R/ : Klien mungkin merasa nyaman dengan kepala dalam     keadaan elevasi, tidur di kursi atau istirahat pada       meja dengan bantuan bantal.

v  DP V : Nyeri akut b.d inflamasi pada parenkim paru.
·         Tujuan : laporan secara verbal, nyeri dada berkurang, skala   nyeri berkurang, wajah rileks, klien dapat      beristirahat tanpa terganggu rasa nyeri
·         Intervensi Mandiri :
1.      Tentukan karakteristik nyeri, misal ketajaman, terus-menerus (frekuensi).
R/ : Nyeri dada, biasanya timbul dalam beberapa timbul             dalam beberapa tingkatan, dapat juga menunjukkan   adanya komplikasi dari pneumonia seperti     perikarditis dan endokarditis.
2.      Berikan tindakan untuk kenyamanan, perubahan posisi, musik lembut, latiahan relaksasi/nafas
R/ : Nonanalgesik tindakan dengan sentuhan akan          meringankan ketidaknyamanan dan memberikan    efek terapi analgesik
3.      Instruksikan dan bantu klien untuk melakukan teknik menahan dada selama batuk
R/ : Membantu mengontrol ketidaknyamanan pada dada            den      gan meningkatkan pelaksanaan batuk             efektif.

·         Intervensi Kolaborasi :
1.      Berikan analgesik dan antitusif atas indikasi
R/ : Obat-obat ini digunakan untuk menekan batuk   non produkrif/ paroksimalatau mereduksi        mukus yang berlebihan, meningkatkan           kenyamanan secara umum.

4.     Implementasi
Selama tahap implementasi perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan diimplementasikan  untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil. Implementasi keperawata bias dilakukan secara mandiri maupun berkolaborasi dengan tim medik lainnya.
5.     Evaluasi
Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria hasil/ tujuan yang di buat pada tahap perencanaan. Klien keluar dari siklus proses keperawatan apabila criteria hasil/tujuan telah tercapai. Klien akan masuk kembali ke dalam siklus apa bila criteria hasil belum tercapai.


BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Pneumonia adalah suatu penyakit pada system pernafasan yang merupakan proses peradangan di mana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi, begitupun dengan aliran darah di sekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal. Hipoksemia dapat terjadi, bergantung pada banyaknya jaringan paru-paru yang sakit. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri.


DAFTAR PUSTAKA

Allen, Carol Vestal. 1998. Memahami Proses Keperawatan Dengan Pendekatan    Latihan. Jakarta : EGC
Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan         Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika
Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta :     Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI


Tidak ada komentar:

Posting Komentar