BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Penyakit
salauran nafas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatn yang tinggi
diseluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan
dengan infeksi saluran nafas yang terjadi di masyarakat (PK) atau didalam rumah
sakit/pusat perawatan. Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas
bawah akut diparenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15%-20%.
Kejadian
PN di ICU lebih sering daripada PN diruangan umun, yaitu dijumpai pada hamper
25% dari semua infeksi pada 9-27% dari pasien yang diintubasi. Pneumonia dapat
terjadi pada orang normal tanpa kelainan iminitas yang jelas. Namun pada
kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau
lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh.
Pneumonia
semakin sering dijumpai pada orang yang lanjut usia/lansia dan sering terjadi
pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada perkembangannya
pengelolahan pneumonia telah dikelompokan pneumonia yang terjadi dirumah
sakit - pneumonia nosokomial (PN) kepada
kelompok pneumonia yang berhubungan dengan pemakaian ventilator dan yang
didapat dipusat perawatan kesehatan.
B. Tujuan Pembelajaran
1. Agar Mahasiswa/I mampu mengerti konsep dasar medic
dari gangguan system pernafasan :
pneumonia
2. Agar mahasiswa/I mampu memahami dan melakukan proses
keperawatan pada pasien dengan gangguan system pernafasan : pneumonia
BAB
II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep
Dasar Medik
1. Pengertian
Pneumonia
adalah suatu proses peradangan di mana terdapat konsolidasi yang disebabkan
pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung
pada daerah yang mengalami konsolidasi, begitupun dengan aliran darah di
sekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal. Hipoksemia
dapat terjadi, bergantung pada banyaknya jaringan paru-paru yang sakit.
2. Patogenesis
Pneumonia
di kelompokan berdasarkan
sejumlah sistem yang berlainan. Salah satu di antaranya adalah berdasarkan cara
diperolehnya, di bagi menjadi dua kelompok, yaitu community-acquired (di peroleh di luar sarana pelayanan kesehatan)
dan hospital-acquired (di peroleh di
rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya). Streptococcus
pneumoniae menjadi penyebab tersering terjadinya pneumonia yang di dapat di
rumah sakit cenderung bersifat lebih serius karena pada saat menjalani
perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan tubuh penderita untuk melawan
infeksi sering kali terganggu. Selain itu, kemungkinan terjadinya infeksi oleh
bakteri yang resisten terhadap antibiotokmenjadi lebih besar.
Pneumonia bakteri
di tandai oleh eksudat intraalveolar supuratif di sertai konsilidasi. Proses
infeksi dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi. Jika terjadi pada satu atau
lebih lobus disebut pneumonia lobaris,
sedangkan pneumonia lobularis atau
bronkopneumonia menunjukkan penyebaran daerah infeksi yang memiliki bercak
dengan diameter sekitar 3-4 cm mengelilingi dan mengenai bronkus.
Penting
juga diketahui tentang perbedaan antara pneumonia yang didapat dari masyarakat
dengan pneumonia yang didapat dirumah sakit. Frekuensi relatif dari agen-agen
penyebab pneumonia berbeda pada kedua
sumber ini. Infeksi nasokomia sering disebabkan oleh bakteri gram negatif atau staphylococcus aureus. Stadium dari
pneumonia karena pneumococcus adalah
sebagai berikut :
1. Kongesti
( 4 – 12 jam pertama): eksodat masuk ke serosa masuk kedalam alveolus dari
pembuluh darah yang bocor.
2. Hepatisasi merah
( 48 jam berikutnya): paru-paru tampak merah dan tampak bergranula karena sel
darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveolus.
3. Hepatisasi kelabu
( 3-8 hari): paru-paru tampak abu-abu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi dalam alveolus
yang terserang.
4. Resolusi (7
-11 hari): eksudat mengalami lilis dan di reabsorbsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali pada struktur semula.
3. Etiologi,
Tanda Dan Gejala
Jenis
pneumonia
|
Etiologi
|
Faktor
resiko
|
Tanda
dan gejala
|
Sindroma
tipikal
|
·
Sreptococcus
pneumonia tanpa penyulit
·
Sterptococcus
pneumonia dengan penyulit
|
·
Sicklo cell diseases
·
Hipogammaglobulinemia
·
Multipel mieloma
|
·
Onset mendadak
dingin, mengigil, demam (39-40°C)
·
Nyeri dada pleuritis
·
Batuk produktif,
sputum hijau dan puluren serta mungkin mengandung bercak darah. Terkadang
hidung kemerahan.
·
Reaksi interkostal,
penggunaan otot aksesorius, dan bisa timbul sianosis.
|
Sindroma
atipik
|
·
Haemophilus
influenzae
·
Staphilococcus aureus
|
·
Usia tua
·
COPD
·
Flu
|
·
Onset bertahap dalam
3-5 hari
·
Malaise, nyeri
kepala,nyeri tenggorokan, dan batuk kering.
·
Nyeri dada karena
batuk
|
·
Mycoplasma pneumonia
·
Virus patogen
|
·
Anak-anak
·
Dewasa muda
|
||
Aspirasi
|
·
Aaspirasi basil gram
negatif, klebsiela, pseudomonas, enterobacter, escherchia proteus, basil gram
positif
·
Starfilococcus
·
Aspirasi asam lambung
|
·
Alkoholismedebilitas
·
Perawatan (misal
infeksi nosokimial).
·
Gangguan kesadaran
|
·
Pada kuman anaerob
campuran, mulanya onset perlahan
·
Demam rendah, batuk
·
Produksi sputum/bau
busuk
·
Foto dada terlihat
jaringan interstitial tergantung bagian yang parunya yang terkena.
·
Infeksi gram negatif
atau positif
·
Gambaran klinik
mungkin sama dengan pneumonia klasik.
·
Disters respirasi
mendadak, dispnea berat, sianosis, batuk, hipoksemia,dan di ikuti tanda
infeksi sekunder
|
Hematogen
|
·
Terjadi bila kuman
patogen menyebar ke paru-paru melalui aliran darah, seperti pada kuman
stafilococcus, E. Coli, anaerob enteritik
|
·
Kateter IV yang terinfeksi
·
Endokarditis
·
Drug abuse
·
Abses intraabdomen
·
Pielonefritis
·
Empiema kandung kemih
|
·
Gejala pulmonaltimbul
minimal di banding gejala septikemi
·
Batuk nonproduktif
dan nyeri pleuritik sama seperti yang terjadipada emboli paru
|
4. Patofisiologi
Paru
merupakan struktur komplek yang terdiri atas kumpulan unit yang di bentuk
melalui percabangan progresif jalan napas. Saluran napas bagian bawah yang
normal adalah steril, walaupun bersebelahan dengan sejumlah besar
mikroorganisme yang menepati orofaring dan terpajan oleh mikroorganisme dari
lingkungan di lalam udara yang di hirup. Sterilisasi saluran napas bagian bawah
adalah hasil mekanisme penyaring dan pembersihan yang efektif.
Saat
terjadi inhalasi-bakteri mikroorganisme penyebab pneumonia ataupun akibat dari
penyebaran secara hematogen dari tubuh dan aspirasi melalui orofaring-tubuh
pertama kali akan melakukan mekanisme pertahanan primer dengan meningkatkan
respons radang.
Timbulnya
hepatisasi merah di karenakan pembesaran eritrosit dan beberapa leukosit dari
kapiler paru-paru. Pada tingkat lanjut aliran darah menurun, alveoli penuh
dengan leulosit dan relatif sedikit eritrosit. Kuman pneumococcus difagosit
oleh leukosit beserta kuman. Paru masuk ke dalam tahap hepatisasi abu-abu dan
tampak berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan sel darah merah yang mati
dan eksudat fibrin dibuang dari alveoli. Terjadi resolusi sempurna. Paru
kembali menjadi normal tanpa kahilangan kemampuan dalam pertukaran gas.
5.
Patoflow
Inhalasi
mikroba dengan jalan
·
Melalui
udara
·
Aspirasi
organisme dari naso faring
·
Hematogen
|
Nyeri
pleuritis
|
Reaksi
inflamasi hebat
|
·
Nyeri
dada
·
Panas
dan deman
·
Anoreksia
pausea vomiy
|
Membran
paru-paru meradang dan berlubang
|
Pleuritik
pain
|
Bersihan
jalan napas tidak efektif
|
SDM
Red Blood Count (RBC), SDP White Blood Count (WBC), dan cairan keluar masuk
ke alveoli
|
Risiko
penyebaran infeksi
|
Sekresi,edema,
dan prochospasme
|
·
Dispnea
·
Sianosis
·
batuk
|
Partial
oclusi
|
Daerah
paru menjadi padat (konsilidasi
|
Luas
permukaan membran respirasi
|
Penurunan
ratio ventilasi perfusi
|
Kerusakan
pertukaran gas
|
Kapasitas
difusi menurun
|
Hipoksemia
|
B. KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN KLIEN PNEUMONIA
1. Pengkajian
v Biodata
Pneumonia
lobularis sering terjadi secara primer pada orang dewasa, sedangkan pneumonia
lubularis ( bronkopneumonia) primer lebih sering terjadi pada anak-anak. Ketika
seorang dewasa mempunyai penyakit bronkopneumonia, kemungkanan besar ada
penyakit yang mendahuluinya.
Pneumonia
pada orang dewasa paling sering disebabkan oleh bakteri ( yang tersering yaitu
bakteri streptococcus pneumoniae
pneumococcus), sedangkan pada anak-anak penyebabnya adalah virus
pernapasan. Penting diketahui bahwa usia 2-3 tahun, merupakan usia puncak pada
anak-anak untuk terserang pneumonia. Pada usia sekolah, pneumonia paling sering
disebabkan oleh bakteri Mycoplasma
pneumonia bayi dan anak-anak lebih rentang terhadap penyakit ini karena
respon imunitas meraka masih belum berkembang dengan baik. Pneumonia sering
kali menjadi infeksi terakhir( sekunder) pada orang tua dan orang yang lemah
akibat penyakit tertentu.
v Riwayat
kesehatan
·
Keluhan utama dan
riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama yang
sering timbul pada klien pneumonia adalah adanya awitan yang ditandai dengan
keluhan mengigil, demam ≥ 40°C, nyeri pleuritik, batuk, sputum berwarna seperti
karat, takipnea terutama setelah adanya konsilidasi paru.
·
Riwayat kesehatan masa
lalu
Pneumonia sering kali
timbul setelah infeksi saluran nafas atas ( infeksi pada hidung dan tenggorokan).
Resiko tinggi timbul pada klien dengan riwayat alkoholik, post – operasi,
infeksi pernafasan, dan klien dengan imonosupresi ( kelemahan dalam sistem
imun). Hampir 60% dari klien kritis di ICU dapat menderita pneumonia dan 50%
(separuhnya) akan meninggal.
v Pemeriksaan
fisik
Presentasi
bervariasi bergantung pada etiologi, usia dan keadaan klinis ( Sudoyo,2006).
o Awitan
akut biasanya oleh kuman patogen seperti S.
Pneumoniae, sterptococcus spp,dan
Staphylococcus.
o Awitan
yang tidak terlihat dan ringan pada orang tua atau orang dengan penurunan
imunitas akibat kuman yang kurang patogen atau opertunistik.
o Tanda-tanda
fisik pada pneumonia klasik yang biasa di jumpai adalah deman, sesak napas,
tanda-tanda konsilidasi paru ( ronki nyaring serta suara pernapasan brokial.
o Ronki
basah dan gesekan pleura dapat terdengar di atas jaringan yang terserang karena
eksudat dan fibrin dalam alveolus.
v Pemeriksaan
digknostik
·
Foto rontgen dada (chest x-ray): teridentifikasi
penyebaran, misalnya lobus, bronkial; dapat juga menunjukan multipel abses atau
infiltrat,empiema ( staphylococcus );
penyebaran atau lokasi infiltrasi ( bakterial ) ; atau penyebaran ekstensif
nodul infiltrat ( sering kali viral ) ; pada pneumonia mycoplasma, gambaran chest
x- ray mungkin bersih.
·
ABGs / pulse oximetry: abnormalitas mungkin
timbul bergantung pada luasnya perusakan paru .
·
Kultur sputum dan darah
atau gram stain: di dapatkan dengan needle boipsy, transtracheal aspiration,
fiberopticf bronchoscopy atau biopsi paru terbuka untuk mengeluarkan organisme
penyebab. Akan di dapatkan lebih dari satu jenis kuman, seperti diplococcus pneumoniae, staphylococcus
aureus, A hemolitik steapthococcus dan
haemophilus influenzae.
·
Hitung darah lengkap/ complete blood count ( CBC ):
leukositosis biasanya timbul, meskipun nialai SDP rendah pada infeksi virus.
·
Tes serologik: membantu
membedakan diagnosis pada organisme secara spesifik.
·
Laju endap darah ( LED
): meningkat.
·
Pemeriksaan fungsi
paru: volume mungkin menurun ( kongesti dan kolaps alveolar ), tekanan saluran
udara meningkat, compliance menurun, dan akhirnya dapat terjadi hipoksemia.
·
Elektrolit: sodium dan
klorida mungkin rendah.
·
Bilirubin: mungkin
meningkat.
2. Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa
yang muncul pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan : pneumonia,
diantaranya adalah :
1. Bersihan
jalan nafas tidak efektif b.d inflamasi trakeobronkial, pembentukan udem, dan
peningkatan produksi sputum.
2. Kerusakan
pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar kapiler (efek inflamasi).
3. Risiko
tinggi penyebaran infeksi b.d tidak adekuatnya mekanisme pertahanan tubuh
primer (penurunan aktivitas silia, sekret, stasis disaluran nafas).
4. Intoleransi
aktivitas b.d tidak seimbangnya oksigen suplay dan demand
5. Nyeri
akut b.d inflamasi pada parenkim paru
3. Rencana
Keperawatan
v DP
I : Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d inflamasi trakeobronkial,
pembentukan udem, dan peningkatan
produksi sputum
·
Tujuan : secara verbal
tidak ada keluhan sesak, Suara
nafas normal
(vaskuler), Sianosis
negatif, Batuk negatif, Jumlah
pernafasan dalam batas normal sesuai usia.
·
Intervensi Mandiri :
1. Kaji
jumlah/kedalaman pernafasan dan pergerakan dada.
R/ : evaluasi awal
untuk melihat kemajuan dari hasil infeksi
yang telah dilakukan.
2. Auskultasi
daerah paru, catat area yang menurun/tidak adanya aliran darah, dan adanya
suara nafas tambahan seperti crackles, wheezes.
R/ : penurunan aliran
udara timbul pada area yang konsolidasi dengan
cairan. Crackles, ronchi dan wheezes terdengar pada
saat inspirasi dan atau ekspirasi
sebagai respons dari akumulasi cairan, sekresi
kental dan spasme/obstruksi saluran nafas.
3. Elevasi
kepala, sering ubah posisi.
R/ : Diafragma yang
lebih rendah akan membantu dalam meningkatkan ekspansi
dada, pengisian udara, mobilisasi dan
ekspektorasi dari sekresi.
4. Bantu
klien dalam melakukan latihan nafas dalam.
R/ : Nafas dalam akan
memfasilitas ekspansi maksimum paru-paru/saluran udara
kecil.
·
Intervensi kolaborasi :
1. Berikan
pengobatan atas indikasi, misalnya mukolitik, ekspektoran, bronkodilator dan
analgesik.
R/ : Membantu
mengurangi bronkospasme dengan mobilisasi dari sekret.
v DP
II : Kerusakan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar
kapiler (efek
inflamasi).
·
Tujuan : keluhan
dispnea berkurang, denyuit nadi dalam rentang
normal dan irama reguler, kesadaran penuh, hasil
nilai AGD dalam batas normal.
·
Intervensi Mandiri :
1. Observasi
warna kulit, membran mukosa dan kuku, catat adanya sianosis perifer (kuku) atau
sianosis pucat (sirkumoral).
R/ : Sianosis kuku
menggambarkan vasokonstriksi atau respon tubuh
terhadap demam.
2. Kaji
status mental.
R/ : kelemahan,
iritable, bingung, dan somnolendapar merefleksikan
adanya hipoksemia/penurunan oksigenasi
serebral.
3. Monitor
denyut/irama jantung.
R/ : Takikardi biasanya
timbul sebagai hasil dari demam/dehidrasi tetapi
dapat juga sebagai respon terhadap
hipoksemia.
·
Intervensi Kolaborasi :
1. Berikan
terapi oksigen sesuai kebutuhan, nasal prong, masker.
R/ : pemberian terapi
oksigen untuk memelihara PaO2 diatas 60mmHg,
oksigen yang diberikan sesuai dengan toleransi
darimklien.
v DP
III : Risiko tinggi penyebaran infeksi b.d tidak adekuatnya mekanisme
pertahanan tubuh primer (penurunan aktivitas
silia, sekret, stasis disaluran nafas).
·
Tujuan : tidak
munculnya tanda-tanda infeksi sekunder, klien dapat
mendemonstrasikan kegiatan untuk menghindarkan
infeksi
·
Intervensi mandiri :
1. Monitor
vital sign, terutama selama proses terapi.
R/ : Selama periode
ini, potensial berkembang menjadi komplikasi
lebih fatal ( hipotensi/syok).
2. Demonstrasikan
teknik mencuci tangan yang benar.
R/: Sangat efektif
untuk mengurangi penyebaran infeksi.
3. Ubah
posisi dan berikan pulmonary toilet yang baik.
R/ : Meningkatkan
ekspektorasi, membersihkan dari infeksi.
·
Intervensi Kolaborasi :
1. Berikan
obat antimikroba atas indikasi sebagai hasil dari pemeriksaan kultur
sputum/darah, misalnya : penicilin, erithromycin, tetracycline, amikacine,
cephalosporins.
R/ : Obat-obat ini
digunakan untuk membunuh mikroba penyebab
pneumonia.
v DP
IV : Intoleransi aktivitas b.d tidak seimbangnya oksigen suplay
dan demand
·
Tujuan : laporan secara
verbal, kekuatan otot meningkat dan
tidak ada perasaan kelelahan, tidak ada sesak, denyut
nadi dalam batas normal, tidak muncul sianosis
·
Intervensi mandiri :
1. Evaluasi
respon klien terhadap aktivitasa.
R/: Memberikan
kemampuan/kebutuhan klien dan memfasilitasi dalam
pemilihan intervensi.
2. Berikan
lingkungan yang nyaman dan batasi pengunjung selama fase akut atas indikasi.
R/ : Mengurangi stres
dan stimulasi yang berlebihan, meningkatkan
istirahat.
3. Bantu
klien untuk mengambil posisi nyang nyaman untuk beristsrahat dan atau tidur.
R/ : Klien mungkin
merasa nyaman dengan kepala dalam keadaan elevasi, tidur
di kursi atau istirahat pada meja dengan
bantuan bantal.
v DP
V : Nyeri akut b.d inflamasi pada parenkim paru.
·
Tujuan : laporan secara
verbal, nyeri dada berkurang, skala nyeri berkurang, wajah
rileks, klien dapat beristirahat tanpa
terganggu rasa nyeri
·
Intervensi Mandiri :
1. Tentukan
karakteristik nyeri, misal ketajaman, terus-menerus (frekuensi).
R/ : Nyeri dada,
biasanya timbul dalam beberapa timbul dalam
beberapa tingkatan, dapat juga menunjukkan adanya komplikasi dari
pneumonia seperti perikarditis dan
endokarditis.
2. Berikan
tindakan untuk kenyamanan, perubahan posisi, musik lembut, latiahan
relaksasi/nafas
R/ : Nonanalgesik
tindakan dengan sentuhan akan meringankan
ketidaknyamanan dan memberikan efek terapi analgesik
3. Instruksikan
dan bantu klien untuk melakukan teknik menahan dada selama batuk
R/ : Membantu
mengontrol ketidaknyamanan pada dada den gan
meningkatkan pelaksanaan batuk efektif.
·
Intervensi Kolaborasi :
1. Berikan
analgesik dan antitusif atas indikasi
R/ : Obat-obat ini
digunakan untuk menekan batuk non produkrif/
paroksimalatau mereduksi mukus yang
berlebihan, meningkatkan kenyamanan
secara umum.
4. Implementasi
Selama tahap
implementasi perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi
keperawatan diimplementasikan untuk
membantu klien memenuhi kriteria hasil. Implementasi keperawata bias dilakukan
secara mandiri maupun berkolaborasi dengan tim medik lainnya.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi
adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria hasil/ tujuan yang
di buat pada tahap perencanaan. Klien keluar dari siklus proses keperawatan
apabila criteria hasil/tujuan telah tercapai. Klien akan masuk kembali ke dalam
siklus apa bila criteria hasil belum tercapai.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pneumonia adalah suatu penyakit pada system pernafasan yang merupakan proses
peradangan di mana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga
alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang
mengalami konsolidasi, begitupun dengan aliran darah di sekitar alveoli,
menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal. Hipoksemia dapat terjadi, bergantung
pada banyaknya jaringan paru-paru yang sakit. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri.
DAFTAR
PUSTAKA
Allen, Carol Vestal. 1998. Memahami Proses Keperawatan
Dengan Pendekatan Latihan. Jakarta
: EGC
Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika
Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar