Hemofilia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam anamnesa biasanya akan di dapatkan riwayat adanya salah seorang
anggota keluarga laki-laki yang menderita penyakit yang sama yaitu adanya
perdarahan abnormal. Beratnya perdarahn bervariawsia akan tetapi biasanya
beratnya perdarahan itu sama dalam satu keluarga. Sering perdarahan akibat
sirkulasi adalah manifestasi pertama pada seseorang menderita hemofili. Oleh
karena perdarahan dimulai sejak kecil sehingga haemarhtros ( sebagai akibat
jatuh pada saat kelenjar berjalan yang menyebabkan perdarahan sendi merupakan
gejala yang paling sering dijumpai dari penderita hemofili ini.
Hemofilia adalah kelainan
genetik pada darah yang disebabkan adanya kekurangan faktor pembekuan darah.
Hemofilia A timbul jika ada kelainan pada gen yang menyebabkan kurangnya faktor pembekuan VIII (FVII). Sedangkan,
hemofilia B disebabkan kurangnya faktor pembekuan IX (FIX). Hemofilia A dan B
tidak dapat dibedakan karena mempunyai tampilan klinis yang mirip dan pola
pewarisan gen yang serupa.
Hemofilia adalah salah satu penyakit genetik tertua yang pernah dicatat.
kelainan perdarahan yang diturunkan yang terjadi pada seorang laki-laki
tercatat dalam berkas Talmud pada Abad Kedua. Sejarah modern dari hemofilia dimulai
pada tahun 1803 oleh John Otto yang menerangkan
adanya anak yang menderita hemofilia. Pada tahun 1820, untuk pertama kalinya
dilakukan ulasan tentang hemofilia oleh Nasse. Pembuktian adanya kecacatan pada
proses pembekuan darah pada hemofilia dilakukan oleh Wright pada tahun 1893.
Namun, faktor VIII (FVIII) belum teridentifikasi hingg tahun 1937 ketika Patek dan Taylor berhasil mengisolasi faktor
pembekuan dari darah,
yang saat itu disebut sebagai faktor antihemofilia (AHF)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak
kekurangan faktor pembekuan VIII (Hemofilia A) atau faktor IX (Hemofilia B).
2.2 Etiologi
Penyebab Hemofilia adalah karena anak kekurangan faktor pembekuan VIII
(Hemofilia A) atau faktor IX (Hemofilia B).
2.3
Faktor-faktor pembekuan darah
@ Fibrinogen
@ Prothrombin
@ Tissue
factor
@ Calcium
ions (Ca++)
@ Pro
accelerin (labile factor)
@ Accelerin
(derivat hipotetik dari FV) : tak dipakai lagi.
@ Pro
convertin
@ Anti
Hemophilic Factor (AHF)
@ Plasma
thromboplastin component (PTC) = Christmas factor
@ Stuart-Prower
Factor
@ Plasma
Thromboplastin Antecedent (PTA)
@ Hageman
Factor
@ Fibrin
Stabilizing Factor = Laki Lorand Factor
Disamping itu ada beberapa faktor pembekuan darah yang belum mendapat angka
Romawi.
-
Fletcher factor = Prekalikrein (PK)
-
William factor = High Molecular Weight Kininogen (HMWK)
-
Fitzgeral factor = Flaujeac factor = Washington factor
Proses pembekuan darah (Morawitz, 1905)
Terdiri dari 2 tahap :
Tahap
I : pembentukan
trombin dari protrombin dengan adanya bantuan tromboplastin dan ion Calsium
Tahap
II : pembentukan
fibrin dari fibrinogen oleh katalisator trombin.
+tromboplastin
Protombin Ion ca ++ thrombin
sebagai katalisator
fibrinogen fibrin
2.4 Pathofisiologi
Hemofilia merupakan penyakit kongenital yang diturunkan oleh gen resesif
x-linked dari pihak ibu.
Faktor VIII dan faktor IX adalah protein plasma yang merupakan komponen
yang diperlukan untuk pembekuan darah, faktor-faktor tersebut diperlukan untuk
pembentukan bekuan fibrin pada tempat
pembuluh cidera.
Hemofilia berat terjadi
apabila konsentrasi faktor VIII dan faktor IX plasma kurang dari 1 %.
Hemofilia sedang jika
konsentrasi plasma 1 % - 5 %.
Hemofilia ringan apabila
konsentrasi plasma 5 % - 25 % dari kadar normal.
Manifestasi klinis yang
muncul tergantung pada umur anak dan deficiensi faktor VIII dan IX.
Hemofilia berat ditandai
dengan perdarahan kambuhan, timbul spontan atau setelah trauma yang relatif
ringan.
Tempat perdarahan yang
paling umum di dalam persendian lutut, siku, pergelangan kaki, bahu dan pangkal
paha.
Otot yang tersering terkena adalah flexar lengan bawah, gastrak nemius,
& iliopsoas.
2.5 Manifestasi Klinis
1.
Masa Bayi (untuk diagnosis)
a.
Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi
b.
Ekimosis subkutan di atas tonjolan-tonjolan tulang
(saat berumur 3-4 bulan)
c. Hematoma besar setelah infeksi
d. Perdarahan dari mukosa oral.
e. Perdarahan Jaringan Lunak
2. Episode Perdarahan (selama rentang hidup)
a. Gejala awal : nyeri
b.
Setelah nyeri :
bengkak, hangat dan penurunan mobilitas)
3. Sekuela Jangka Panjang
Perdarahan
berkepanjangan dalam otot menyebabkan kompresi saraf dan fibrosis otot.
2.6
Komplikasi
Artropati progresif,
melumpuhkan
Kontrakfur
otot
Paralisis
Perdarahan
intra cranial
Hipertensi
Kerusakan
ginjal
Splenomegali
Hepatitis
AIDS
(HIV) karena terpajan produk darah yang terkontaminasi.
Antibodi terbentuk sebagai antagonis
terhadap faktor VIII dan IX
Reaksi transfusi alergi terhadap
produk darah
Anemia hemolitik
Trombosis atau tromboembolisme
2.7 Uji Laboratorium dan Diagnostik
Ø
Uji Laboratorium (uji skrining untuk koagulasi
darah)
ü
Jumlah trombosit (normal)
ü
Masa protrombin (normal)
ü
Masa trompoplastin parsial (meningkat, mengukur
keadekuatan faktor koagulasi intrinsik)
ü
Masa perdarahan (normal, mengkaji pembentukan
sumbatan trombosit dalam kapiler)
ü
Assays fungsional terhadap faktor VIII dan IX
(memastikan diagnostik)
ü
Masa pembekuan trompin
Ø
Biapsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk
memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan kultur.
Ø
Uji fungsi hati (SGPT, SGOT, Fosfatase alkali,
bilirubin.
2.8 Pathway Hemofilia
Kerusakan darah atau
Berkontrak dengan kolagen
XII XII teraktivasi
(HMW kinogen, prekalikren)
XI XI teraktivasi
Ca++
Hemofilia Tanpa IX IX
tidak teraktivasi
Tanpa
VIII
Fasfolipid
Trombosit
Trombin tidak terbentuk
Perdarahan
Jaringan & sendi
Sintesa energi terganggu
Nyeri Mobilitas terganggu
Syok Risiko
injuri
Inefektif
Koping Keluarga
2.9 Tinjauan Kasus
1. Pengkajian Keperawatan
a.
.Pengkajian
sistem neurologik
v Pemeriksaan kepala
v Reaksi pupil
v Tingkat kesadaran
v Reflek tendo
v Fungsi sensoris
b.
Hematologi
v
Tampilan umum
v
Kulit : (warna pucat, petekie, memar, perdarahan
membran mukosa atau dari luka suntikan atau pungsi vena)
v
Abdomen (pembesaran hati, limpa)
c.
Kaji anak terhadap perilaku verbal dan nonverbal yang
mengindikasikan nyeri
d.
Kaji tempat terkait untuk menilai luasnya tempat
perdarahan dan meluasnya kerusakan sensoris, saraf dan motoris.
e.
Kaji kemampuan anak untuk melakukan aktivitas perawatan
diri (misal : menyikat gigi)
f.
Kaji tingkat perkembangan anak
g.
Kaji Kesiapan anak dan keluarga untuk pemulangan dan
kemampuan menatalaksanakan program pengobatan di rumah.
h.
Kaji
tanda-tanda vital (TD, N, S, Rr).
2. Diagnosa Keperawatan
a.
Risiko injuri b.d perdarahan
b.
Nyeri b.d perdarahan dalam jaringan dan sendi
c.
Kecemasan
individu dan keluarga b.d prognosis sakit
d.
Koping
individu atau keluarga tidak efektif b.d prognosis penyakit, gambaran diri yang
salah, perubahan peran.
3. Intervensi Keperawatan
DP I
Tujuan :
Menurunkan risiko injuri
Intervensi :
1.
Ciptakan lingkungan yang aman dan memungkinkan proses
pengawasan
R/ Menjadi data dasar dan
meminimalkan resiko cedera
2.
Beri dorongan intelektual / aktivitas kreatif
R/ klien didorong untuk
bergerak perlahan dan mencegah stress pada sendi yang terkena
3.
Ajarkan cara
pemantauan dan pencegahan komplikasi
R/ pencegahan komplikasi pada
pasien hemofilia sangat penting diketahui klien atau orang tua tujuannya untuk
memonitoring TTV, hemoglobin, hematokrit waktu pendarahan dan pembekuan,
monitoring adanya pendarahan kulit, membran mukosa, kompres dingin berikan pada
tempat pendarahan
4. lakukan
pencegahan pendarahan
R/ klien dan kluarga diberikan
informasi tentang resiko pendarahan, lingkungan dirubah sedemikian rupa untuk
mencegah terjadinya terauma fisik
5. kolaborasi pemberian obat
anti biotika
R/ antibiotik bersifat
bakteriosida/ baktiostatika untuk membunuh/ menghambat perkembangan kuman
DP II
Tujuan : Sedikit atau tidak terjadi nyeri, perdarahan
Intervensi :
1.
Catat
karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, serta lamadan penyebarannya
R/ pariasi
penampilan perilaku dan klien karena nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian
2.
Berikan pendidikan kesehatan untuk pengurusan
penggantian faktor darah di rumah.
3. Beri tindakan pada area perdarahan
10 – 15 menit.
R/ beri
kompres es
- Mobilisasi dan elevasi area hingga
diatas ketinggian jantung.
- Gunakan
kompres dingin untuk vasokonstriksi.
DP III
Tujuan : kecemasan klien
berkurang, mengenal perasaannya dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor
yang mempengaruhinya, kooperatif terhadap tindakan, wajah rileks.
Intervensi :
1. Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan,
dampingi klien, dan lakukan tindakan bila menunjukan perilaku merusak.
R/ reaksi verbal/nonverbal
dapat menunjukan rasa agitasi, marah, dan gelisah.
2. Hindari konfrontasi.
R/ konfrontasi dapat
mengakibatkan rasa marah, menurunkan kerjasama dan mungkin memperlambat
penyembuhan.
3. Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi
kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.
R/ mengurangi rangsangan
eksternal yang tidak perlu
4. Tingkatkan kontrol sensasi klien
R/ kontrol sensasi klien (dan
dalam menurunkan ketakutan) dengan cara memberikan informasi tentang keadaan
klien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber koping yang positif,
membantu latihan relaksasi, dan teknik-teknik pengalihan dan memberikan respond
balik yang positif.
5. Orientasikan klien terhadap prosedur rutin
dan aktifitas yang di harapkan.
R/ orientasi dapat menurunkan
kecemasan
6. Beri kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan ansietasnya.
R/ dapat menghilangkan
ketegangan terhadap kekawatiran yang tidak diekspresikan.
7. Berikan privasi untuk klien dan orang
terdekat.
R/ memberi waktu untuk
mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi. Adanya
keluarga dan teman-teman yang dipilih klien melayani aktifitas dan menurunkan
perasaan terisolasi
8. Kolaborasi : Berikan anti cemas sesuai
dengan indikasi, contohnya diazepam
R/ meningkatkan relaksasi dan
menurunkan kecemasan
DP IV
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam
klien atau keluarga mampu mengembangkan koping positif
Intervensi
1. Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan
hubungan dengan derajat ketidak mampuan
R/ menentukan bantuan
individual dalam menyusun rencana keperawatan atau pemilihan intervensi
2. Identifikasi arti dari kehilangan atau
disfungsi pada klien
R/ beberapa klien dapat
menerima dan mengatur perubahan fungsi secara efektif dengan sedikit
penyesuaian diri, sedangkan yang lain mempunyai kesulitan membandingkan
mengenal dan mengatur kekurangan
3. Anjurkan klien untuk mengekspresikan
perasaan termasuk permusuhan dan kemarahan
R/ menunjukan penerimaan
membantu klien untuk mengenang dan mulai menyesuaikan dengan perasaan tersebut
4. Catat ketika klien menyatakan terpengaruh
seperti sekarat atau menghindari dan menyatakan inilah kematian
R/ mendukung penolakan
terhadap bagian tubuh atau perasaan negatif terhadap gambaran tubuh dan kemampuan
yang menunjukan kebutuhan dan intervenmsi serta dukungan emosional.
5. Berikan informasi status kesehatan pada
klien dan keluarga
R/ klien dengan hemofilia
sering memerlukan bantuan dalam menghadapi kondisi kronis, keterbatasan ruang
kehidupan dan kenyataan bahwa kondisi tersebut merupakan penyakit yang akan
diturunkan kegenerasi betikutnya
6. Dukung mekanisme koping efektif
R/ sejak masa kanak-kanak
klien dibantu untuk menerima dirinya sendiri dan penyakitnya serta
mengidentifikasi aspek positif dari kehidupan mereka. Mereka harus didorong
untuk merasa berani dan tetap mandiri untuk mencegah terauma yang dapat
menyebabkan episode perdarahan akut dan mengganggu kegiatan normal
7. Hindari faktor peningkatan stress
emosional
R/ perawat harus mengetahui pengaruh
stress tersebut secara profesional dan personal serta menggali semua sumber
dukungan untuk mereka sendiri begitu juga untuk klien dan keluarganya.
8. Bantu dan anjurkan perawatn yang baik dan
memperbaiki kebiasaan
R/ membantu meningkatkan perasaan harga diri dan
mengontrol lebih dari satu area kehidupan
9. Anjurkan orang terdekat untuk mengizinkan
klien melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal untuk dirinya.
R/ menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan
membantu perkembangan hargadiri serta mempengaruhi proses rehabilitasi
10. Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam
aktifitas rehabilitasi
R/ meningkatkan kemandirian untuk membantu
pemenuhan kebutuhan fisik dan menunjukan posisi untuk lebih aktif dalam
kegiatan sosial.
11. Monitor gangguan tidur peningkatan
kesulitan konsntrasi, lethargi, dan rendah diri
R/ dapat mengidentifikasi terjadinya depresi
umunya terjadi sebagai pengaruh dari stroke dimana memerlukan intervensi dan
evaluasi lebih lanjut
12. Kolaborasi : rujuk pada ahli neuropsikologi
dan konseling bila ada indikasi.
R/ dapat mempasilitasi perubahan peran yang
penting untuk perkembangan perasaan.
4.
Evaluasi
Dp I
F Melakukan upaya mencegah trauma/perdarahan
Dp II
F Nyeri berkurang
Dp III
F Pasien tidak bingung tidak banyak tanya,
DP IV
F Koping menjadi efektif menghadapi kondisi
kronis dan perubahan gaya hidup
DAFTAR PUSTAKA
Arif M, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid
2, Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.
Cecily. L Betz, 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatri, Alih bahasa
Jan Tambayong, EGC, Jakarta.
Sodeman, 1995, Patofisiologi Sodeman : Mekanisme Penyakit,
Editor, Joko Suyono, Hipocrates, Jakarta.
Staf Pengajar Ilmu
Kesehatan Anak FKUI, 1985, Buku Kuliah
Ilmu Kesehatan Anak 1, Infomedika, Jakarta.
makalah askep hemofilia download
Tidak ada komentar:
Posting Komentar