Minggu, 29 April 2012

askep kelainan kongenital


KELAINAN KONGENITAL

Pendahuluan

        Cacat bawaan merupakan suatu keadaan cacat lahir pada neonatus yang tidak diinginkan kehadirannya oleh orang tua maupun petugas medis. Perhatian kita terhadap cacat bawaan masih sangat kurang, sedangkan negara kita saat ini telah berhasil dalam program KB serta telah memasyarakatkan NKKBS, maka pada zaman sekarang ini masalah kualitas hidup anak merupakan prioritas utama bagi Program kesehatan Nasional. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup anak adalah cacat bawaan

        Laporan dari beberapa penelitian dari dalam maupun dari luar negeri angka kejadian cacat bawaan dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Angka kematian bayi baik didalam maupun diluar negeri dari tahun ketahun semakin lama semakin turun , tetapi penyebab kematian mulai bergeser. Sebelumnya penyebab kematian pada bayi sebagian besar disebabkan masalah sepsis, asfiksia, dan sindrom distres nafas, maka akhir-akhir ini mulai bergeser pada masalah cacat bawaan, begitu juga penyebab kematian anak-anak yang tadi nya masalah nutrisi dan infeksi sangat dominan, tetapi masalah cacat.

        Cacat bawaan adalah keadaan cacat yang terjadi sebelum terjadi kelahiran. Istilah anomali kongenital adalah cacat fisik maupun non fisik, sedangkan malformasi dan dismorfi kongenital diartikan berupa cacat fisik saja.

      

Kelainan Kongenital

Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenitaI besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik untuk menegakkan diagnose kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosisi pre/- ante natal kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah janin.



A. Angka Kejadian

Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan saja atau dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara bersamaan sebagai kelainan kongenital multipel. Kadang-kadang suatu kelainan kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa waktu setelah kelahiran bayi. Sebaliknya dengan kermajuan tehnologi kedokteran,kadang- kadang suatu kelainan kongenital telah diketahui selama kehidupan fetus. Bila ditemukan satu kelainan kongenital besar pada bayi baru lahir, perlu kewaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital ditempat lain. Dikatakan bahwa bila ditemukan dua atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditetemukannya kelainan kongenital besar di tempat lain sebesar 15% sedangkan bila ditemukan tiga atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditemukan kelainan kongenital besar sebesar 90%.

Angka kejadian kelainan kongenital yang besar berkisar 15 per i000 kelahiran angka kejadian ini akan menjadi 4-5% biIa bayi diikuti terus sampai berumur 1 tahun. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (I975-1979), secara klinis ditemukan angka kejadian kelainan kongenital sebanyak 225 bayi di antara 19.832 kelahiran hidup atau sebesar 11,6I per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di Rumah Sakit Dr. Pirngadi, Medan (1977-1980) sebesar 48 bayi (0,33%) di antara 14.504 kelahiran bayi dan di Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada (1974-1979) sebesar 1.64da tri 4625 kelahiran bayi. Angka kejadian dan jenis kelainan kongenital dapat berbeda-beda untuk berbagai ras dan suku bangsa, begitu pula dapat tergantung pada cara perhitungan besar keciInya kelainan kongenital.

B.Faktor Etiologi

Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embryonal dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan.

Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:

[1] Kelainan Genetik dan Khromosom.

Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutya.

Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran , maka telah dapat diperiksa kemingkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindroma down (mongolism). Kelainan pada kromosom kelaminsebagai sindroma turner.

[2] Faktor mekanik

Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan hentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ cersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki sepcrti talipes varus, talipes valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus (clubfoot)

[3] Faktor infeksi.

Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi pada trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleb virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.

[4]Faktor Obat

Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.

Faktor umur ibu

Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.

Faktor hormonal

Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.

Faktor radiasi

Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.

Faktor gizi

Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan kejadian &elainan kongenital.

Faktor-faktor lain

Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.

C.Diagnosa

Pemeriksaan untuk menemukan adanya kelainan kongenital dapat dilakukan pada -pemeriksaan janin intrauterine, dapat pula ditemukan pada saat bayi sudah lahir. Pemeriksaan pada saat bayi dalam kandungan berdasarkan atas indikasi oleh karena ibu mempunyai faktor resiko, misalnya: riwayat pernah melahirkan bayi dengan kelainan kongenital, riwayat adanya kelainan-kongenital dalam keluarga, umur ibu hamil yang mendekati menopause.

Pencarian dilakukan pada saat umur kehamilan 16 minggu. Dengan bantuan alat ultrasonografi dapat dilakukan tindakan amniosentesis untuk mengambil contoh cairan amnion Beberapa kelainan kongenital yang dapat didiagnose dengan cara ini misalnya: kelainan kromosome, phenylketonuria, galaktosemia, defek tuba neralis terbuka seperti anensefali serta meningocele.  Pemeriksaan darah janin pada kasus thallasemia. Untuk kasus2 hidrosefalus pemeriksaan dapat diketemukan pada saat periksa hamil

D. Penanganan

Kelainan kongenital berat dapat berupa kelainan kongenital yang memerlukan tindakan bedah, kelainan kongenital bersifat medik, dan kelainan kongenital yang memerlukan koreksi kosmetik.

Setiap ditemukan kelainan kongenital pada bayi baru lahir, hal ini harus dibicarakan dengan orangtuanya tentang jenis kemungkinan faktor penyebab langkah-langkah penanganan dan prognosisnya.

(http://www.angelfire.com/ga/RachmatDSOG/congenital.html)



Sebagian besar penyebab cacat bawaan belum diketahui dengan pasti. Sebagian garis besar cacat  bawaan disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan, ada 4 kategori penyebab cacat bawaan (clark, 1991), antara lain =
Lingkungan 6 %

B.                 Multifaktoral, gabungan antara faktor genetik dan lingkungan 20 %

C.                 Single mutant atau medelian trait 7,5 %

D.                Keainan kromosom



Patogenesa terjadinya defek pada janin ada 4 cara, antara lain =

·   Deformasi adalah suatu anomali yang disebabkan oleh tekanan mekanik yang luar biasa pada janin yang dedang berkembang. Keadaan ini biasanya terjadi 20 minggu kehamilan sampai trimester akhir kehamilan, contoh dari proses deformasi antara lain bayi kemba, posisi bayi yang tidak normal, oligohidramnion, dll.

·   Disrupsi, terjadi bila ada kerusakan yang mempengaruhi atau menghentikan morfogenesis suatu bagian tubuh yang sedang berlangsung. Disrupsi ini terjadi oleh berbagai faktor yang bersifat teratogen, seperti infeksi virus intrauterin, penyakit ibu, obat-obatan, zat kimia dan cederadan cedera panas.

·   Malformasi merupakan kelianan perkembangan instrinsik dalam struktur tubuh selama kehidupan prenatal, mekanisme terjadinya malformasi belum banyak diketahui, tetapi kemungkinan menyangkut berbagai kesalahan dalam proses porliferasi sel, embrional, diferensiasi, migrasi dan kematian program.

·   Displasia merupakann kesalahan struktural akibat morfogenesis abnormal yang hanya mengenai jaringan tertentu, misalnya displasia ektodermal (yang terkena rambut, gigi, kulit, kelenjar keringat dan air mata), diplasia jaringan ikat, diplasia skeletal yang tidak proporsional.




LABIOSKIZIS/LABIOPALATOSKIZIS


A.    Pengertian

    Labioskizis/Labiopalatoskizis yaitu kelainan kotak palatine (bagian depan serta samping muka serta langit-langit mulut) tidak menutup dengan sempurna.

B.     ETIOLOGI

banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing. faktor tersebut antara lain , yaitu :

1.     factor Genetik atau keturunan

Dimana material genetic dalam kromosom yang mempengaruhi/. Dimana dapat terjadi karena adaya adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex ( kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang kromosom sex ( kromosom X dan Y ) yang menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.

2.     Kurang Nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C pada waktu hamil, kekurangan asam folat.

3.     Radiasi

4.     Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.

5.     Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi Rubella dan Sifilis, toxoplasmosis dan klamidia

6.     Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat toksisitas selama kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi penitonin

7.     Multifaktoral dan mutasi genetic

8.     Diplasia ektodermal



C.     Patofisiologi

        Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak terbentuknya mesoderm, pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (proses nasalis dan maksilaris) pecah kembali.

        Labioskizis terjadi akibat fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis medial yang diikuti disfusi kedua bibir, rahang, dan palatum pada garis tengah dan kegagalan fusi septum nasi. Gangguan fusi palatum durum serta palatum mole terjadi sekitar kehamilan ke-7 sampai 12 mgg

D.    Klasifikasi

1. Berdasarkan organ yang terlibat

a. Celah di bibir (labioskizis)

b. Celah di gusi (gnatoskizis)

c. Celah di langit (palatoskizis)

d. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ mis = terjadi di bibir dan langit-langit (labiopalatoskizis)

2. Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk

    Tingkat kelainan bibr sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :

a. Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.

b. Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.

c. Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.



E.     GEJALA DAN TANDA

Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu :

1.  Terjadi pemisahan langit – langit

2.  Terjadi pemisahan bibir

3.  Terjadi pemisahan bibir dan langit – langit.

4.  Infeksi telinga berulang.

5.  Berat badan tidak bertambah.

6.  Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarny air susu dari hidung.



F.      DIAGNOSIS

Untuk mendiagnosa terjadi celah sumbing pada bayi setelah lahir mudah karena pada celah sumbing mempunyai ciri fisik yang spesifik. Sebetulnya ada pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengetahui keadaan janin apakah terjadi kelainan atau idak. Walaupun pemeriksaan ini tidak sepenuhya spesifik. Ibu hamil dapat memeriksakan kandungannya dengan menggunakaan USG.



G.    Komplikasi

Keadaan kelaianan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa komplikasi karenannya, yaitu ;

1. Kesulitan makan; dalami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti dengan celah palatum. memerlukan penanganan khusus seperti dot khusus, posisi makan yang benar dan juga kesabaran dalam memberi makan pada bayi bibir sumbing

 2. Infeksi telinga dan hilangnya Dikarenakan tidak berfungsi dengan baik saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan kerongkongan dan jika tidak segera diatasi makan akan kehilangan pendengaran.

3.  Kesulitan berbicara. Otot – otot untuk berbicara mengalami penurunan fungsi karena adanya celah. Hal ini dapat mengganggu pola berbicara bahkan dapat menghambatnya

4. Masalah gigi. Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak tumbuh, sehingga perlu perawatan dan penanganan khusus.

H.    PENATALAKSANAAN

Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini dilakukan setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral pada saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk melakukan operasi bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh (rules of Ten)yaitu, Berat badan bayi minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan usianya minimal 10 minggu dan kadar leukosit minimal 10.000/ui.

1.  Perawatan

a. Menyusu ibu

   Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi dengan bibir sumbing tidak menghambat pengahisapan susu ibu. Ibu dapat mencoba sedikit menekan payudara untuk mengeluarkan susu. Dapat juga mnggunakan pompa payudara untuk mengeluarkan susu dan memberikannya kepada bayi dengan menggunakan botol setelah dioperasi, karena bayi tidak menyusu sampai 6 mgg

b. Menggunakan alat khusus

m      Dot domba

   Karena udara bocor disekitar sumbing dan makanan dimuntahkan melalui hidung, bayi tersebut lebih baik diberi makan dengan dot yang diberi pegangan yang menutupi sumbing, suatu dot domba (dot yang besar, ujung halus dengan lubang besar), atau hanya dot biasa dengan lubang besar.

m      Botol peras

    Dengan memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di bagian belakang mulut hingga dapat dihisap bayi

m      Ortodonsi

    Pemberian plat/ dibuat okulator untuk menutup sementara celah palatum agar memudahkan pemberian minum dan sekaligus mengurangi deformitas palatum sebelum dapat dilakukan tindakan bedah definitive


c. Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian sisi atau belakang lidah bayi

d. Tepuk-tepuk punggung bayi berkali-kali karena cenderung untuk menelan banyak udara

e. Periksalah bagian bawah hidung dengan teratur, kadang-kadang luka terbentuk pada bagian pemisah lobang hidung

f.  Suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu. Jika hal ini terjadi arahkan dot ke bagian sisi mulut untuk memberikan kesempatan pada kulit yang lembut tersebut untuk sembuh

g. Setelah siap menyusu, perlahan-lahan bersihkan daerah sumbing dengan alat berujung kapas yang dicelupkan dala hydrogen peroksida setengah kuat atau air

2.  Pengobatan

a.      Dilakukan bedah elektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Bayi akan memperoleh operasi untuk memperbaiki kelainan, tetapi waktu yang tepat untuk operasi tersebut bervariasi.

b.      Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria rule often yaitu umur > 10 mgg, BB > 10 pon/ 5 Kg, Hb > 10 gr/dl, leukosit > 10.000/ui

c.      Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan/palatoplasti dikerjakan sedini mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mampu bicara lengkap seingga pusat bicara otak belum membentuk cara bicara. Pada umur 8-9 tahun dilaksanakan tindakan operasi penambahan tulang pada celah alveolus/maxilla untuk memungkinkan ahli ortodensi mengatur pertumbuhan gigi dikanan dan kiri celah supaya normal.

d.     Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjakan setelah pertumbuhan tulang-tulang muka mendeteksi selesai.

e.      Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak memiliki “kerusakan horseshoe” yang lbar. Dalam hal ini, suatu kontur seperti balon bicara ditempl pada bagian belakang gigi geligi menutupi nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih baik.

f.       Anak tersebut juga membutuhkan terapi bicara, karena langit-langit sangat penting untuk pembentukan bicara, perubahan struktur, juag pada sumbing yamh telah diperbaik, dapat mempengaruhi pola bicar secara permanen.



Perinsip perawatan secara umum;

1.      lahir ; bantuan pernafasan dan pemasangan NGT (Naso Gastric Tube) bila perlu untuk membantu masuknya makanan kedalam lambung.

2.      umur 1 minggu; pembuatan feeding plate untuk membantu menutup langit-langit dan mengarahkan pertumbuhan, pemberian dot khusus.

3.      umur 3 bulan; labioplasty atau tindakan operasi untuk bibir, alanasi (untuk hidung) dan evaluasi telingga.

4.      umur 18 bulan - 2 tahun; palathoplasty; tindakan operasi langit-langit bila terdapat sumbing pada langit-langit.

5.      Umur 4 tahun : dipertimbangkan repalatorapy atau pharingoplasty.

6.      umur 6 tahun; evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran.

7.      umur 11 tahun; alveolar bone graft augmentation (cangkok tulang pada pinggir alveolar untuk memberikan jalan bagi gigi caninus). perawatan otthodontis.

8.      umur 12-13 tahun; final touch; perbaikan-perbaikan bila diperlukan.

9.      umur 17-18 tahun; orthognatik surgery bila perlu.




ATRESIA ESOFAGUS

A.    Pengertian

m      Esofagus/kerongkongan yang tidak terbentuk secara sempurna, kerongkongan menyempit dan buntu tidak tersambung dengan lambung sebagaimana mestinya.

m      Atresia esophagus adalah tidak adanya kesinambungan esophagus secara congenital umumnya disertai fistula trakheo esophageal dan ditandai dengan salvias (pengeluaran air liur) berlebihan, tercekik, muntah bila makan, Cyanosis, dan dyspnea.

m      Atresia esofagus merupakan suatu kelainan bawaan pada saluran pencernaan yang diseababkan karena penyumbatan bagian proksimal esofagus sedangkan bagian distal berhubungan dengan trakea.



B.     Etiologi

m      Beberapa etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelaianan kongenital atresia esofagus    :

1.     Faktor obat; Salah satu obat yang diketahui dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomine

2.     Faktor radiasi; Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janian yang dapat mengakibatkan mutasi pada gen.

3.     Faktor gizi; Penyelidikan menunjukan bahwa frekuensi kelainan congenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan  


C.     Patofisiologi

Secara epidemiologi anomaly ini terjadi pada umur kehamilan 3-6 minggu akibat =

1.     Diferensiasi usus depan yang tidak sempurna dalam memisahkan diri untuk masing-masing menjadi esophagus dan trekea

2.     Perkembangan sel endoteral yang tidak lengkap sehingga menyebabkan terjadinya atresia

3.     Perlekatan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga terjadi fistula trekeo esophagus. Faktor genetic tidak berperan dalam patogenesis ini


D.    Klasifikasi

1.  Tipe A = 87 %

Segmen bagian atas esophagus berakhir dikantong, segmen bagian bawah berhubungan trachea melalui fistula, karena berhubungan dengan trachea maka berbahaya, bisa tersedak dan sesak nafas
Posted: 1/14/2009 at 08:01     Read 5333 times | 0 comments | Leave Comment



            
           
           




Asuhan Keperawatan Blepharitis


Blepharitis


 
Seperti juga bagian tubuh lain, mata bisa mengalami radang. Blepharitis, salah satunya. Menurut Prof dr Rowena G. Hoesin SpM(K) MARS, blepharitis adalah radang pada tepi kelopak mata, pangkal bulu mata.

"Blepharitis timbul jika mata lembap dan ada jamur. Akibatnya, mata terasa gatal. Tapi, jangan digaruk agar tak menimbulkan lecet dan perih," terangnya.

Ditambahkan dr Izmi Zuhria SpM dari Poli Mata RSU dr Soetomo, blepharitis juga bisa disebabkan oleh bakteri, alergi, atau virus. Blepharitis menimbulkan rasa panas, gatal, ngeres (seperti ada benda asing), dan krusta (terlihat seperti bintik putih) menumpuk pada pangkal bulu mata. "Blepharitis karena alergi bisa disebabkan pemakaian kosmetik," tutur Izmi.

Karena itu, timpal dr Moegiono M. Oetomo SpM, pemakaian maskara sebaiknya tidak bergantian dengan orang lain. "Bulu mata palsu juga harus higienis. Pilih kosmetik yang sesuai sehingga tidak menimbulkan alergi," ucapnya.

Radang tersebut juga bisa disebabkan penyumbatan muara kelenjar meibum, terutama pada orang tua. Kelenjar meibum menghasilkan lipid (lemak). Jika teriritasi, produksi lipid akan terganggu. Padahal, lipid merupakan lapisan terluar air mata yang dapat mencegah penguapan air mata. Jika tidak ada lipid, air mata akan mudah menguap dan kering.

Mengatasinya? Menurut Rowena, disesuaikan dengan penyebabnya. "Jika penyebabnya bakteri, diobati dengan antibiotik. Kalau jamur, ya diobati dengan antijamur," ujar kepala divisi okuloplasti dan rekonstruksi Universitas Airlangga tersebut. Diingatkan, pengobatan harus dengan pengawasan dan sesuai anjuran dokter.

Untuk menghilangkan krusta, Izmi menyarankan kompres dengan air hangat dan shampooing dengan yang sampo noniritasi. Sampo bayi yang telah dicampur air diusapkan perlahan pada tepi kelopak mata atas dan bawah. Bintik putih akan menghilang dalam jangka waktu tertentu, bergantung perawatan.
(war/soe 
Blepharitis radang Kelopak mata

Blepharitis
(Radang kelopak mata)

Bab I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Blefaritis adalah radang pada kelopak mata. sering mengenai bagian kelopak mata dan tepi kelopak mata. Pada beberapa kasus disertai tukak atau tidak pada tepi kelopak mata. bisanya melibatkan folikel dan kelenjar rambut. Blefaritis ditandai dengan pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar di dekat kelopak mata yang merupakan lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di kulit.1
Biasanya orang sering menganggap kelelahan pada mata, atau mata yang berpasir, dan terasa silau dan tidak nyaman bila terkena sinar matahari atau pada saat berada pada lingkungan yang berasap, memberikan gambaran berupa mata merah, dan seperti ada benda asing di dalam mata.2
Blefaritis biasanya dilaporkan sekitar 5% dari keseluruhan penyakit mata yang ada pada rumah sakit (sekitar 2-5% penyakit blefaritis ini dilaporkan sebagai penyakit penyerta pada penyakit mata). Blefaritis lebih sering muncul pada usia tua tapi dapat terjadi pada semua umur. [Manners, 1997] 4
Blefaritis dapat disebabkan infeksi dan alergi biasanya berjalan kronis atau menahun. Blefaritis alergi biasanya berasal dari debu, asap, bahan kimia iritatif, dan bahan kosmetik. Infeksi kelopak mata dapat disebabkan kuman streptococcus alfa atau beta, pneumococcus, dan pseudomonas. Di kenal bentuk blefaritis skuamosa, blefaritis ulseratif, dan blefaritis angularis.3
Gejala umum pada blefaritis adalah kelopak mata merah, bengkak, sakit, eksudat lengket dan epiforia. blefaritis biasanya terjadi kolonisasi bakteri pada mata. Hal ini mengakibatkan invasi mikrobakteri secara langsung pada jaringan ,kerusakan sistem imun atau kerusakan yang disebabkan oleh produksi toksin bakteri , sisa buangan dan enzim. Kolonisasi dari tepi kelopak mata dapat ditingkatkan dengan adanya dermatitis seboroik dan kelainan fungsi kelenjar meibom.1
Dalam banyak kasus, Kebersihan dan rajin membersihkan kelopak mata bisa mencegah blefaritis. Termasuk sering keramas dan mencuci muka. Pada beberapa kasus yang disebabkan karena bakteri, penggunaan antibiotic dapat digantikan dengan hanya menjaga kebersihan kelopak mata. Pentinganya membersihkan kelopak mata sebelum tidur, karena proses infeksi terjadi saat sedang tidur.
Blefaritis sering disertai dengan konjungtivitis dan keratitis. Biasanya blefaritis sebelum diobati dibersihkan dengan garam fisiologik hangat, dan kemudian diberikan antibiotik yang sesuia. Penyulit blefaritis yang dapat timbul adalah konjungtivitis, keratitis, hordeolum, kalazoin, dan madarosis. blefaritis yang kronis biasanya sulit disembuhkan, meski membuat tidak nyaman dan menjadikan mata terlihat kotor, namun blefaritis tidak menyebabkan kerusakan permanen pada organ penglihatan.1,3,6


1.2 TUJUAN
Tujuan umum : untuk lebih mengetahui dan memberikan gambaan secara lebih dalam mengenai blefaritis, meliputi definisi, epidemiologi, klasifikasi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik serta penatalaksanaannya.
Tujuan khusus : sebagai salah satu syarat dalam kepaniteraan klinik ilmu penyakit mata di RSPAD Gatot Soebroto, serta untuk menambah pengetahuan penulis maupun pembaca tentang kalazion.



Bab II
TINJAUAN PUSATAKA
II.1. ANATOMI
Kelopak mempunyai lapisan kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea serta menyebarkan film air mata yang telah di produksi ini ke konjungtiva dan kornea. Palpebra merupakan alat penutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan mata, karena kelopak mata juga berfungsi untuk menyebarkan film air mata ke konjungtiva dan kornea. 1,7

Gambar 1 : anatomi kelopak mata
Pada kelopak terdapat bagian-bagian :
• Satu lapisan permukaan kulit. Tipis dan halus, dihubungkan oleh jaringan ikat yang halus dengan ototyang ada dibawahnya, sehingga kulit dengan mudah dapat digerakkan dari dasarnya. Dengan demikian, maka edema dan perdarahan mudah terkumpul disini, sehingga menimbulkan pembengkakan palpebra. Dikulit ini pun terdapat kelenjar keringat Zeisdan Moll, rambut seperti pada bagian tubuh yang lain.
• Kelenjar seperti kelenjar sebasea, kelenjar moll atau kelenjar keringat, kelenjar zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar meibom pada tarsus dan bermuara pada tepi kelopak mata.
• Otot seperti :
o M. Orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. M. Orbikularis berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi N. fasial.
o M. riolani. Otot yang ada di pinggir kelopak mata. Bersamaan dengan M. orbikularis okuli berfungsi untuk menutup mata
o M. Levator palpebra berjalan kearah kelopak mata atas dan berinsersi pada lempeng tarsal. Otot ini dipersarafi oleh saraf ketiga (okulomotor). Kerusakan pada saraf ini atau perubahan-perubahan pada usia tua menyebabkan jatuhnya kelopak mata (ptosis). berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau membuka mata.
o M. Mulleri, terletak di bawah tendon dari M levator palpebra. Inervasi diurus oleh saraf simpatis, guna M. Levator palbebra dan M. Mulleri untuk mengangkat palpebra.
• Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan yang rapat dengan sedikit jaringan elastin. Gunanya untuk memberi bentuk kepada palpebra. Tarsus superior lebih besar dari tarsus inferior didalamnya terdapat kelenjar sebasea dan meiborm sebanyak kuang lebih 20 buah, yang tampak membayang sebagai garis-garis kekuningan berjajar dibawah konjungtiva dan mengeluarkan isinya di margo palpebra superior dan inferior pada waktu mengedip, sehingga air mata tidak dapat meleleh ke pipi. Di medial dan lateral, tarsus selalu membentuk ligamentum tarsalis medialis dan lateralis yang melekat pada pinggir orbita. 8

II.2. PATOFISIOLOGI

Gambar 2 : Radang pada kelopak mata (1) and the radang pada bulu mata (2). Menjaga kebersihan kelopak bisa menghindari blefaritis
Patofisiologi blefaritis biasanya terjadi kolonisasi bakteri pada mata karena adanya pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar di dekat kelopak mata yang merupakan lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di kulit. Hal ini mengakibatkan invasi mikrobakteri secara langsung pada jaringan pada sekitar kelopak mata, mengakibatkan kerusakan sistem imun atau terjadi kerusakan yang disebabkan oleh produksi toksin bakteri , sisa buangan dan enzim. Kolonisasi dari tepi kelopak mata dapat diperberat dengan adanya dermatitis seboroik dan kelainan fungsi kelenjar meibom.1


II.3. ETIOLOGI
Blefaritis dapat disebabkan infeksi staphylococcus, dermatitis seboroik, gangguan kelenjar meibom, atau gabungan dari ketiganya. Blefaritis anterior biasanya disebabkan karena infeksi staphylococcus atau dermatitis seboroik yang menyerang bulu mata. Pada infeksi staphylococcus aureus, didapatkan pada 50% pada pasien yang menderita blefaritis, tapi hanya 10% orang yang tidak memberikan gejala blefaritis namun ditemukan bakteri staphylococcus.8 Infeksi staphylococcus epidermidis, didapatkan sekitar 95% pasien.blefarits seboroik serupa dengan dermatitis seboroik, dan posterior blefaritis (meibomian blefaritis) disebabkan gangguan kerja kelenjar meibom.
Kelenjar meibom yang ada sepanjang batas kelopak mata, dibelakang batas bulu mata, kelenjar ini menghasilkan minyak ke kornea dan konjungtiva. Kelenjar ini disekresikan dari lapisan luar air mata, yang bisa menghambat penguapan air mata, dan membuat permukaan mata menjadi tetap halus, dan membantu menjaga struktur dan keadaan mata. Sekresi protein pada pasien yang menderita kelainan kelenjar meibom berbeda komposisi dan kuantitas dari orang dengan mata normal. Ini menjelaskan kenapa pada pasien dengan kelainan kelenjar meibom jarang menderita sindrom mata kering. Kelenjar meibom berasal dari glandula sebasea.



Gambar 3. Blefaritis karena staphylococcus.
Dermatitis seboroik dan rosesea keduanya mempengaruhi glandula sebassea. Pada dermatitis seboroik, glandula sebasea memproduksi secret berlebihan. Sedangkan pada rosea glandula sebasea dihambat dan sekresi ke kulit. Ini menjelaskan hubungan ganguan kelenjar meibom dengan dermatitis seboroik dan rosea. 5


II.4. FREKUENSI DAN INSIDEN
Pada 5% ari total jumlah penykit mata yang dilaporkan pada rumah sakit ( sekirtar 2-5% berasal dari konsultasi pasien yang punya kaitan dengan penyakit mata)10 . Berikut ini tabel insidensi Blefaritis menurut WHO.
Tipe blepharitis Hubungan dengan :
Sex Usia, rata2 usia Dry eye syndrome
Staphylococcal blepharitis Meibomian blepharitis About 42 years About 50%
Seborrhoeic blepharitis Equally common in men and women About 50 years About 33%
Meibomian blepharitis Equally common in men and women About 50 years 20–40%
data didapat dari Miller, K.V., Odufuwa, T.O.B., Liew, G. and Anderson, K.L. (2005) Interventions for blepharitis (Cochrane Protocol). Issue 4. John Wiley & Sons, Ltd. www.thecochranelibrary.com [Accessed: 12/12/2007]
Tabel 1 : Insidensi blefaritis menurut WHO
Blefaritis staphylococcal sering terjadi pada wanita pada usia rata-rata 42 tahun dan biasanya disertai dengan mata kering pada 50% kasus, blefaritis seboroik umumnya terjadi pada pria dan wanita pada rata-rata usia 50 tahun dan disertai mata kering pada 33% kasus, sedangkan pada blefaritis meibom juga umum terjadi pada pria dan wanita pada usia rata-rata 50 tahun, dan disertai syndrom mata kering sekitar 20-40% .5


II.5. KLASIFIKASI
BLEFARITIS BAKTERIAL


1. Blefaritis superfisial 1
Bila infeksi kelopak superfisial disebabkan oleh staphylococcus maka pengobatan yang terbaik adalah dengan salep antibiotik seperti sulfasetamid dan sulfisolksazol. Sebelum pemberian antibiotik krusta diangkat dengan kapas basah. Bila terjadi blefaritis menahun maka dilakukan penekanan manual kelenjar Meibom untuk mengeluarkan nanah dari kelenjar Meibom (Meibormianitis), yang biasanya menyertai.
2. Blefaritis Seboroik1

Gambar 4. Blefaritis seboroik
Blefaritis sebore biasanya terjadi pada laki-laki usia lanjut (50 Tahun), dengan keluhan mata kotor, panas dan rasa kelilipan. Gejalanya adalah sekret yang keluar dari kelenjar Meiborn, air mata berbusa pada kantus lateral, hiperemia dan hipertropi papil pada konjungtiva. Pada kelopak dapat terbentuk kalazion, hordeolum, madarosis, poliosis dan jaringan keropeng.
Blefaritis seboroik merupakan peradangan menahun yang sukar penanganannya. Pengobatannya adalah dengan memperbaiki kebersihan dan membersihkan kelopak dari kotoran. Dilakukan pembersihan dengan kapas lidi hangat. Kompres hangat selama 5-10 menit. Kelenjar Meibom ditekan dan dibersihkan dengan shampoo bayi. Penyulit yang dapat timbul berupa flikten, keratitis marginal, tukak kornea, vaskularisasi, hordeolum dan madarosis.
3. Blefaritis Skuamosa1

Gambar 5. Blefaritis skuamosa
Blefaritis skuamosa adalah blefaritis disertai terdapatnya skuama atau krusta pada pangkal bulu mata yang bila dikupas tidak mengakibatkan terjadinya luka kulit. Merupakan peradangan tepi kelopak terutama yang mengenai kulit di daerah akar bulu mata dan sering terdapat pada orang yang berambut minyak. Blefaritis ini berjalan bersama dermatitik seboroik.
Penyebab blefaritis skuamosa adalah kelainan metabolik ataupun oleh jamur. Pasien dengan blefaritis skuamosa akan terasa panas dan gatal. Pada blefaritis skuamosa terdapat sisik berwarna halus-halus dan penebalan margo palpebra disertai madarosis. Sisik ini mudah dikupas dari dasarnya mengakibatkan perdarahan.
Pengobatan blefaritis skuamosa ialah dengan membersihkan tepi kelopak dengan shampoo bayi, salep mata, dan steroid setempat disertai dengan memperbaiki metabolisme pasien. Penyulit yang dapat terjadi pada blefaritis skuamosa adalah keratitis, konjungtivitis.


4. Blefaritis Ulseratif. 1
Merupakan peradangan tepi kelopak atau blefaritis dengan tukak akibat infeksi staphylococcus. Pada blefaritis ulseratif terdapat keropeng berwarna kekunung-kuningan yang bila diangkat akan terlihat ulkus yang yang kecil dan mengeluarkan dfarah di sekitar bulu mata. Pada blewfaritis ulseratif skuama yang terbentuk bersifat kering dan keras, yang bila diangkat akan luka dengan disertai perdarahan. Penyakit bersifat sangat infeksius. Ulserasi berjalan lebih lanjut dan lebih dalam dan merusak folikel rambut sehingga mengakibatkan rontok (madarosis).
Pengobatan dengan antibiotik dan higiene yang baik. Pengobatan pada blefaritis ulseratif dapat dengan sulfasetamid, gentamisin atau basitrasin. Biasanya disebabkan stafilokok maka diberi obat staphylococcus. Apabila ulseratif luas pengobatan harus ditambah antibiotik sistemik dan diberi roboransia.
Penyulit adalah madarosis akibat ulserasi berjalan lanjut yang merusak folikel rambut, trikiasis, keratitis superfisial, keratitis pungtata, hordeolum dan kalazion. Bila ulkus kelopak ini sembuh maka akan terjadi tarikan jaringan parut yang juga dapat berakibat trikiasis.




5. Blefaritis angularis. 1
Blefaritis angularis merupakan infeksi staphylococcus pada tepi kelopak di sudut kelopak atau kantus. Blefaritis angularis yang mengenai sudut kelopak mata (kantus eksternus dan internus) sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi puntum lakrimal. Blefariris angularis disebabkan Staphylococcus aureus. Biasanya kelainan ini bersifat rekuren.
Blefaritis angularis diobati dengan sulfa, tetrasiklin dan Seng sulfat. Penyulit pada pungtum lakrimal bagian medial sudut mata yang akan menyumbat duktus lakrimal.
6. Meibomianitis. 1

Gambar 6. meibomianitis
Merupakan infeksi pada kelenjar Meibom yang akan mengakibatkan tanda peradangan lokal pada kelenjar tersebut. Meibomianitis menahun perlu pengobatan kompres hangat, penekanan dan pengeluaran nanah dari dalam berulang kali disertai antibiotik lokal.
BLEFARITIS VIRUS


1. Herpes zoster
Virus herpes zoster dapat memberikan infeksi pada ganglion gaseri saraftrigeminus. Biasanya herpes zoster akan mengenai orang dengan usia lanjut. Bila yang terkena ganglion cabang oftalmik maka akan terlihat gejala-gejala herpes zoster pada mata dan kelopak mata atas.
Gejala tidak akan melampaui garis median kepala dengan tanda-tanda yang terlihat pad mata adalah rasa sakit pada daerah yang terkena dan badan berasa demam. Pada kelopak mata terlihat vesikel dan infiltrat pada kornea bila mata terkena. Lesi vesikel pada cabang oftalmik saraf trigeminus superfisial merupakan gejala yang khusus pada infeksi herpes zoster mata.


2. Herpes simplek
Vesikel kecil dikelilingi eritema yang dapat didertai dengan keadaan yang sama pada bibir merupakan tanda herpes simpleks kelopak. Dikenal bentuk blefaritis simpleks yang merupakan radang tepi kelopak ringan dengan terbentuknya krusta kuning basah pada tepi bulu mata,yang mengakibatkan kedua kelopak lengket.


BLEFARTIS JAMUR
1. Infeksi superficial
2. Infeksi jamur dalam
3. Blefaritis pedikulosis.


Gambar 7. Blefaritis pedikulosis
Kadang-kadang pada penderita dengan hygiene yang buruk akan dapat bersarang tuma atau kutu pada pangkal silia di daerah margo palpebra.
II.6. GAMBARAN KLINIK

Gambar 8 : gejala blefaritis berupa rontok bulu mata
Gejala :
1. Blefaritis menyebabkan kemerahan dan penebalan, bisa juga terbentuk sisik dan keropeng atau luka terbuka yang dangkal pada kelopak mata.
2. Blefaritis bisa menyebabkan penderita merasa ada sesuatu di matanya. Mata dan kelopak mata terasa gatal, panas dan menjadi merah. Bisa terjadi pembengkakan kelopak mata dan beberapa helai bulu mata rontok.
3. Mata menjadi merah, berair dan peka terhadap cahaya terang.
Bisa terbentuk keropeng yang melekat erat pada tepi kelopak mata; jika keropeng dilepaskan, bisa terjadi perdarahan. Selama tidur, sekresi mata mengering sehingga ketika bangun kelopak mata sukar dibuka.
Tanda :
1. Skuama pada tepi kelopak
2. Jumlah bulu mata berkurang
3. Obstruksi dan sumbatan duktus meibom
4. Sekresi Meibom keruh
5. Injeksi pada tepi kelopak
6. Abnormalitas film air mata

II.7. DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan kelopak mata. Banyak kasus blefaritis dapat di diagnose dengan menanyakan tentang tanda, dan melakukan pemeriksaan mata serta memeriksa adakah penyakit yang bisa mendukung seperti dermatitis seboroik dan rosea.
Pemeriksaan
Pada blefaritis, tepi kelopak merah inflamasi dan krusta, penemuan kondisi baru mengindikasikan tipe blefaritis dan membantu pada pengobatan. Akan tetapi, blefaritis dapat ditemukan pada bebagai tipe, dan pada keadaan klinis tidak berbeda jauh dengan tipe yang ada. Ciri dari berbagai tipe blefaritis dibahas seperti pada table 1 dibawah ini.
Blefaritis seboroik, gejalanya adalah:
Batas anterior kelopak mata : eritema, udem, dan telangiektasis dari batas kelopak, perubahan batas kelopak merupakan tanda karena blefaritis staphylococcus. Bulu mata : mudah rontok, kulit berminyak. Ditemukan tanda seboroik pada tempat lainnya (kulit kepala, dibelakang daun telinga, dalam saluran liang telinga luar, diantara alis dan sepanjang siku dan lutut,lengan kaki dan pangkal paha.
Blefaritis staphylococcus, gejalanya adalah ;
Di bagian anterior kelopak mata : merah dan sering didapatkan pada kasus berat.bengkak, ulkus, telangiektasis, (dilatasi pembuluh darah superficial) bulu mata : kulit yang mengelupas dan rapuh, dapat ditemukan bentuk kolaret disekitar bulu mata, bulu mata mengarah ke dalam mata, hipopigmentasi, rontok bulu mata.
Blefariti posterior (meibomian blefaritis) :
Dilatasi kelenjar meibom, atau tampak obstruksi, telangiektasis, ditemukan dermatitis seboroik pada tempat lain.

Table 2. ciri-ciri khusus pada berbagi tipe blefaritis.
Cirri-ciri Batas anterior kelopak mata Batas posterior kelopak mata
Blefaritis staphylococcus Blefaritis seboroik Bleraitis Meibomian
Kelopak mata anterior
Bulu mata rontok Sering jarang Tdk biasa terjadi
Bulu mata mengarah ke mata sering Jarang Terjadi pada pnyakit kronis
Pemukaan Kelopak kering berminyak Ada lapisan protein yang berbuih
Ulkus kelopak mata Sering pada serangan akut - -
Kelopak mata keriput Mungkin terjadi - Terjadi pada pnyakit kronis
Kelopak mata posterior
kalazion rare rare Sering lebih dari 1
hordeolum Mungkin terjadi - -
mata
konjungtiva Injeksi ringan sampai berat Injeksi ringan Injeksi ringan sampai berat, reaksi pailary konjungtiva tarsal
kornea Cacat epitel kornea (+) Biasanya tidak terjadi cacat epitel Cacat epitel kornea (+)
Kekeringan air mata sering sering sering
Hubungan dengan penyakit kulit
Penyakit kuli Ectopic eczema (jarang) Dermatitis seboroik Dermatitis seboroik, dan rosea



II.8.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnose banding dari blefaritis adalah 11:
1. Squamous sel, Basal cell, or sebaceous cell carcinoma of the eyelid margin.
2. Dermatitis (contohnya dermatitis kontak, dermatitis atopic)
3. Infection (contohnya impetigo).

II.9.PENGOBATAN
Pengobatan tergantung dari jenis blefaritisnya, namun kunci dari smua jenis blefaritis adalah menjaga kebersihan kelopak mata dan menghindarkan dari kerak. Mengurangi dan menghentikan penguunaan bedak atau kosmetik saat dalam proses penyembuhan blefaritis sangat dianjurkan, karena jika kosmetik tetap digunakan maka akan sulit untuk menjaga kelopak mata tetap bersih.
Kompres dengan air hangat untuk menguragi kerak. Disarankan mengunakan bahan pembersi yang lembut dengan campuran air dan shampoo bayi atau dengan menggunakan produk pembersih kelopak mata. Pada kasus yang disebabkan infeksi bakteri, antibiotic juga dianjurkan untuk digunakan.untuk membantu membasmi bakteri terkadang diberikan salep antibiotic (misalnya erythromicyn atau sulfacetamide) atau antibiotic per-oral (misalnya tetracycline). Jika terdapat dermatitis seboroik, harus diobati terlebih dulu. Jika terdapat kutu, bisa dihilangkan dengan mengoleskan jeli petroleum pada dasar bulu mata. 12
Jika kelenjar kelopak mata tersumbat, maka perlu dilakukan pemijitan pada kelopak mata untuk mengeluarkan sisa minyak yang mengumpul sehingga bisa menghambat aliran kelenjar kelopak mata. Cairan air mata buatan atau minyak pelembut bisa disarankan pada beberapa kasus. Menggunakan shampoo anti ketombe pada kulit kepala bisa membantu. Jika pasien menggunakan lensa kontak, sebaiknya disarankan untuk menghentikan pemakaiannya terlebih dahulu selama proses pengobatan.
Pada beberapa kasus blefaritis memerlukan pengobatan yang kompleks. Blefaritis tidak dapat disembuhkan secara sempurna, meski pengobatan telah berhasil, kemungkinan kembali terserang penyakit ini sangat mungkin terjadi. 11


II.10. KOMPLIKASI 4
komplikasi yang berat karena blefaritis jarang terjadi. Komplikasi yang paling sering terjadi pada pasien yang menggunakan lensa kontak. Mungkin sebaiknya disarankanuntuk sementara waktu menggunakan alat bantu lain seperti kaca mata sampai gejala blefaritis benar-benar sudah hilang.
Syndrome mata kering.
Adalahkomplikasi yang paling sering terjaddi pada blefaritis. Syndrome mata kering atau biasa juga ketahui sebagai keratokonjungtivis sica) adalah kondisi dimana mata pasien tidak bisa memproduksi air mata yang cukup, atau air mata menguap terlalu cepat. Ini bisa menyebabkan mata kekurangan air dan menjadi meradang. Syndrome mata kering dapat terjadi karena dipengaruhi gejala blefaritis, dermatitis seboroik, dan dermatitis rosea, namun dapat juga disebabkan karena kualitas air mata yang kurang baik.
Gejalanya ditandai dengan nyeri, atau kering, sekitar mata, dan ada yang menganjal di dalam mata dengan penglihatan yang buram. Semua gejala syndrome mata kerin ini dapat dihilangkan dengan baik denan menggunakan obat tetes mata yang mengandung cairan yang dibuat untuk bisa menggantikan air mata.obat tetes mata ini bisa didapatkan di apotek atau took oabat tanpa harus dengan mengunakan resep dokter.
Konjungtivitis.
Konjungtivitis adalah peradangan pada mata. Ini terjadi ketika ada bakteri di dalam kelopak mata . kondisi ini menyebabkan efek buruk pada penglihatan. Pada banyak kasus konjungtivitis akan hilang setelah dua atau tiga minggu tanpa perlu pengobatan. Antibiotic berupa obat tetes mata disarankan untuk megurangi gejala, atau untuk menghindari infeksi berulang. Akan tetapi, pada beberapa kasus masih didapatkan bahwa penggunaan antibiotic tetes tidak lebih cepat memperbaiki kondisi dibanding dengan menunggu sampai kondisi itu kembali lagi tanpa pengobatan apapun.
Kista meibom
Adalah pembengkakan yang terjadi pada kelopak mata. Ini bisa terjadi ketika salah satu kelenjar meibom meradang dan menyebabkan blefaritis.kista umumnya tanpa rasa sakit, kecuali jika disertai dengan infeksi, yang memerlukan antibiotic. Penggunaan kompres hangat untuk kista bisa membuat kista mengecil, akan tetapi kista itu sering menghilang dengansendirinya. Jika kista tetap ada, ini dapat dihilagakan dengan bedah sederhana dengan anastesi local.
Bintil pada kelopak mata
Bintil pada kelopak mata ini merupakan benjolan yang nyeri yang terbentuk di luar kelopak mata. Ini disebabkan karena infeksi bakteri pada folikel bulu mata (yang berlokasi di dasar bulu mata). Pada kasus ringan bisa disembuhkan dengan kompres Hangat pada daerah sekitar bintil. Namun pada kasus yang berat perlu diberikan antibiotic salep dan tablet.
II.11. PROGNOSIS
Meski bisa menyebabkan komplikasi dan terjadi kekambuhan namun blefaritis tidak menyebabkan kerusakan pandangan dan penglihatan.

Bab III
KESIMPULAN


Blefaritis adalah peradangan pada kelopak mata atau tepi kelopak mata yang ditandai denagn kelopak mata yang berminyak. Disebabkan karena bakteri jamur dan virus atau juga karena ganguan aliran kelanjar meibom pada kelopak mata. Blefaritis memberikan gejala mata menrah berair dan nyeri, rontok bulu mata.
Blefaritis sebenarnya bisa hilang tanpa pengobatan, Karena prinsip utama pengobatan blefaritis adalah kebersihan kelopak mata, namun untuk membantu mempercepat peneyembukan biasanya diberikan terapi khusus sesuai dengan penyebab blefaritis tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

1. Avisar, R., Savir, H., Deutsch, D. and Teller blepharitis, dikutip dari http://medicinestuffs.blogspot.com/2008/01/blefaritis.html article last update : 24 maret 2005, diambil tangal 7 agustus 2008
2.
Dougherty, J.M., McCulley, J.P., Silvany, R.E. and Meyer, D.R (1991) The role of tetracycline in chronic blepharitis. Inhibition of lipase production in staphylococci. Investigative Ophthalmology & Visual Science 32(11), 2970-2975. Dikutip dari http://www.goodhope.org.uk/departments/eyedept/blepharitis.html article last update : 1 agustus 2007, diambil tanggal 7 agustus 2008
3. Ilyas, Sidarta,Prof.dr.H. SpM. Ilmu penyakit Mata, FKUI, , 2002
4.
Manners, T. (1997) Managing eye conditions in general practice. British Medical Journal 315(7111), 816-817, Dikutip dari : http://www.cks.library.nhs.uk/blepharitis/view_whole_topic# article last update: 16 januari 2004, diambil tanggal 7 agustus 2008
5. Miller, K.V., Odufuwa, T.O.B., Liew, G. and Anderson, K.L. (2005) Interventions for blepharitis (Cochrane Protocol). Issue 4. John Wiley & Sons, Ltd. www.thecochranelibrary.com [Accessed: 12/12/2007]. [Free Full-text]
6. Papier, A., Tuttle, D.J. and Mahar, T.J. (2007) Differential diagnosis of the swollen red eyelid, dikutip dari: http://www.mayoclinic.com/health/blepharitis/DS00633 article last update 2007, diambil tanggal 8 agustus 2008
7. James, bruce.,chew, chris.,bron, Anthony. Lecture notes, Eirlangga medical series, edisi kesembilan, Jakarta,2002. Hal. 3-4.
8. wijana, S.D, Nana. Ilmu Penyakit Mata, edisi ketiga
9. Asano-Kato, N., Fukagawa, K., Takano, Y. et al. (2003) Treatment of atopic blepharitis by controlling eyelid skin water retention ability with ceramide gel application. British Journal of Ophthalmology 87(3), 362-363.
10. Miller, K.V., Odufuwa, T.O.B., Liew, G. and Anderson, K.L. (2005) Interventions for blepharitis (Cochrane Protocol). Issue 4. John Wiley & Sons, Ltd. www.thecochranelibrary.com [Accessed: 12/12/2007].
11. Seal, D.V., Wright, P., Ficker, L. et al. Chronic blepharitis , dikutip dari : http://www.aoa.org/Blepharitis.xml [Accessed: 12/12/2007]
12. http://www.indonesiaindonesia.com/f/13169-blefaritis/ 24-02-07, 09:26.
(Penulis adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran UPN Jakarta yang sedang coass di RS. Margono - Purwokerto/h.nur)

 



makalah askep sepsis neonatus

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Infeksi merupakan salah satu penyebab terpenting morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir. Sepsis berhubungan dengan angka kematian 13% - 50% dan kemungkinan morbiditas yang kuat pada bayi yang bertahan hidup. (Fanaroff & Martin, 1992). Infeksi pada neonatus di negeri kita masih merupakan masalah yang gawat. Di Jakarta terutama di RSCM, infeksi merupakan 10 – 15% dari morbidilitas perinatal.
Infeksi pada neonatus lebih sering di temukan pada BBLR. Infeksi lebih sering ditemukan pada bayi yang lahir di rumah sakit dibandingkan dengan bayi yang lahir di luar rumah sakit. Dalam hal ini tidak termasuk bayi yang lahir di luar rumah sakit dengan cara septik.
Sepsis neonatus, sepsis neonatorum, dan septikemia neonatus merupakan istilah yang telah digunakan untuk menggambarkan respon sistemik terhadap infeksi pada bayi baru lahir. Ada sedikit kesepakatan pada penggunaan istilah secara tepat, yaitu apakah harus dibatasi pada infeksi bakteri, biakan darah positif, atau keparahan sakit. Kini, ada pembahasan yang cukup banyak mengenai definisi sepsis yang tepat dalam kepustakaan perawatan kritis.

2. Tujuan

Ø  Untuk memenuhi tugas keperawatan anak.

Ø  Untuk mengetahui definisi tentang sepsis neonatorum.

Ø  Untuk mengetahui perjalanan penyakit dari sepsis neonatorum sehingga dapat
memunculkan masalah-masalah keperawatan.

Ø  Untuk mempelajari askep sepsis neonatorum.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1, Definisi
Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan lain. Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab daro 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki.
Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir, tetapi kebanyakan muncul dalamw aktu 72 jam setelah lahir.
Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit).
Sepsis adalah sindrome yang di karakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala- gejala infeksi yang parah, yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik. (Marilynn E. Doenges, 1999).
v  Sepsis adalah bakteri umum pada aliran darah. (Donna L. Wong, 2003).
v  Sepsis neonatorum atau septikemia neonatal didefinisi sebagai infeksi bakteri pada
aliran darah bayi selama empat minggu pertama kehidupan. (Bobak, 2004).
v  Sepsis adalah infeksi bakteri generalisata yang biasanya terjadi pada bulan pertama
  kehidupan. (Mary E. Muscari, 2005).
Neonatus sangat rentan karena respon imun yang belum sempurna. Angka mortalitas telah berkurang tapi insidennya tidak. Faktor resiko antara lain, prematuritas, prosedur invasif, penggunaan steroid untuk masalah paru kronis, dan pajanan nosokomial terhadap patogen. Antibodi dalam kolostrum sangant efeektif melawan bakteri gram negatif, oleh sebab itu, menyusui ASI memberi manfaat perlindungan terhadap infeksi.


2. Etiologi
Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri.
v  Bakteri escherichia koli
v  Streptococus group B
v  Stophylococus aureus
v  Enterococus
v  Listeria monocytogenes
v  Klepsiella
v  Entererobacter sp
v  Pseudemonas aeruginosa
v  Proteus sp
v  Organisme anaerobik
Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses kelahiran. Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur yang menjalani perawatan intensif rentan terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang belum berkembang dan mereka biasanya menjalani prosedur-prosedur invasif seperti infus jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan bernafas melalui selang yang dihubungkan dengan ventilator. Organisme yang normalnya hidup di permukaan kulit dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke dalam aliran darah melalui alat-alat seperti yang telah disebut di atas.
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia tersamar, yang bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke sepsis. Bakteriemia tersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi tidak ada sumber infeksi yang jelas. Tanda paling umum terjadinya bakteriemia tersamar adalah demam. Hampir satu per tiga dari semua bayi pada rentang usia ini mengalami demam tanpa adanya alasan yang jelas – dan penelitian menunjukkan bahwa 4% dari mereka akhirnya akan mengalami infeksi bakterial di dalam darah. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) menyebabkan sekitar 85% dari semua kasus bakteriemia tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun
Faktor- faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga kelompok, yaitu :
1. Faktor Maternal
v  Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.
v  Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun
v  Kurangnya perawatan prenatal.
v  Ketuban pecah dini (KPD)
v  Prosedur selama persalinan.
2. Faktor Neonatatal
v  Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.\
v  Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.
v  Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.

3. Faktor Lingkungan
v  ada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
v  Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.
v  Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.
v  Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh E.colli.
        Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara, yaitu :
  1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir.
 Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma.
  1. Pada masa intranatal atau saat persalinan.
 Infeksi saat persalinan terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis, Candida albican,dan N.gonorrea.
  1. Infeksi paska atau sesudah persalinan.
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal melalui alat- alat : penghisap lendir, selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus (AsriningS.,2003)
 Tanda dan Gejala
Gejala infeksi sepsis pada neonatus ditandai dengan:
  • Bayi tampak lesu
  • tidak kuat menghisap
  • denyut jantung lambat dan suhu tubuhnya turun-naik
  • gangguan pernafasan
  • kejang
  • jaundice (sakit kuning)
  • muntah
  • diare
  • perut kembung
 Faktor Risiko
v  Sepsis Dini
  • Kolonisasi maternal dalam GBS, infeksi fekal
  • Malnutrisi pada ibu
  • Prematuritas, BBLR
v  Sepsis Nosokomial
  • BBLR–>berhubungan dengan pertahanan imun
  • Nutrisi Parenteral total, pemberian makanan melalui selang
  • Pemberian antibiotik (superinfeksi dan infeksi organisme resisten)
3. Patofisiologi
Neonatus sangat rentan terhadap infeksi sebagai akibat rendahnya imunitas non spesifik (inflamasi) dan spesifik (humoral), seperti rendahnya fagositosis, keterlambatan respon kemotaksis, minimal atau tidak adanya imunoglobulin A dan imunoglobulin M (IgA dan IgM), dan rendahnya kadar komplemen.
Sepsis pada periode neonatal dapat diperoleh sebelum kelahiran melalui plasenta dari aliran darah maternal atau selama persalinan karena ingesti atau aspirasi cairan amnion yang terinfeksi.
Sepsis awal (kurang dari 3 hari) didapat dalam periode perinatal, infeksi dapat terjadi dari kontak langsung dengan organisme dari saluran gastrointestinal atau genitourinaria maternal. Organisme yang paling sering menginfeksi adalah streptokokus group B (GBS) dan escherichia coli, yang terdapat di vagina. GBS muncul sebagai mikroorganisme yang sangat virulen pada neonatus, dengan angka kematian tinggi (50%) pada bayi yang terkena Haemophilus influenzae dan stafilokoki koagulasi negatif juga sering terlihat pada awitan awal sepsis pada bayi BBLSR.
Sepsis lanjut (1 sampai 3 minggu setelah lahir) utamanya nosokomial, dan organisme yang menyerang biasanya stafilokoki, klebsiella, enterokoki, dan pseudomonas. Stafilokokus koagulasi negatif, baiasa ditemukan sebagai penyebab septikemia pada bayi BBLR dan BBLSR. Invasi bakterial dapat terjadi melalui tampatseperti puntung tali pusat, kulit, membran mukosa mata, hidung, faring, dan telinga, dan sistem internal seperti sistem respirasi, saraf, perkemihan, dan gastrointestinal.
Infeksi pascanatal didapat dari kontaminasi silang dengan bayi lain, personel, atau benda – benda dilingkungan. Bakteri sering ditemukan dalam sumber air, alat pelembab, pipa wastafel, mesin penghisap, kebanyakan peralatan respirasi, dan kateter vena dan arteri terpasang yang digunakan untuk infus, pengambilan sampel darah, pemantauan tanda vital. (Donna L. Wong, 2009).
Proses patofisiologi sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik.
Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium
perubahan ambilan dan penggunaan oksigen terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complemen cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskular coagulation (DIC) dan kematian.( Bobak, 2004).
Penderita dengan gangguan imun mempunyai peningkatan resiko untuk mendapatkan sepsis nosokomial yang serius. Manifestasi kardiopulmonal pada sepsis gram negatif dapat ditiru dengan injeksi endotoksin atau faktor nekrosis tumor (FNT). Hambatan kerja FNT oleh antibodi monoklonal anti-FNT sangat memperlemah manifestasi syok septik. Bila komponen dinding sel bakteri dilepaskan dalam aliran darah, sitokin teraktivasi, dan selanjutnya dapat menyebabkan kekacauan fisiologis lebih lanjut.Baik sendirian ataupun dalam kombinasi, produk-produk bakteri dan sitokin
proradang memicu respon fisiologis untuk menghentikan penyerbu (invader) mikroba. FNT dan mediator radang lain meningkatkan permeabilitas vaskuler, dan terjadinya ketidakseimbangan tonus vaskuler, dan terjadinya ketidakseimbangan antara perfusi dan kenaikan kebutuhan metabolik jaringan.
Syok didefinisikan dengan tekanan sistolik dibawah persentil ke-5 menurut umur atau didefinisikan dengan ekstremitas dingin. Pengisian kembali kapiler yanng terlambat (>2 detik) dipandang sebagai indikator yang dapat dipercaya pada penurunan perfusi perifer. Tekanan vaskuler perifer pada syok septik (panas) tetapi menjadi sangat naik pada syok yang lebih lanjut (dingin). Pada syok septik pemakaian oksigen jaringan melebihi pasokan oksigen. Ketidakseimbangan ini diakibatkan oleh vasodilatasi perifer pada awalnya, vasokonstriksi pada masa lanjut, depresi miokardium, hipotensi, insufisiensi ventilator, anemia. (Nelson, 1999).
Septisemia menunjukkan munculnya infeksi sistemik pada darah yang disebabkan oleh penggandaan mikroorganisme secara cepat atau zat-zat racunnya, yang dapat mengakibatkan perubahan psikologis yang sangat besar. Zat-zat patogen dapat berupa bakteri, jamur, virus, maupun riketsia. Penyebab yang paling umum dari septisemia adalah organisme gram negatif. Jika perlindungan tubuh tidak efektif dalam mengontrol invasi mikroorganisme, mungkin dapat terjadi syok septik, yang dikarakteristikkan
dengan perubahan hemodinamik, ketidakseimbangan fungsi seluler, dan kegagalan
sistem multipel. (Marilynn E. Doenges, 1999).



Pato flow
Melalui Air Ketuban         →          Bakteri             →                       Infeksi pada Ibu
↓                                                         ↓
Masuk kedalam tubuh janin                   meningitis,oesteomelitis
↓                                                ↓
Terjadinya Infeksi awal   .                          resiko infeksi
Infeksi/Kuman menyebar
Keseluruh tubuh janin
Hipotalamus                Organ Hati                  Organ pernafasan             SistemGastrointestinal
↓                               ↓                             ↓                                   ↓
Berespon menghasil    Erirtosit banyak           G3 sirkulasi O2                    Muntah, Diare
kan panas tubuh             Dilisis                          CO2                            Malas menghisap
↓                               ↓                              ↓                                     ↓
Hipertermia Fungsi tidak                Bayi akan sesak                   Gangguan Volume
Optimal                          ↓                           cairandan elektrolit
↓                Gangguan pola nafas
Hiperbilirubin
Jaundice (ikterif)
Ke Otak
Enselopati
Kemit ikterik(kejang)
resiko cedera

4. Manifestasi klinis

v  Umum : panas, hipotermia, tampak tidak sehat, malas minum, letargi, sklerema.

v  Saluran cerna : distensi abdomen, anoreksia (nafsu makan buruk), muntah, diare,
hepatomegali.

v  Saluran nafas : apneu, dispneu, takipneu, retraksi, nafas tidak teratur, merintih,
sianosis.

v  Sistem kardiovaskuler : pucat, sianosis, kutis marmorata, kulit lembab, hipotensi,
takikardia, bradikardia.
v  Sistem saraf pusat : iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, aktivitas menurun- letargi, koma, peningkatan atau penurunan tonus, gerakan mata abnormal, ubun- ubun membonjol.
v  Hematologi : pucat, ptekie, purpura, perdarahan, ikterus.

v  Sistem sirkulasi : pucat, sianosis, kulit dingin, hipotensi, edema, denyut jantung
tidak beraturan. (Kapita Selekta, 2000).

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
  1. Pemeriksaan mikrokopis maupun pembiaakan terhadap contoh darah air kemih, jika diduga suatu meningitis, maka dilakukan fungsi lumbal.
  2. Bila sindroma klinis mengarah ke sepsis, perlu dilakukan evaluasi sepsis secara menyeluruh. Hal ini termasuk biakan darah, fungsi lumbal, analisis dan kultur urin.
v  Leukositosis (>34.000×109/L)
v  Leukopenia (< 4.000x 109/L)
v  Netrofil muda 10%
v  Perbandingan netrofil immature(stab) dibanding total (stb+segmen)atau I/T ratio >0,2
v  Trombositopenia (< 100.000 x 109/L)
v  CRP >10mg /dl atau 2 SD dari normal
Factor-faktor pada masalah hematology:
v  Peningkatan kerentaan kapiler
v  Peningkatan kecenderungan perdarahan(kadar protrombin plasma rendah)
v  Perlambatan perkembangansel-sel darah merah
v    Peningkatan hemolisis
v  Kehilangan darah akibat uji  laboratorium yang sering dilakukan


6. PENATALAKSANAAN
  1. Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v  (dibagi 2 dosis untuk neonatus umur < 7 hari, untuk neonatus umur > 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu pemberian ? sampai 1 jam pelan-pelan).
  2. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine, lengkap, feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi lumbal dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos dada, pemeriksaan CRP kuantitatif).
  3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
  4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada hari ke-7.
  5. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP tetap abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau Meropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi khusus). Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika minimal 21 hari.
  6. Pengobatan suportif meliputi :
Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok, koreksi metabolik asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma, trombosit, terapi kejang, transfusi tukar.
7. KOMPLIKASI
v  Kelainan bawaan jantung,paru,dan organ-organ yang lainnya
v  Sepsis berat : sepsis disertai hipotensi dan disfungsi organ tunggal
v  Syok sepsis : sepsis berat disertai hipotensi\
v  Sindroma disfungsi multiorgan (MODS)
v  Perdarahan
v  Demam yang terjadi pada ibu
v  Infeksi pada uterus atau plasenta
v  Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
v  Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)
v  Proses kelahiran yang lama dan sulit

8. PENCEGAHAN
  1. Pada masa Antenatal  :
Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin. Rujuk ke pusat kesehatan bila diperlukan.
  1. Pada masa Persalinan :
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik.
  1. Pada masa pasca Persalinan :
Rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, jaga lingkungan dan peralatan tetap bersih, perawatan luka umbilikus secara steril.



BAB III

PENUTUP


1.    Kesimpulan
Sepsis neonatorum atau septikemia neonatal didefinisi sebagai infeksi bakteri pada aliran darah bayi selam empat minggu pertama kehidupan. Penyebabnya dimulai pada infeksi antenatal, infeksi intranatal, infeksi postnatal.
Pemeriksaan untuk mendiagnosa adanya sepsis adalah hitung darah lengkap (HDL), trombosit, kultur darah, pungsi lumbal dan sensitivitas cairan serebrospinal (CSS), kultur urin, rontgen dada dilakukan bila ada gejala respirasi.
2.    Saran

v  Mencegah lebih baik dari pada mengobati.
v  Hindari infeksi nosokomial


DAFTAR PUSTAKA        

  1. Arif, mansjoer (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC.    
  2. Behrman (2000). Nelson ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC.          
  3. Bobak (2005). Buku ajar keperawatn maternitas. Jakarta: EGC.      
  4. Doenges (2000). Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.       

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………………………….i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………iii
BAB IPENDAHULUAN…………………………………………………………………………….
1.Pengertian…………………………………………………………………………………….
2. Etiologi………………………………………………………………………………………
3.Patofisiologi………………………………………………………………………………….
4.Manifestasi Klinis……………………………………………………………………………
5.Pemeriksaan Penunjang………………………………………………………………………
6.Penatalaksanaan………………………………………………………………………………
7.Komplikasi……………………………………………………………………………………
8.Pencegahan……………………………………………………………………………………