PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Infeksi merupakan salah
satu penyebab terpenting morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir.
Sepsis berhubungan dengan angka kematian 13% - 50% dan kemungkinan
morbiditas yang kuat pada bayi yang bertahan hidup. (Fanaroff & Martin,
1992). Infeksi pada neonatus di negeri kita masih merupakan
masalah yang gawat. Di Jakarta terutama di RSCM, infeksi
merupakan 10 – 15% dari morbidilitas perinatal.
Infeksi pada neonatus
lebih sering di temukan pada BBLR. Infeksi lebih sering ditemukan pada bayi
yang lahir di rumah sakit dibandingkan dengan bayi yang lahir di luar rumah sakit. Dalam hal ini tidak termasuk bayi yang lahir di luar
rumah sakit dengan cara septik.
Sepsis neonatus, sepsis
neonatorum, dan septikemia neonatus merupakan istilah yang telah digunakan
untuk menggambarkan respon sistemik terhadap infeksi pada bayi baru lahir. Ada sedikit kesepakatan pada penggunaan istilah secara
tepat, yaitu apakah harus dibatasi pada infeksi bakteri,
biakan darah positif, atau keparahan sakit. Kini, ada pembahasan
yang cukup banyak mengenai definisi sepsis yang tepat dalam kepustakaan perawatan kritis.
2. Tujuan
Ø
Untuk
memenuhi tugas keperawatan anak.
Ø
Untuk
mengetahui definisi tentang sepsis neonatorum.
Ø
Untuk
mengetahui perjalanan penyakit dari sepsis neonatorum sehingga dapat
memunculkan masalah-masalah
keperawatan.
Ø
Untuk
mempelajari askep sepsis neonatorum.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
1,
Definisi
Sepsis merupakan respon tubuh terhadap
infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan lain. Sepsis terjadi pada
kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab daro 30% kematian pada
bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru
lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang
bayi laki-laki.
Pada lebih dari 50% kasus, sepsis
mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir, tetapi kebanyakan muncul
dalamw aktu 72 jam setelah lahir.
Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit).
Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit).
Sepsis adalah sindrome
yang di karakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala- gejala infeksi yang
parah, yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik. (Marilynn E. Doenges, 1999).
v
Sepsis
adalah bakteri umum pada aliran darah. (Donna L. Wong, 2003).
v
Sepsis
neonatorum atau septikemia neonatal didefinisi sebagai infeksi bakteri pada
aliran darah bayi selama empat minggu
pertama kehidupan. (Bobak, 2004).
v
Sepsis
adalah infeksi bakteri generalisata yang biasanya terjadi pada bulan pertama
kehidupan. (Mary E. Muscari, 2005).
Neonatus sangat rentan
karena respon imun yang belum sempurna. Angka mortalitas telah
berkurang tapi insidennya tidak. Faktor resiko antara lain, prematuritas,
prosedur invasif, penggunaan steroid untuk masalah paru kronis,
dan pajanan nosokomial terhadap patogen. Antibodi dalam
kolostrum sangant efeektif melawan bakteri gram negatif,
oleh sebab itu, menyusui ASI memberi manfaat perlindungan terhadap infeksi.
2. Etiologi
Penyebab neonatus sepsis/sepsis
neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau
jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri.
v Bakteri escherichia koli
v Streptococus group B
v Stophylococus aureus
v Enterococus
v Listeria monocytogenes
v Klepsiella
v Entererobacter sp
v Pseudemonas aeruginosa
v Proteus sp
v Organisme anaerobik
Streptococcus grup B dapat masuk ke
dalam tubuh bayi selama proses kelahiran. Menurut Centers for Diseases Control
and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau
rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi
selama melahirkan. Bayi prematur yang menjalani perawatan intensif rentan
terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang belum berkembang dan mereka
biasanya menjalani prosedur-prosedur invasif seperti infus jangka panjang,
pemasangan sejumlah kateter, dan bernafas melalui selang yang dihubungkan
dengan ventilator. Organisme yang normalnya hidup di permukaan kulit dapat
masuk ke dalam tubuh kemudian ke dalam aliran darah melalui alat-alat seperti
yang telah disebut di atas.
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun
beresiko mengalami bakteriemia tersamar, yang bila tidak segera dirawat,
kadang-kadang dapat megarah ke sepsis. Bakteriemia tersamar artinya bahwa
bakteria telah memasuki aliran darah, tapi tidak ada sumber infeksi yang jelas.
Tanda paling umum terjadinya bakteriemia tersamar adalah demam. Hampir satu per
tiga dari semua bayi pada rentang usia ini mengalami demam tanpa adanya alasan
yang jelas – dan penelitian menunjukkan bahwa 4% dari mereka akhirnya akan
mengalami infeksi bakterial di dalam darah. Streptococcus pneumoniae
(pneumococcus) menyebabkan sekitar 85% dari semua kasus bakteriemia tersamar
pada bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun
Faktor- faktor yang mempengaruhi
kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga kelompok, yaitu :
1.
Faktor Maternal
v
Status
sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan
terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang
berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya
padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari
pada bayi berkulit putih.
v
Status
paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari
20 tahun atua lebih dari 30 tahun
v
Kurangnya
perawatan prenatal.
v
Ketuban
pecah dini (KPD)
v
Prosedur
selama persalinan.
2.
Faktor Neonatatal
v
Prematurius
( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko utama untuk
sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi
cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada
paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum
terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga
melemahkan pertahanan kulit.\
v
Defisiensi
imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap
streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta
dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut,
aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi
sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan
penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan fibronektin,
menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.
v
Laki-laki
dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali lebih
besar dari pada bayi perempuan.
3.
Faktor Lingkungan
v ada defisiensi imun bayi cenderung
mudah sakit sehingga sering memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu
perawatan di rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun
kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada
kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
v Paparan terhadap obat-obat tertentu,
seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada neonatus yang melebihi resiko
penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum
luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.
v Kadang- kadang di ruang perawatan
terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi
nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.
v Pada bayi yang minum ASI, spesies
Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu
formula hanya didominasi oleh E.colli.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui
beberapa cara, yaitu :
- Pada masa antenatal atau sebelum lahir.
Pada masa
antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam
tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman
yang dapat menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo,
koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini,
antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma.
- Pada masa intranatal atau saat persalinan.
Infeksi saat
persalinan terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion
dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui
umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan
amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke
traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada
lokasi tersebut. Selain cara tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi
melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang
terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini adalah
Herpes genetalis, Candida albican,dan N.gonorrea.
- Infeksi paska atau sesudah persalinan.
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi
akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal melalui alat-
alat : penghisap lendir, selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik, botol
minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat
menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi melalui
luka umbilikus (AsriningS.,2003)
Tanda dan Gejala
Gejala
infeksi sepsis pada neonatus ditandai dengan:
- Bayi tampak lesu
- tidak kuat menghisap
- denyut jantung lambat dan suhu tubuhnya turun-naik
- gangguan pernafasan
- kejang
- jaundice (sakit kuning)
- muntah
- diare
- perut kembung
Faktor Risiko
v
Sepsis
Dini
- Kolonisasi maternal dalam GBS, infeksi fekal
- Malnutrisi pada ibu
- Prematuritas, BBLR
v Sepsis Nosokomial
- BBLR–>berhubungan dengan pertahanan imun
- Nutrisi Parenteral total, pemberian makanan melalui selang
- Pemberian antibiotik (superinfeksi dan infeksi organisme resisten)
3.
Patofisiologi
Neonatus sangat rentan
terhadap infeksi sebagai akibat rendahnya imunitas non spesifik (inflamasi)
dan spesifik (humoral), seperti rendahnya fagositosis, keterlambatan respon kemotaksis, minimal atau tidak adanya imunoglobulin A dan
imunoglobulin M (IgA dan IgM), dan rendahnya kadar
komplemen.
Sepsis pada periode
neonatal dapat diperoleh sebelum kelahiran melalui plasenta dari aliran darah
maternal atau selama persalinan karena ingesti atau aspirasi cairan amnion yang terinfeksi.
Sepsis awal (kurang
dari 3 hari) didapat dalam periode perinatal, infeksi dapat terjadi dari kontak
langsung dengan organisme dari saluran gastrointestinal atau genitourinaria maternal. Organisme yang paling sering menginfeksi
adalah streptokokus group B (GBS) dan escherichia coli,
yang terdapat di vagina. GBS muncul sebagai mikroorganisme
yang sangat virulen pada neonatus, dengan angka kematian tinggi (50%) pada bayi yang terkena Haemophilus influenzae dan stafilokoki
koagulasi negatif juga sering terlihat pada awitan awal
sepsis pada bayi BBLSR.
Sepsis lanjut (1 sampai
3 minggu setelah lahir) utamanya nosokomial, dan organisme yang
menyerang biasanya stafilokoki, klebsiella, enterokoki, dan pseudomonas. Stafilokokus koagulasi negatif, baiasa ditemukan sebagai
penyebab septikemia pada bayi BBLR dan BBLSR. Invasi
bakterial dapat terjadi melalui tampatseperti puntung
tali pusat, kulit, membran mukosa mata, hidung, faring, dan telinga, dan sistem internal seperti sistem respirasi, saraf,
perkemihan, dan gastrointestinal.
Infeksi pascanatal didapat
dari kontaminasi silang dengan bayi lain, personel, atau benda – benda
dilingkungan. Bakteri sering ditemukan dalam sumber air, alat pelembab, pipa wastafel, mesin penghisap, kebanyakan peralatan respirasi, dan
kateter vena dan arteri terpasang yang digunakan untuk
infus, pengambilan sampel darah, pemantauan tanda vital.
(Donna L. Wong, 2009).
Proses patofisiologi sepsis dimulai
dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik.
Pelepasan endotoksin oleh bakteri
menyebabkan perubahan fungsi miokardium
perubahan ambilan dan penggunaan
oksigen terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik
yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complemen cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya
adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik,
dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskular
coagulation (DIC) dan kematian.( Bobak, 2004).
Penderita dengan
gangguan imun mempunyai peningkatan resiko untuk mendapatkan sepsis
nosokomial yang serius. Manifestasi kardiopulmonal pada sepsis gram negatif dapat ditiru dengan injeksi endotoksin atau faktor
nekrosis tumor (FNT). Hambatan kerja FNT oleh antibodi
monoklonal anti-FNT sangat memperlemah manifestasi syok
septik. Bila komponen dinding sel bakteri dilepaskan dalam aliran darah, sitokin teraktivasi, dan selanjutnya dapat menyebabkan
kekacauan fisiologis lebih lanjut.Baik sendirian ataupun
dalam kombinasi, produk-produk bakteri dan sitokin
proradang memicu respon fisiologis
untuk menghentikan penyerbu (invader) mikroba. FNT dan mediator
radang lain meningkatkan permeabilitas vaskuler, dan terjadinya ketidakseimbangan tonus vaskuler, dan terjadinya ketidakseimbangan
antara perfusi dan kenaikan kebutuhan metabolik jaringan.
Syok didefinisikan
dengan tekanan sistolik dibawah persentil ke-5 menurut umur atau didefinisikan
dengan ekstremitas dingin. Pengisian kembali kapiler yanng terlambat (>2 detik) dipandang sebagai indikator yang dapat dipercaya pada
penurunan perfusi perifer. Tekanan vaskuler perifer pada
syok septik (panas) tetapi menjadi sangat naik pada syok
yang lebih lanjut (dingin). Pada syok septik pemakaian oksigen jaringan melebihi pasokan oksigen. Ketidakseimbangan ini diakibatkan oleh
vasodilatasi perifer pada awalnya, vasokonstriksi pada
masa lanjut, depresi miokardium, hipotensi, insufisiensi
ventilator, anemia. (Nelson, 1999).
Septisemia menunjukkan
munculnya infeksi sistemik pada darah yang disebabkan oleh penggandaan
mikroorganisme secara cepat atau zat-zat racunnya, yang dapat mengakibatkan perubahan psikologis yang sangat besar. Zat-zat patogen
dapat berupa bakteri, jamur, virus, maupun riketsia.
Penyebab yang paling umum dari septisemia adalah
organisme gram negatif. Jika perlindungan tubuh tidak efektif dalam mengontrol
invasi mikroorganisme, mungkin dapat terjadi syok septik, yang
dikarakteristikkan
dengan perubahan hemodinamik,
ketidakseimbangan fungsi seluler, dan kegagalan
sistem multipel. (Marilynn E. Doenges,
1999).
Pato flow
Melalui
Air Ketuban
→
Bakteri
→
Infeksi pada Ibu
↓
↓
Masuk
kedalam tubuh janin
meningitis,oesteomelitis
↓
↓
Terjadinya
Infeksi awal .
resiko infeksi
↓
Infeksi/Kuman
menyebar
↓
Keseluruh
tubuh janin
Hipotalamus
Organ
Hati
Organ pernafasan
SistemGastrointestinal
↓
↓
↓
↓
Berespon
menghasil Erirtosit
banyak G3 sirkulasi
O2
Muntah, Diare
kan
panas tubuh
Dilisis
CO2 Malas
menghisap
↓
↓
↓
↓
Hipertermia Fungsi
tidak
Bayi akan
sesak
Gangguan Volume
Optimal
↓
cairandan elektrolit
↓
Gangguan pola nafas
Hiperbilirubin
↓
Jaundice
(ikterif)
↓
Ke
Otak
↓
Enselopati
↓
Kemit
ikterik(kejang)
↓
resiko cedera
4.
Manifestasi klinis
v
Umum
: panas, hipotermia, tampak tidak sehat, malas minum, letargi, sklerema.
v
Saluran
cerna : distensi abdomen, anoreksia (nafsu makan buruk), muntah, diare,
hepatomegali.
v
Saluran
nafas : apneu, dispneu, takipneu, retraksi, nafas tidak teratur, merintih,
sianosis.
v
Sistem
kardiovaskuler : pucat, sianosis, kutis marmorata, kulit lembab, hipotensi,
takikardia, bradikardia.
v
Sistem
saraf pusat : iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, aktivitas menurun- letargi, koma,
peningkatan atau penurunan tonus, gerakan mata abnormal, ubun- ubun membonjol.
v
Hematologi
: pucat, ptekie, purpura, perdarahan, ikterus.
v
Sistem
sirkulasi : pucat, sianosis, kulit dingin, hipotensi, edema, denyut jantung
tidak beraturan. (Kapita Selekta,
2000).
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan mikrokopis maupun pembiaakan terhadap contoh darah air kemih, jika diduga suatu meningitis, maka dilakukan fungsi lumbal.
- Bila sindroma klinis mengarah ke sepsis, perlu dilakukan evaluasi sepsis secara menyeluruh. Hal ini termasuk biakan darah, fungsi lumbal, analisis dan kultur urin.
v Leukositosis (>34.000×109/L)
v Leukopenia (< 4.000x 109/L)
v Netrofil muda 10%
v Perbandingan netrofil immature(stab)
dibanding total (stb+segmen)atau I/T ratio >0,2
v Trombositopenia (< 100.000 x 109/L)
v CRP >10mg /dl atau 2 SD dari normal
Factor-faktor
pada masalah hematology:
v Peningkatan kerentaan kapiler
v Peningkatan kecenderungan
perdarahan(kadar protrombin plasma rendah)
v Perlambatan perkembangansel-sel darah
merah
v Peningkatan hemolisis
v Kehilangan darah akibat uji
laboratorium yang sering dilakukan
6. PENATALAKSANAAN
- Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v (dibagi 2 dosis untuk neonatus umur < 7 hari, untuk neonatus umur > 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu pemberian ? sampai 1 jam pelan-pelan).
- Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine, lengkap, feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi lumbal dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos dada, pemeriksaan CRP kuantitatif).
- Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
- Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada hari ke-7.
- Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP tetap abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau Meropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi khusus). Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika minimal 21 hari.
- Pengobatan suportif meliputi :
Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi
syok, koreksi metabolik asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi
darah, plasma, trombosit, terapi kejang, transfusi tukar.
7. KOMPLIKASI
v Kelainan bawaan jantung,paru,dan
organ-organ yang lainnya
v Sepsis berat : sepsis disertai hipotensi
dan disfungsi organ tunggal
v Syok sepsis : sepsis berat disertai
hipotensi\
v Sindroma disfungsi multiorgan (MODS)
v Perdarahan
v Demam yang terjadi pada ibu
v Infeksi pada uterus atau plasenta
v Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu
kehamilan)
v Ketuban pecah terlalu cepat saat
melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)
v Proses kelahiran yang lama dan sulit
8. PENCEGAHAN
- Pada masa Antenatal :
Perawatan antenatal meliputi
pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan terhadap
penyakit infeksi yang diderita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera
terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin. Rujuk ke pusat
kesehatan bila diperlukan.
- Pada masa Persalinan :
Perawatan
ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik.
- Pada masa pasca Persalinan :
Rawat gabung bila bayi normal,
pemberian ASI secepatnya, jaga lingkungan dan peralatan tetap bersih, perawatan
luka umbilikus secara steril.
BAB
III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Sepsis neonatorum atau
septikemia neonatal didefinisi sebagai infeksi bakteri pada aliran darah bayi
selam empat minggu pertama kehidupan. Penyebabnya dimulai pada infeksi antenatal, infeksi intranatal, infeksi postnatal.
Pemeriksaan untuk
mendiagnosa adanya sepsis adalah hitung darah lengkap (HDL), trombosit,
kultur darah, pungsi lumbal dan sensitivitas cairan serebrospinal (CSS), kultur urin, rontgen dada dilakukan bila ada gejala respirasi.
2.
Saran
v
Mencegah
lebih baik dari pada mengobati.
v
Hindari
infeksi nosokomial
DAFTAR PUSTAKA
- Arif, mansjoer (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC.
- Behrman (2000). Nelson ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC.
- Bobak (2005). Buku ajar keperawatn maternitas. Jakarta: EGC.
- Doenges (2000). Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………………………….i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………iii
BAB IPENDAHULUAN…………………………………………………………………………….
1.Pengertian…………………………………………………………………………………….
2.
Etiologi………………………………………………………………………………………
3.Patofisiologi………………………………………………………………………………….
4.Manifestasi
Klinis……………………………………………………………………………
5.Pemeriksaan
Penunjang………………………………………………………………………
6.Penatalaksanaan………………………………………………………………………………
7.Komplikasi……………………………………………………………………………………
8.Pencegahan……………………………………………………………………………………
pengobatan alternatif syaraf mata rusak akibat katarak
BalasHapus