MAKALAH ASKEP HIPERTENSI PADA LANSIA
A. LATARBELAKANG
Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba manjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Lansia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Dimana seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial scara bertahap (Lilik Ma’rifatul azizah, 2011).
Perubahan
sistem kardiovaskular pada lansia meliputi massa jantung bertambah, ventrikel
kiri mengalami hipertrofi, dan kemampuan perenggangan jantung berkurang karena
perubahan pada jaringan ikat. Konsumsi oksigen pada tingkat maksimal berkurang
sehingga kapasitas paru menurun. Latihan berguna untuk meningkatkan VO2
maksimum, mengurangi tekanan darah, dan berat badan.
Mnurut WHO,
di Palembang penderita hipertensi pada lansia terdapat 15,2% dan perempuan
lebih banyak ditemui menderita hipertensi dari pada laki-laki.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan pengalaman belajar klinik di harapkan mampu menerapkan asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami masalah kesehatan.
2. Tujuan khusus
Setelah menyelesaikan pengalaman belajar klinik PSTW di harapkan mampu:
a. Mengidentifikasi data yang sesuai dengan masalah kesehatan yang di hadapi oleh lanisa.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan sesuai dengan masalah kesehatan yang di hadapi oleh lansia.
c. Menyusun rencana tindakan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang muncul.
d. Melaksanakan rencana keperawatan yang telah di susun.
Memodifikasi rencana yang telah di susun agar dapat di laksanakan oleh lansia sesuai dengan kemampuan lansia.
e. Mengevaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan.
f. Mendokumentasikan asuhan yang telah di berikan secara benar.
C. METODOLOGI
Asuhan keperawatan ini menggunakan metode diskriptif dalam bentuk studi kasus pada klien/ lansia yang mempunyai masalah kesehatan di Panti sosial Tresna Werdha Pandaan. Adapun langkah penulisan asuhan keperawatan yaitu:
1. Studi pustaka dengan mempelajari literatur ilmiah yang berhubungan dengan asuhan keperawatan lanisa.
2. Studi kasus dengan melakukan asuhan keperawatan pada lansia yang berada di panti ssosial Tresna Werdha, yang diawali dengan pengumpulan data fokus, biopsikososial spiritual melalui wawancara, pemeriksaan fisik dan observasi data dan semua data yang menunjang untuk penegakan suatu diagnosa keperawatan. Setelah data terkumpul, data dianalisis untuk merumuskan diagnosa keperawatan. Kemudian penulis memberikan intervensi secara langsung pada klien selama 5 hari dan melakukan evaluasi pada hari terakhir
A. Konsep Dasar Medis
1. PENGERTIAN
Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).
Hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG dan tekanan darah
diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,1996).
Hipertensi adalah
suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau
lebih dan tekanan darah diastolic
2. KLASIFIKASI
Hipertensi pada
usia lanjut dibedakan atas (Darmojo, 1999):
1.
Hipertensi
dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan / atau tekanan
diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
2.
Hipertensi
sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan
tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Klasifikasi
hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar
yaitu :
1.
Hipertensi
essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya
2.
Hipertensi
sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain
3. ETIOLOGI
Penyebab
hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-perubahan
pada :
Ø Elastisitas dinding aorta menurun
Ø Katub jantung menebal dan menjadi kaku
Ø Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya.
Ø Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi
karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
Ø Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Meskipun
hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data
penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya
hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Faktor
keturunan
Dari data
statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
2.
Ciri
perseorangan
Ciri
perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
Ø Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
Ø Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
Ø Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
Ø Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup
yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
a.
Konsumsi garam
yang tinggi (melebihi dari 30 gr)
b.
Kegemukan atau
makan berlebihan
c.
Stress
d.
Merokok
e.
Minum alcohol
f.
Minum
obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
Sedangkan
penyebab hipertensi sekunder adalah penyakit-penyakit seperti Ginjal,
Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut, Tumor, Vascular,
Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma, Emboli kolestrol,
Vaskulitis, Kelainan endokrin, DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidisme, Saraf,
Stroke, Ensepalitis. Selain itu dapat juga diakibatkan karena Obat–obatan
Kontrasepsi oral
Kortikosteroid
4. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang
mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor,
pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis,
yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh
darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu
dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat
bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi
yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium
dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler.
Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai
pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan fungsional
pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer
(Smeltzer, 2001).
Pada usia
lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu” disebabkan
kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer
(Darmojo, 1999).
5. TANDA DAN
GEJALA
Tanda dan
gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
Ø Tidak ada gejala
Tidak ada
gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah,
selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak
terukur.
Ø Gejala yang lazim
Sering
dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala
dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut
Rokhaeni (2001), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi
yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah,
Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun.
6. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Ø Hemoglobin / hematokrit
Untuk mengkaji
hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan ( viskositas ) dan dapat
mengindikasikan factor – factor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
Ø BUN
Memberikan informasi
tentang perfusi ginjal Glukosa Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus
hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan
hipertensi)
Ø Kalium serum
Hipokalemia
dapat megindikasikan adanya aldosteron utama ( penyebab ) atau menjadi efek
samping terapi diuretik.
Ø Kalsium serum
Peningkatan
kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
Ø Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan
kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya pembentukan plak
ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
Ø Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme
dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
Ø Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji
aldosteronisme primer ( penyebab )
Ø Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.
Ø Asam urat
Hiperurisemia
telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
Ø Steroid urin
Kenaiakn dapat
mengindikasikan hiperadrenalisme
Ø IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter
Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter
Ø Foto dada
Menunjukkan
obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
Ø CT scan
Ø Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
Ø EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi
7. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan
hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi
kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan
darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip
pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1.
Terapi tanpa
Obat
Terapi tanpa
obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan
suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
Ø Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a.
Restriksi garam
secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
b.
Diet rendah
kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
c.
Penurunan berat
badan
d.
Penurunan asupan
etanol
e.
Menghentikan
merokok
b.
Latihan Fisik
Latihan fisik
atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita
hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga
yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan
lain-lain.
Intensitas olah
raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut
nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 –
25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu
dan paling baik 5 x perminggu
c.
Edukasi
Psikologis
Pemberian
edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
Ø Tehnik Biofeedback
Biofeedback
adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda
mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan
biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri
kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan
ketegangan.
Ø Tehnik relaksasi
Relaksasi
adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan
atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat
otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
Ø Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan
pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang
penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan
hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
2.
Terapi dengan
Obat
Tujuan
pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga
mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat
bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup
penderita.
Pengobatan standar
yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( JOINT NATIONAL COMMITTEE
ON DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988 )
menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau
penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan
memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.
Pengobatannya
meliputi :
Step 1
Obat pilihan
pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
Step 2
Alternatif yang
bisa diberikan :
Dosis obat
pertama dinaikkan Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
Step 3
Alternatif yang bisa ditempuh Obat ke-2
diganti Ditambah obat ke-3 jenis lain
Step 4
Alternatif
pemberian obatnya Ditambah obat ke-3 dan ke-4
Re-evaluasi dan konsultasi Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan ( perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.
Re-evaluasi dan konsultasi Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan ( perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.
B. Konsep Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian secara Umum
1. Identitas Pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada
bagian ini yaitu antara lain: Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan,
Agama, Status Mental, Suku, Keluarga/orang terdekat, alamat, nomor registrasi.
2. Riwayat atau adanya factor resiko
·
Riwayat garis keluarga tentang
hipertensi
·
Penggunaan obat yang memicu
hipertensi
3. Aktivitas / istirahat
·
Kelemahan,letih,napas pendek,gaya
hidup monoton.
·
Frekuensi jantung meningkat
·
Perubahan irama jantung
·
Takipnea
4. Integritas ego
·
Riwayat perubahan kepribadian,
ansietas, depresi, euphoria atau marah kronik.
·
Faktor faktor stress multiple
(hubungan, keuangan yang berkaitan dengan pekerjaan).
5. Makanan dan cairan
·
Makanan yang disukai, dapat mencakup
makanan tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang
digoreng,keju,telur)gula-gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.
·
Mual, muntah.
·
Perubahan berat badan akhir-akhir
ini (meningkat atau menurun).
6. Nyeri atau ketidak nyamanan
·
Angina (penyakit arteri koroner
/keterlibatan jantung)
·
Nyeri hilang timbul pada tungkai.
·
Sakit kepala oksipital berat seperti
yang pernah terjadi sebelumnya.
·
Nyeri abdomen.
Pengkajian Persistem
1. \Sirkulasi
·
Riwayat hipertensi, ateroskleorosis,
penyakit jantung koroner atau katup dan penyakit cerebro vaskuler.
·
Episode palpitasi,perspirasi.
2. Eleminasi
· Gangguan ginjal saat ini atau yang
lalu seperti infeksi atau obtruksi atau riwayat penyakit ginjal masa lalu.
3. Neurosensori
· Keluhan pusing.
· Berdenyut, sakit kepala subokspital
(terjadi saat bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam).
4. Pernapasan
· Dispnea yang berkaitan dengan
aktifitas/kerja
· Takipnea, ortopnea, dispnea
noroktunal paroksimal.
· Batuk dengan/tanpa pembentukan
sputum.
· Riwayat merokok
B. DIAGNOSA
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan
tekanan vascular Cerebral
2. Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan umum
3. Curah Jantung, resiko tinggi
terhadap hipertensi berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokontriksi
4. Nutrisi , perubahan lebih dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan metabolic
5. Koping individu tidak efektif
berhubungan dengan system pendukung yang tidak adekuat
6. Kurang pengetahuan berhubungnya
dengan kurang informasi atau keterbatasan kognitif
C. Intervensi
· Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan
peningkatan tekanan vascular Cerebral
1. Intervensi : Mempertahankan tirah
baring selama fase akut
Rasional : Meminimalkan
stimulasi/meningkatkan relaksasi
2. Intervensi : Berikan tindakan non
farmakologi untuk menghilangkan sakit kmepala, misalnya kompres dingin pada
dahi, pijat punggung dan leher, tenang, redupkan lampu kamar, tekhnik
relaksasi.
Rasional : tindakan yang
menurunkan tekanan vascular serebral dan yang memperlambat atau memblok respons
simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya
3. Intervensi : Hilangkan atau
minimalkan aktivitas fase kontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala,
misalnya mengejam saat bab, batuk panjang, membungkuk
Rasional : aktivitas yang meningkatkan
vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan vascular
cerebral
· Dx 2 : Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan umum
1. Intervensi : kaji respon pasien terhadap
aktivitas,perhatikan frequency nadi lebih dari 20 kali per menit diatas
frequency istirahat : peningkatan tekan darah yang nyata selama atau sesudah
aktivitas ( tekanan sistolik meningkat 40 mmhg atau tekanan diastolic meningkat
20 mmhg) dispnea atau nyeri dada : kelemahan dan keletihan yang belebihan
:pusing atau pingsan.
Rasional
: menyebutkan parameter membantu dalam
mengkaji respon fisiologi terhadap stress, aktivitas bila ada merupakan
indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan
dengan tingkat aktivitas.
2. Intervensi : instruksikan pasien
tentang teknik penghematan energy, misalnya menggunakan kursi saat mandi,duduk
saat menyisir rambut atau menyikat gigi,melakukan aktivitas dengan perlahan.
Rasional : teknik memghemat
energy mengurangi penggunaan energy, juga membantu keseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.
· DX 3 : Curah Jantung, resiki tinggi
terhadap hipertensi berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokontriksi
1. Intervensi: pantau TD.ukur pad kedua
tangan atau paha untuk evaluasi awal.gunakan ukuran manset yang tepat dan
teknik yang akurat.
Rasional : perbandingan dari tekanan
memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah
vascular. Hipertensi berat diklasifikasikan pada orang dewasa sebagai
peningkatan tekanan diastolic sampai 130, hasil pengukuran diastolic diatas 130
dipertimbangkan sebagai penigkatan pertama, kemudian maligna. Hipertensi
sistolik juga merupakan faktor resiko yang di tentukan untuk penyakit
cerebrovaskular dan penyakit iskemi jantung bila tekanan diastolic 90-115.
· DX 4 : Nutrisi , perubahan lebih
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan metabolic
1. Intervensi : kaji pemahaman pasien
tentang hubungan langsung antara hipertensi dan kegemukan.
Rasional : kegemukan adalah resiko tambahan
pada tekanan darah tinggi karena disproporsi antara kapasitas aorta dan
peningkatan curah jangtung berkaitan dengan peningkatan masa tubuh.
2. Intervensi : bicarakan pentingnya
menurunkan masukan kalori dan membatasi masukan lemak,garam,dan sesuai
indikasi.
Rasional : kesalahan kebiasaan makan
menunjang terjadinya ateroskelorosis dan
kegemukan yang merupakan predesposisi untuk hipertensi dan komplikasinya
misalnya stroke,penyakit ginjal,gagal jantung. Kelebihan memasukkan garam
memperbanyak volume cairan intravascular dan dpat merusak ginjal yang lebih
memperburuk hipertensi.
· DX 5 : Koping individu tidak efektif
berhubungan dengan system pendukung yang tidak adekuat
1. Intervensi : Kaji keefektifan strategi
koping dengan mengobservasi perilaku, misalnya kemampuan menyatakan perasaan
dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan
Rasional : Mekanisme adaptif perlu untuk mengubah pola hidup
seseorang, mengatasi hipertensi kronik dan mengintegrasikan terapi yang
diharuskan ke dalam kehidupan sehari-hari
2. Intervensi : Bantu pasien untuk
mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan strategi untuk mengatasinya
Rasional : Pengenalan terhadap stressor
adalah langkah pertama dalam mengubah respons seseorang terhadap stressor
3. Intervensi : Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan
dan beri dorongan partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan
Rasional : Keterlibatan memberikan pasien
perasaan control diri yang berkelanjutan, memperbaiki keterampilan koping, dan
dapat meningkatkan kerja sama dalam regimen terapeutik
4. Intervensi : Catat laporan gangguan
tidur, peningkatan keletihan, kerusakan
konsentrasi, peka rangsang, penurunan toleransi sakit kepala ketidakmampuan
untuk mengatasi/menyelesaikan masalah
Rasional : Menifestasi mekanisme koping
maladaptive mungkin merupakan indicator marah yang ditekan dan diketahui telah
menjadi penentu utama TD diastolic
· DX 6 : Kurang pengetahuan
berhubungnya dengan kurang informasi atau keterbatasan kognitif
1. Intervensi : Kaji kesiapan dan
hambatan dalam belajar, termasuk orang terdekat
Rasional : Kesalahan konsep dan menyangkal diagnose karena
perasaan sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minat pasien/orang
terdekat untuk mempelajari penyakit, kemajuan, dan prognosis. Bila pasien tidak
menerima realitas bahwa membutuhkan pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku
tidak akan dipertahankan.
2. Intervensi : Tetapkan dan nyatakan
batas TD normal. Jelaskan tentang hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh
darah, ginjal dan otak
Rasional : Memberikan dasar untuk pemahaman
tentang peningkatan TD dan mengklarifikasi istilah medis yang sering digunakan.
Pemahaman bahwa TD tinggi dapat terjadi tanpa gejala adalah ini untuk
memungkinkan pasien melanjutkan pengobatan meskipun ketika merasa sehat
3. Intervensi : Hindari mengatakan TD
“normal” dan gunakan istilah “terkontrol dengan baik” saat menggambarkan TD
pasien dalam batas yang diinginkan
Rasional : Karena pengobatan untuk
hipertensi adalah sepanjang kehidupan, maka dengan penyampaian ide “terkontrol”
akan membantu pasien untuk memahami kebutuhan untuk melanjutkan
pengobatan/medikasi
4. Intervensi : Bantu pasien dalam
mengidentifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskular yang dapat diubah misalnya
obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan kolesterol, pola hidup monoton, merokok,
dan minum alcohol( lebih dari 60cc/hari dengan teratur), pola hidup penuh
stress.
Rasional : Faktor-faktor resiko ini telah
menunjukkan hubungan dalam menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskular
serta ginjal.
D. Evaluasi
· Pasien melaporkan
nyeri/ketidaknyamanan hilang atau terkontrol
· Pasien berpartisupasi dalam
aktivitas yang diinginkan/diperlukan
· Pasien berpartisipasi dalam
aktivitas yang menurunkan tekanan darah atau beban kerja jantung.
· Menunjukkan perubahan pola makan (
misalnya pilihan makan, kuantitas,dan sebagainya), mempertahankan berat badan
yang diinginkan dengan pemeliharaan kesehatan optimal.
· Mengidentivikasi perilaku koping
efektif dan konsekuensinya
· Pasien menyatakan pemahaman tentang
proses penyakit dan regimen pengobatan
DAFTAR PUSRAKA
Doenges., 2003. Rencana
Asuhan Keperawatan.EGC. Jakarta
Fatimah.,2010.Merawat
manusia Lanjut usia.Trans Info media.Jakarta
Ma’rifatul Lilik Azizah.,2011.Keperawatan lanjut usia.Graha ilmu.Jogjakarta.