Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Influenza
A. Pengertian
Influenza
adalah : Suatu penyakit infeksi akut saluran pernapasan terutama ditandai oleh
demam, menggigil sakit otot, sakit kepala dan sering disertai pilek, sakit
tenggorokan dan batuk nonproduktif.
B. Etiologi
Penyebab dari
influenza adalah virus influenza. Ada tiga tipe yakni tipe A, B dan C. Ketiga
tipe ini dapat dibedakan dengan complement fixation test. Tipe A
merupakan virus penyebab influenza yang bersifat epidemik. Tipe B biasanya
hanya menyebabkan penyakit yang lebih ringan daripada tipe A dan kadang-kadang
saja sampai mengakibatkan epidemik. Tipe C adalah tipe yang diragukan
patogenesisnya untuk manusia, mungkin hanya menyebabkan gangguan ringan saja.
Virus penyebab influenza merupakan suatu orthomyxovirus golongan RNA. Struktur
antigenik virus influenza meliputi antara lain 3 bagian utama yaitu : Antigen S
(soluble Antigen), hemaglutinin dan Neuramidase. Antigen S merupakan suatu inti
partikel virus yang terdiri atas ribonuldeoprotein. Antigen ini spesifik untuk
masing-masing tipe. Hemaglutinin dan neuramidase berbentuk seperti duri dan
tampak menonjol pada permukaan virus. Hemaglutinin diperlukan untuk lekatnya
virus pada membran sel penjamu sedangkan neuromidase diperlukan untuk pelepasan
virus dari sel yang terinfeksi.
C. Patofisiologi
Virus influenza
A, B dan C masing-masing dengan banyak sifat mutagenik yang mana virus tersebut
dihirup lewat droplet mukus yang terarolisis dari orang-orang yang terinfeksi.
Virus ini menumpuk dan menembus permukaan mukosa sel pada saluran napas bagian
atas, menghasilkan sel lisis dan kerusakan epithelium silia. Neuramidase
mengurangi sifat kental mukosa sehingga memudahkan penyebaran eksudat yang
mengandung virus pada saluran napas bagian bawah. Di suatu peradangan dan
nekrosis bronchiolar dan epithelium alveolar mengisi alveoli dan exudat yang
berisi leukosit, erithrosit dan membran hyaline. Hal ini sulit untuk mengontrol
influenza sebab permukaan sel antigen virus memiliki kemampuan untuk berubah.
Imunitas terhadap virus influenza A dimediasi oleh tipe spesifik immunoglobin A
(lg A) dalam sekresi nasal. Sirkulasi lg G juga secara efektif untuk
menetralkan virus. Stimulus lg G adalah dasar imunisasi dengan vaksin influenza
A yang tidak aktif.
Setelah
nekrosis dan desquamasi terjadi regenerasi epithelium secara perlahan mulai
setelah sakit hari kelima. Regenerasi mencapai suatu maximum kedalam 9 sampai
15 hari, pada saat produksi mukus dan celia mulai tamapk. Sebelum regenerasi
lengkap epithelium cenderung terhadap invasi bakterial sekunder yang berakibat
pada pneumonia bakterial yang disebabkan oleh staphiloccocus Aureus.
Penyakit pada
umumnya sembuh sendiri. Gejala akut biasanya 2 sampai 7 hari diikuti oleh
periode penyembuhan kira-kira seminggu. Penyakit ini penting karena sifatnya
epidemik dan pandemik dan karena angka kematian tinggi bersama sekunder. Resiko
tinggi pada orang tua dan orang yang berpenyakit kronik.
D. Manifestasi
klinik.
Pada umumnya pasien mengeluh demam,
sakit kepala, sakit otot, batu, pilek dan kadang-kadang sakit pada waktui
menelan dan suara serak. Gejala-gejala ini dapat didahului oleh peraasaan malas
dan rasa dingin.
E. Komplikasi.
- Viral pneumonia primer
Ditandai dengan
dyspnea, cyanosis, hemoptysis
- Bacterial pneumonia sekunder
Ditandai dengan
: dyspnea, cyanosis, hemoptysis dan sputum berdarah.
RANTAI KEJADIAN DALAM PENYEBARAN INFLUENZA
Kejadian
Agent Etiologi
Reservoir
Transmisi
Periode inkubasi
Periode kommunicabilitas
Kelemahan dan resisten
Lapor pada dinas kesehatan setempat |
Menyebar dalam pandemik, epidemik,
penyakit menular setempat dan kasus-kasus sporadik ; tinggi pada musim dingin
pada zona temperatur.
Tiga tipe virus (A, B dan C)
masing-masing dengan sifat turunan.
Manusia ; beberapa mamalia dicurigai
sebagai sumber sifat-sifat turunan virus.
Transmisi langsung oleh inhalasi
virus dalam nukus kotor yang berterbangan.
24-27 jam.
3 hari dari symptom onset/serangan.
Universal : infeksi menghasilkan
imunitas terhadap suatu sifat turunan spesifik virus, tetapi durasi imunitas
tergantung pada simpanan antigenic pada sifat turunan.
Laporan kasus-kasus mandatory/yang
diperintahkan.
|
F. Penularan.
Penularan influenza secara alami
berasal dari percikan ludah saat bersin atau batuk. Penyebaran dapat pula berasal
dari kontak langsung dan kontak tak langsung.
Virus influenza
B menyebar dalam waktu 1 hari sebelum gejala timbul tetapi pada kasus influenza
A baru tampak setelah 6 hari.penyebaran virus influenza pada anak berlangsung
selama kurang dari 1 minggu pada influenza A dan sampai 2 minggu pada infeksi
influenza B. masa inkubasi influenza berkisar dari 1 sampai 7 hari tetapi
umumnya berlangsung 2 sampai 3 hari.
G. Pencegahan
Yang paling pokok dalam menghadapi
influenza adalah pencegahan. Infeksi dengan virus influenza akan memberian
kekebalan terhadap reinfeksi dengan virus yang homolog. Karena sering terjadi
perubahan akibat mutasi gen, antigen pada virus influenza akan berubah,
sehingga seorang msih mungkin diserang berulang kali dengan galur (stain) virus
influenza yang telah mengalami perubahan ini.
Kekebalan yang
diperoleh melalui vaksinasi terdapat pada sekitar 70%. Vaksinasi perlu
diberikan 3 sampai 4 minggu sebelum terserang influenza. Karena terjadi
perubahan-perubahan pada virus maka pada permulaan wabah influenza biasanya
hanya tersedia vaksin dalam jumlah terbatas dan vaksin direkomendasikan untuk
kelompok tertentu yang mempunyai resiko meningkatnya komplikasi influenza :
mereka yang berusia lebih dari 65 tahun, mereka dengan penyakit yang kronik
seperti kardiovaskuler, diabetes melitus, immunosupresi atau disfungsi ginjal,
anemia berat dan pilmonal. Mereka ini dianjurkan untuk diberikan vaksin setiap
tahun menjelang musim dingin atau musim hujan. Bagi pasien yang sedang
menderita demam akut sebaiknya ditunda pemberian vaksin sampai keadaan membaik.
H. Studi
diagnostik
Test Diagnostik
|
Penemuan
|
Tes
Laboratorium
Kultur jaringan nasal atau sekret pharyngeal. |
Positif untuk virus infuenza
|
Kultur
sputum.
|
Positif untuk bakteri pada infeksi
sekunder
|
Fluorescent
antibody yang mengotori sekret.
|
Positif untuk virus infuen
|
Hemagglutination inhibition or
complement fixation test
|
Meningkat 4 x pada antibody antara
tahap akut dan pemulihan.
|
Urinalysis
|
Albuminuria
|
Kecepatan
sedimentasi meninggi
|
Erythrosit
|
Jumlah WBC
|
Leukopenia (< 5000 mm3) atau leukositosis (11.000-15.000
mm3).
|
Hemoglobin
|
Meningkat
|
Hematocrit
|
Meningkat
|
I. Therapy obat
Antipyretic :
ASA 600 mg secara oral, 4 jam bagi dewasa; acetaminophen bagi anak-anak.
A5gent adrenergic
: Phenylephrine (Neo-Synephrine), 0,25%, 2 tetes pada tiap-tiap nostril bagi
kongesti nasal.
Agent
antitussive : Terpin hydrat dengan codeine, 5-10 ml PO q 3-4 jam untuk dewasa
apabila batuk.
Agent
antiinfektif : Amantadine 100 mg PO atau untuk durasi epidemic (3-6 minggu)
untuk orang-orang beresiko tinggi berumur diatas 9 tahun bisa juga diberikan
kepada orang-orang berumur diatas 65 tahun tetapi takaran dikurangi untuk orang
dengan gagal fungsi.
Imunisasi aktif
: Vaccine, 0,5ml IM untuk dewasa; 0,25 ml untuk bayi 6-35 bulan; 0,5 ml IM
untuk anak-anak 3-12 tahun; untuk bayi dan anak-anak berikan 2 dosis pada
interval 4 minggu. Vaksin ini harus diulangi secara tahunan pada
individu-individu yang sudah tua, orang-orang dewasa yang sakit kronis, anak-anak
dengan jantung kronis atau penyakit pulmonary, perawatan rumah penduduk dan
fasilitas-fasilitas pelayanan kronis, dan penyediaan pelayanan kesehatan dengan
mengontak pasien-pasien beresiko tinggi.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Kepala dan
leher
Observasi :
|
§ Memungkinkan
adanya konjungtivitis.
§ Wajah memerah
§ Kemungkinan
adanya lymphadenopathy cervival anterior
§ Sakit kepala,
photophobia dan sakit retrobulbar
|
b. Pernapasan
Observasi :
|
Mulanya
ringan : sakit tenggorokan; substernal panas; batuk nonproduktif; coryza.
Kemudian :
batuk keras dan produktif; erythema pada langit-langit yang lunak,
langit-langit yang keras bagian belakang, hulu kerongkongan/tekak bagian
belakang, peningkatkan RR, rhonchi dan crackles.
|
c. Abdominal
Observasi :
Anorexia dan malaise (rasa tidak enal badan).
d. Neurologi
Observasi :
Myalgia khususnya pada punggung dan kaki.
e. Suhu tubuh
Observasi :
Tiba-tiba serangan demam (380 hingga 390C <>0
hingga 1030F) yang secara bertahap turun dan naik lagi pada hari
ketiga.
2. Diagnosa
1) Inefektif
perubahan jalan napas b.d obstruksi brhonchial
Data Subyektif
:
Data Obyektif :
Rhonchi, crackles (rales), tachypnea, batuk (mulanya non-produktif, kemudian
produktif), demam.
2) Kurang volume
cairan b.d hyperthermia dan intake yang inadekuat.
Data Subyektif
: Keluhan-keluhan haus dan anorexia
Data Obyektif :
Hyperthemia (380-390C; 1020-1030F),
wajah memerah; panas, kulit kering; mukosa membran dan lidah kering; menurunnya
output urine b.d kehilangan berat badan
3) Intoleransi
terhadap aktivitas b.d adanya kelemahan.
Data Subyektif
: Keluhan myalgia, kelelahan, sakit kepala dan photophobia
Data Obyektif :
Menurunnya tingkat aktivitas
4) Hyperthermia
b.d proses inflamatory
Data Subyektif
: Keluhan rasa panas.
Data Obyektif :
Meningkatnya suhu tubuh (380-390C; 1020-1030F)
kulit kering dan panas.
3. Perencanaan
Tujuan-tujuan
pasien
a. Jalan udara
pasien akan menjadi tetap dengan bunyi napas jelas.
b. Volume cairan
pasien akan menjadi adekuat.
c. Pasien akan
mampu untuk melakukan aktivitas harian tanpa kelemahan.
d. Suhu tubuh
pasien akan berada dalam batas normal.
4. Implementasi
a. Inefektif
perubahan jalan napas b.d obstruksi brhonchial.
Intervensi :
ô Auskultasi
paru-paru untuk rhonchi dan crackles
R/ Menentukan kecukupan
pertukaran gas dan luasan jalan napas terhalangi oleh sekret.
ô Kaji
karakteristik sekret : kuantitas, warna, konsistensi, bau.
R/ Adanya
infeksi yang dicurigai ketika sekret tebal, kuning atau berbau busuk.
ô Kaji status
hidrasi pasien: turgor kulit, mukosa membran, lidah, intake dan output selama
24 jam, hematocrit.
R/ Menentukan
kebutuhan cairan. Cairan dibutuhkan jika turgor kulit jelek. Mukosa membran
lidah dan kering, intake< output,
hematocrit tinggi.
ô Bantu pasien
dengan membatuk bila perlu.
R/ Membatuk
mengeluarkan sekret.
ô Posisi pasien
berada pada body aligment yang benar untuk pola napas optimal (kepala tempat
tidur 450, jika ditoleransi 900).
R/ Sekresi
bergerak oleh gravitasi selagi posisi berubah. Meninggikan kepala tempat tidur
menggerakan isi abdominal menjauhi diaphragma untuk meningkatkan kontraksi
diaphragmatis.
ô Menjaga
lingkungan bebas allergen (misal debu, bulu unggas, asap) menurut kebutuhan
individu.
R/ Sekresi
bergerak oleh gravitasi selagi posisi berubah. Meninggikan kepala tempat tidur
menggerakan isi abdominal menjauhi diaphragma untuk meningkatkan kontraksi
diaphragmatis.
ô Tingkatkan
kelembaban ruangan dengan dingin ringan.
R/ Melembabkan
dan menipiskan sekret guna memudahkan pengeluarannya.
ô Berikan
decongestans (NeoSynephrine) seperti pesanan.
R/ Memudahkan
pernapasan melalui hidung dan cegah kekeringan membran mukosa oral.
ô Mendorong
meningkatkan intake cairan dari 1 ½ sampai 2 l/hari kecuali kontradiksi.
R/ Mencairkan
sekret sehingga lebih mudah dikeluarkan.
b. Kurang volume
cairan b.d hyperthermia dan intake yang inadekuat.
Intervensi :
ô Timbang pasien
R/ Periksa
tambahan atau kehilangan cairan.
ô Mengukur intake
dan output cairan.
R/ Menetapkan
data keseimbangan cairan.
ô Kaji turgor
kulit.
R/ Kulit tetap
baik berkaitan dengan inadekuat cairan interstitial.
ô Observasi
konsistensi sputum.
R/ Sputum tebal
menunjukkan kebutuhan cairan.
ô Observasi
konsentrasi urine.
R/ Urine
terkonsentrasi mungkin menunjukkan kekurangan cairan.
ô Monitor
hemoglobin dan hematocrit.
R/ Peninggian
mungkin menunjukkan hemokonsentrasi tepatnya kekurangan cairan.
ô Observasi lidah
dan mukosa membran.
R/ Kekeringan
menunjukkan kekurangan cairan.
ô Bantu pasien
mengidentifikasi cara untuk mencegah kekurangan cairan.
R/ Mencegah
kambuh dan melibatkan pasien dalam perawatan.
c. Intoleransi
terhadap aktivitas b.d adanya kelemahan.
Intervensi :
ô Observasi
respon terhadap aktivitas.
R/ Menentukan
luasan toleransi.
ô Identifikasi
faktor-faktor yang mendukung aktivitas intoleransi, misal demam, efek samping
obat.
R/
Menghilangkan faktor-faktor kontribusi mungkin memecahkan aktivitas intoleran.
ô Kaji pola tidur
pasien.
R/ Kurang tidur
kontribusi terhadap kelemahan.
ô Periode rencana
istirahat antara aktivitas.
R/ Mengurangi
kelelahan.
ô Lakukan
aktivitas bagi pasien hingga pasien mampu melakukannya.
R/ Penuhi
kebutuhan pasien tanpa menyebabkan kelelahan.
d. Hyperthermia
b.d proses inflamatory.
Intervensi :
ô Ukur temperatur
tubuh.
R/ Menunjukkan
adanya demam dan luasannya.
ô Kaji temperatur
kulit dan warna.
R/ Hangat,
kering, kulit memerah menunjukkan suatu demam.
ô Monitor jumlah
WBC.
R/ Indikasi
leukopenia dibutuhkan untuk melindungi pasien dari infeksi tambahan.
Leukocytosis menujukkan suatu inflamatory atau adanya proses infeksi.
ô Ukur intake dan
output.
R/ Tentukan
keseimbangan cairan dan perlu meningkatkan intake.
ô Berikan
antipiyretic seperti dipesan.
R/ Kurangi
demam melalui tindakan pada hypothalmus.
ô Tingkatkan
sirkulasi udara dalam ruangan dengan fan.
R/ Memudahkan
kehilangan panas oleh konveksi
ô Berikan sebuah
permandian dengan spon hangat/suam-suam.
R/ Memudahkan
kehilangan panas oleh evaporasi.
ô Kenakan sebuah
kantong es yang ditutup dengan sebuah handuk pada axilla atau selangkang.
R/ Memudahkan
kehilangan panas oleh konduksi.
ô Selimuti pasien
hanya dengan seperei.
R/ Mencegah
kedinginan; mengigil akan meningkatkan lebih lanjut kecepatan metabolis.
5. Evaluasi
Hasil Pasien
|
Data Yang Menunjukkan Bahwa Hasil
Dicapai
|
Jalan napas patent
|
Jalan napas bersih dan pernapasan berlangsung
tanpa hambatan. Tidak ada batuk. Bunyi napas jelas.
|
Volume cairan berada dalam
batas-batas normal.
|
Intake cairanmeningkat. Kulit lembab.
Membran mukosa oral lembab. Hemoglobin = 15,5 ± 1,1 g/dl untuk pria. 13,7 ± 1,0 g/dl untuk wanita. Hematocrit = 42%-50% untuk
pria, 35%-47% untuk wanita. Output urine normal dengan konsentrasi normal.
Tidak ada albuminuria.
|
Aktivitas dilakukan tanpa kelelahan
atau ketidaknyaman.
|
Pasien menunjukkan kemampuan untuk
melakukan aktivitas harian tanpa kelelahan atau ketidaknyamanan. Tenaga
pulih.
|
Suhu badan dalam batas normal.
|
Suhu tubuh normal 380C
(98,60F).
|
6. Pendidikan
Pasien.
1. Mendorong
pasien untuk mempertahankan bed rest selama 2-3 hari setelah suhu kembali
normal.
2. Ajari
pentingnya minum paling kurangnya sehari 2/4 cairan guna meneruskan sekret
mudah dikeluarkan.
3. Instruksikan
pasien untuk memberitahukan dokter tentang gejala-gejala infeksi tahap kedua,
termasuk sakit telinga, purulent atau sputum berdarah, sakit dada atau demam.
4. Beri informasi
tentang obat yang diresepkan seperti nama, dosis, tindakan, frekuensi pemakaian
dan efek samping.
5. Mendorong
orang-orang beresiko tinggi untuk mendapatkan vaksin influenza sebelum musim
flu mulai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar