Rabu, 20 Maret 2013

Askep Mitral Stenosis


ASUHAN KEPERAWATAN  MITRAL STENOSIS

BAB 1

PENDAHULUAN

I.I.  LATAR BELAKANG

Stenosis mitral merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah pada tingkat katup mitral oleh karena adanya perubahan pada struktur mitral leaflets, yang menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri saat diastole. Stenosis mitral merupakan penyebab utama terjadinya gagal jantung kongestif di negara-negara berkembang.  Di Amerika Serikat, prevalensi dari stenosis mitral telah menurun seiring dengan penurunan insidensi demam rematik. Pemberian antibiotik seperti penisilin pada streptococcal pharyngitis turut berperan pada penurunan insidensi ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diberbagai tempat di Indonesia, penyakit jantung valvular menduduki urutan ke-2 setelah penyakit jantung koroner dari seluruh jenis penyebab penyakit jantung. Dari pola etiologi penyakit jantung di poliklinik Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang selama 5 tahun (1990-1994) didapatkan angka 13,94% dengan penyakit katup jantung.
Seperti diluar negeri maka kasus stenosis mitral memang terlihat pada orang-orang dengan umur yang lebih tua dan biasanya dengan penyakit penyerta baik kelainan kardiovaskuler atau yang lain sehingga lenih merupakan tantangan. Dengan perkembangan dibidang ekokardiografi diagnosis stenosis mitral, derejat berat ringannya dan efek pada hipertensi pulmonal sudah dapat di ambil alih yang sebelumnya hanya dapat dilakukan dengan prosedur invasive kateterisasi.

1.2. TUJUAN

·         Mahasiswa/i mampu memahami mengenai asuhan keperawatan pada kasus stenosis mitral.
·         Mahasiswa/i mampu menjelaskan proses penyakit stenosis mitral
·         Mahasiswa/i mampu menerapkan penanganan keperwatan pada kasus mitral stenosis


BAB II
TINJAUAN TEORI

II.1. DEFINISI
            Stenosis mitral merupakan keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah dari atrium kiri melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada level katub mitral. Kelainan struktur mitral ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan  pengisian ventrikel kiri pada saat diastol.

II. 2 ETIOLOGI

            Penyebab terserang adalah endokarditis reumatika ,akibat reaksi ytang progresif dari demam reumatik oleh infeksi streptokokus. Penyebab lain walaupun jarang dapat juga stenosis mitral congenital, deformitas parasut mitral, vegetasi dari systemic lupus erythematosus (SLE), karsinosis sistemik, deposit amiloid, akibat obat fenfluramin / phentermin, rhematoid arthritis (RA), serta klasifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degenerative.
            Beberapa keadaan juga dapat menimbulkan obstruksi aliran darah keventrikel kiri seperti cor triatrium, miksoma atrium serta thrombus sehingga menyerupai stenosis mitral.
            Dari pasien dengan penyakit jantung  katup ini 60% dengan riwayat demam rematik ,sisany menyangkal . selain dari pada itu  50 % pasien denga karditis rematik , akut tidak berlanjut sebagai penyakit jantung katup secara klinik 9 (Rhaimtoola). Beberapa kasus demam rematik akut yang tidak berlanjut menjadi penyakit jantung katup, walaupun ada diantaranya member manifestasi chorea .kemungkinan hal ini disebabkan karena pengenalan dini dari terapi antibiotik yang adekuat.


 II.3. PATOLOGI
                  Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi peroses peradangan (vavulitis)dan pembentukan nodul tipis di sepanjanng garis penutupan katup. Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun katup, klasifikasi fusi komisura, fusi serta pemendekan korda atau kombinasi dari proses tersebut. Keadaan ini akan menimbulkan distorsi dari aparatus mitral yang normal, mengecilnya area katup mitral menjadi seperti bentuk mulut ikan (fish mounth) atau lubang kancing (button hole).
            Fusi dari komisura akan menimbulkan penyempitan dari orifisum primer, sedangkan fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisum sekunder. Pada endokarditis rematika, daun katub dan khorda akan mengalami sikatrik dan kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda sehingga menimbulkan penarikan daun katup menjadi bentuk funnel shaped.
            Klasifikasi biasanyan terjadi pada usia lanjut dan biasanya lebih sering pada perempuan dibanding pria serta lebih sering pada keadaan gagal ginjal kronik. Apakah proses degeneratif tersebut dapat menimbulkan gangguan fungsi masih perlu evaluasi lebih jauh, tetapi biasanya ringan.
Proses perubahan patologi sampai terjadinya gejala klinis (periode laten ) biasanya memakan waktu bertahun – tahun ( 10-20 tahun)

II.4 PATOFISIOLOGI
            Pada keadaan normal  area katup mitral  mempunyai ukuran 4- 6 cm². Bila area orifisum katup ini berkurang sampai 2cm², maka diperlukan upaya aktif atrium kiri berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang normal tetap terjadi. Stenisis mitral kritis terjadi bila pembukaan katub berkurang, hingga menjadi 1 cm². Pada tahap ini dibutuhkan suatu tekanan atrium kiri sebesar 25 mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang normal.(swain 2005).
            Gradien transmitral merupakan “ hall mark” stenosis mitral selain luasnya area katup mitral.walaupun Rahimtoola berpendapat bahwa gradien dapat terjadi akibat aliran besar melalui katup normal ,atau aliran normal melalui katup sempit. Sebagai akibatnya tekanan atrium kiri akan diteruskan ke v. Pulmonalis  dan seterusnya mengakibatkan kongestiparu serta keluhan sesak.( exertional dyspnea).
            Derajat berat ringannya stenosis  mitral, selain  berdasarkan gradien transmitral, dapat juga ditentukan oleh luasny area katup mitral, serta hubungan antara lamanya waktu antara penutupan katup aorta dan kejadian opening snap . berdasarkan luasnya area katup mitral dapat di lihat pada tabel dibawah ini:
Derajat stenosis
A20-OS interval
Area
gradien
Ringan
Sedang
Berat
>110 msec
80- 100 msec
<80msec
>1.5cm ²
>1 dan 1.5cm²
<1 cm²
< 5 mmHg
5-10mmHg
>10 mmHg
A2 –OS; w Stenosis mitral terjadi karena adanya fibrosis dan fusi komisura katup mitral pada waktu fase penyembuhan dema reumatik. Terbentuknya sekat jaringan ikat tanpa pengapuran mengakibatkan lubang katup mitral pada waktu diastolik lebih kecil dari normal. (Arief Mansjoer, dkk. 2000).
Strenosis mitral mengahalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel selama fase diastolik ventrikel. untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah melalui katup yang meyempit. Karena itu, selisih tekanan atau gradien tekanan antara keuda ruang tersebut meningkat. Dalam keadaan normal selisih tekanan tersebut minimal.

Otot atrium kiri mengalamai hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan memompakan darah. Makin lama peranan kontraksi atrium makin penting sebagai faktor pembantu pengisian ventrikel. atrium kiri kini tidak lagi berfungsi mengalirkan darah ke ventrikel. Dilatasi atrium terjadi oleh karena voluem atrium kiri meningkat karena ketidakmampuan atrium untuk mengosongkan diri secara normal.
Peningkatan tekanan dan volume atrium kiri dipantulkan ke belakang ke dalam pembuluh paru-paru. tekanan dalam vena pulmonalis dan kapiler meningkat. akibatnya terjadi kongesti vena yang ringan sampai edema intertisial yang kadang-kadang disertai transudasi dalam alveoli.
pada akhirnya, tekanan arteri pulmonalis harus meningkat sebagai akibat dari resistensi vena pulmonalis yang meninggi. Respons ini memastikan gradien tekana yang memadai untuk mendorong darah melalui pembuluh darah paru-paru. Akan tetapi, hipertensi pulmonalis meningkatkan resistensi ejeksi ventrikel kanan menuju arteria pulmonalis. Ventrikel kanan memberi rspon terhadap peningkatan beban tekanan ini dengan cara hipertrofi.
pembulub paru-paru mengalami perubahan anatomosis yang tampaknya bertujuan melindungi kapiler paru-paru terhadap tekanan ventrikel kana dan aliran pulmonar yang meniggi. terjadi perubahan struktur, yaitu hipertrofi tunika media dan penebalan intima pada dinding arteria kecil dan arteriola. mekanisme yang memerankan respon anatomosis ini masih belum diketahui dengan pasti. Perubahan-perubahan ini menyempitkan lumen pembuluh, dan meningkatkan resistensi pembuluh paru. Konstriksi arteiolar ini meningkatkan tekana arteri pulmonalis. tekanan pulmonar dapat menimgkatkan progresif sampai setinggi tekanan sistemik. Ventrikel kanan tidak dapat memenuhi tugas sebagai pompa tekanan tinggi untuk janggka waktu yang lama. karena itu, akhirnya ventrikel kana tidak dapat berfungsi lagi sebagai pompa. Gagal ventrikel kanan dipantulan ke belakang ke sirkulasi sistemik, menimbulkan kongesti pada vena sistemik dan edema perifer. Gagal jantung kanan dapat disertai oleh regurgitasi fungsional katup trikuspid akibat pembesaran ventrikel kanan.
sesudah beberapa tahun, lsi stenosis mitralis akan memperkecil lubang katup. gejala-gejala secara khas belum muncul sebelum lubang katup ini mengecil sampai sekitar 50%, yaitu dari ukuran normal. pada keadaan dimana lubang katup sudah menyempit seperti ini, maka tekanan atrium kiri akan naik untuk mempertahankan pengisian ventrikel dan curah jantung; akibatnya, tekanan vena pulmonalis akan meningkat, menimbulkan dispnea. Pada tahap awal biasanya dapat didengar bising jantung diastolik yang merupakan petunjuk adanya katup abnormal melalui lubang katup yang menyempit. (Lurraine M. Wilson, Sylvia A. Price. 1995).
aktu antara penutupan katup aorta dan pembukaan katup mitral.
II.5 PERJALANAN PENYAKIT.
Stenosis mitral merupakan suatu proses progresif kotinyu dan penyakit seumur hidup. Merupakan penyakit ‘ a desiase of lateaus’ yang pada mulanya hanya ditemuai tanda dari stenosis mitral yang kemudian dalam kurung waktu (10-20) akan diikuti dengan keluhan, fibrilasi atrium dan akhirny keluhan bisa disabilas.
            Diluar negri priode laten bisa berlangsung lebih lama sampai keluhan muncul,seda ngkan di negara kita manifestasimmuncul lebih awal hal ini dapat karena tidak atau lambatnya tedektesi,pengobatan yang kurang adekuat pada fase awal.
            Angka 10 tahun survival pada stenosis mitral yang tidak diobati berkisar 50%-60%, bila tidak disertai keluhan atau minimal angka meningkat 80%. Dari kelompok ini 60% tidak menujukan progresi penyakitnya.sampai keluhan benar –benar berat, menimbulkan distabilitas. Pada kelompok pasien dengan kelas III-IV prognosis jelek dimana angka hidup dalam 10 tahun< 15%.
Apabila timbul pibrilasi atrium prognosanya kurang baik (25 % angka harapan hidup 10 tahun),dibanding dengan kelompok irama sinus (46 % angka harapan hidup 10 tahun). Resiko terjadinya emboli arterial secara bermakna meningkatkan pada fibrilasi atrium.

 II.6 MANIFESTASI KLINIS
Riwayat
            Kebanyakan pasien dengan stenosis mitral bebas keluhan dan biasnya keluhan utama berupa sesak napas dan juga fatigue. Pada stenosis mitral yang bermakna dapat mengalami sesak pada aktivitas sehari hari, paroksismal nukturna dispnea, ortopnea,atau edama paru yang tegas,hal ini akan dicetuskan oleh berbagai keadaan meningkatanya aliran darah melalui mitral atau menurunnya waktu pengisia diastol,termasuk latihan, emosi, infeksi respirasi, demam, aktivitas seksual,kehamilan, serta fibrilasi atrium dengan respon ventrikel cepat.
            Kadang – kadang pasien mengeluh terjadi hemoptisis yang menurut wood dapat terjadi karena 1. Apopleksi pulmonal akibat rupturnya vena bronkial yang melebar 2. Sputum dengan bercak darah pada saat serangan paroksismal nokturnal despnea 3. Sputum seperti karat ( pink frothy) oleh karena edema paru yang jelas 4.infark paru 5. Bronkitis kronis oleh karena edema mukosa bronkus.
Diluar negri keluhan hemoptisis sudah jarang ditemuka dan biasanya merupakan stadium akhir, ssedangkan di indonesia sering ditemukan dan didagnosa secara keliru sebagai tuberkulosis paru pada awalnya. Nyeri dada dapat terjadi pada sebagian kecil pasien dan tidak dapat dibedakan dengan angina pektoris. Diyakini hal ini disebabakan oleh karena hepertrofi ventrikel kanan dan jarang bersamaan dengan aterosklerosis koroner.
            Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral ,seperti tromboemboli, infektif endokarditis atau simtoms karena kompresi akibat besarnya atrium kiri seperti desfigasi dan suara serak.























PATOFLOW






Text Box: Endokarditis rematik, trombus, klasifikasi katup
Stenosis mitral
 

 
                                                                                


 
Aliran darah    dari atrium kiri keventrikel kiri selam fase diastilik ventrikel
 
                                                                                



 




















PEMBAHASAN
III.1.PENGKAJIAN
            Pasien dengan stenosis mitral biasanya mengalami kelelahan sebagai akibat curah jantung yang rendah, batuk darah(hemoptsis),kesulitan bernafas      ( dispnea) saat latihan akibat hepertensi vena pulmonal,batuk, dan infeksi saluran napas berulang. Denyut nadi lemah serta sering tidak teratur karena fibrilasi atrial yang terjadi sebagai akibat dari dilatasi dan hipertropi atrium.

III.2. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
            Akibat perubahan tersebut atrium menjadi tidak stabil secara elektris, akibatnya terjadi disrimia atrium permanen. Pada auskultasi sering didapatkan bising diastilik dan bunyi jantung pertama( sewaktu katup AV menutup)mengeras, dan opening snap akibat hilangnya kelenturan daun katup. Alat bantu diagnostik bagi kardiologis adalah elektrokardiografi, ekokardiografi, dan kateterisasi jantung dengan angiografi untuk menentukan beratnya stenosis mitral.
            Elektrokardiogaram dilakukan jika terjadi pembesaran atrium kiri ( gbelombang P melebar dan bertatakik) dikenal dengan P mitral,bila iramanya sinus normal, hipertrofi ventrikel kanan, dan fibrilasi atrium. Radiogram dada dilakukan jika terjadi pembesaran pada atrium kiri dan ventrikel kanan, kongesti vena pulmonalis, edema paru- paru intersitsial, redistribusi vaskuler paru- paru kelobus atas, serta klasifikasi katub mitralis.
            Temuan hemodinamik didapatkan peningkatan selisih tekanan pada kedua sisi katup mitralis. Peningkatan tekanan atrium kiri dan tekanan baji kapiler pulmonalis dengan gelombang yang prominent . peningkatan arteri di paru , curah jantung rendah, peningkatan jantung sebelah kanan, serta tekanan  vena jugularis dengan gelombang V yang bermakna dibagian atrium kanan atau vena jugularis jika ada insufisiensi trikuspidalis.

             


III.3. DIAGNOSA
            Diagnosa yang bisa muncul antara lain:
  1.  Curah jantung menurun berhubungan dengan aliran keluar ventrikel kiri terhambat.
  2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan paru sekunder akibat edema paru akut.
  3.  Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan sekresi mukus yang kental,hemoptisis, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema / faringial.
  4. Gangguan aktivitas sehari hari berhubungan dengan penurunan curah jantung kejaringan.
  5. Ansietas berhubungan dengan mengatasi / merngubah status kesehatan ( kronisitas penyakit ),efek fisiologis,situasi, krisis ( perawatan dirumah sakit / tak adanya dari keluaga).

.III.4. RENCANA KEPERAWATAN

  1. Curah jantung menurun berhubungan dengan aliran ventrikel kiri terhambat
Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam curah jantung menjadi normal.
Kriteria: klen tidak meraskan nyeri,dispnea,dan disritmia.
INTERVENSI
RASIONAL
Pantau  TD ,nadi apikal,nadi perifer.

Pantau iram jantung sesuai indikasi .


Tingkatkan /dorong tirah baring dengan kepal tempat tidur ditinggikan 45.
Bantu  beraktivitas sesuai indikasi ( mis. Berjalan  bila pasien dapat turun dari tempat tidur).
Kolaborasi
  • Berikan oksigen suplemen sesuai indikasi .pantau nadi oksimetrasi.

  • Berikan obat- obatan sesuai indikasi. Antidisritmia; obat inotropik; vasodilator; diuretik.



  • Siapkan untuk intervensi bedah sesuai indiokasi







Indikator klinis dari keadekuatan curah jantung. pemantauan memungkinkan  deteksi dini/ tindakan terhadap  dekompensasi.
Disritmia umum pada pasien dengan penyakit katup.berkenaaan dengan peningkatan tekanan dan volume atrium.  
Menurunkan volume darah yang kembali ke jantung (preload),yang memungkinkan oksigenisasi.
Melakukan kembali aktivitas secara bertahap mencegah pemaksaan terhadap cadangan jantung.


Memberikan oksigen untuk ambilan miokard dalam upaya untuk mengkompensasi peningkatan kebutuhan oksigenisasi.
Pengobatan disritmia atrial dan ventrikuler khususnya mendasri kondisi dan simtoomologi tetapi ditunjukan pada berlangsungnya / meningkatnyaaefisiensi/ curah jantung.vasodilator digunakan untuk menurunkan hipertensi dengan menurunkan tahanan vaskuler sistemik (apterload).

Penanganan / perbaikan penyakit katup mungkin perlu untuk meningkatkan curah jantung atau mengontrol / mengatasi dekompensasi jantung.
      2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru tidak         optimal, kelebihan cairan paru sekunder akibat edema paru akut.

Tujuan : dalam waktun 3 X 24 jam pola nafas kembali efektif
Kreteria : klien tidak sesak nafas,RR dalam batas normal 16-20 X/menit,respon batuk berkurang ,urine out 30 ml/jam.

INTERVENSI
RASIONAL
Auskultasu bunyi nafas ( krakles).

Ukur intake output.
Timbang berat badan.


Pertahankan pemasukan total cairan 2.000 ml / 24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.

Kolaborasi
·         berikan diet tanpa garam.




·         Berikan deuretik, contoh: furosemide,sprinolakton,hidronolakton.


·         Pantau data laboratorium elektrolit kalium.

·         Tindakan pembedahan komisurotomi




Indikasi edema paru, sekunder akibat dekompensasi jantung.
Curiga gagal kongestif / kelebihan volome cairan.
Perubahan tiba – tiba dari bert badan menunjukan ganggauaan keseimbangan cairan.

Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa,tetapi memerlukan pembatasan dengan adanya dekompensasi jantung.

Natrium meningkatkan retensi cairan dan volome plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan meningkatkan kebutuhan mio kardium.
Deuretik bertujuan untuk menurunkanvolome plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan, sehingga menurunkan resiko terjadinya edema paru

Hipokalimia dapat membatasi keefektifan terapi.

Tindakan pembedahan dilakukan apabila tindakan untuk menurunkan masalah klien tidak teratasi.intervensi bedah meliputi komisurotomi untuk membuka atau robek komisura katub mitral yang lengket atau mengganti katup mitral dengan katup protesa.












3.  Ketidakefektifan jalan napas yang berhubungan dengan ekresi mukus optisiyang kental,hems,kelemahan, upaya, batuk buruk, dan edema trakeal /faringeal.
Tujuan : dalam waktu 2 X 24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan jalan napas kembali efektif.
Kreteria:
·         kLien mampu melakukan batuk efektif
·         pernapasan klien normal(16-20 X/menit)tanpa ada penggunan otot bantu napas, bunyi napas normal ,Rh-/- dan pergerakan npernapasan norma

INTERVENSI
RASIONAL
Kaji fungsi penerpasan (bunyi napas,kecepatan, irama, kedalaman, dan penggunaan otot aksesoris)

Kaji kemampuan klien dalam mengeluarkan sekresi, catat karakter, volome sputum,dan adanya hemoptisis.

Berikan posisi semi/fowler tinggi kemudian bantu pasien latihan napas dalam dam batuk yang efektif .

Pertahankan asupan cairan sedikitnya 2.500 ml/hari,kecuali tidak diindikasikan.
 Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, bila perlu lakukan pengisapan (suction.)
Kolaborasi pemberian obat.
  • Agen mukolitik.

  • kortikosteroid









Penurunan bunyi napas menujukkan atelektasis, ronki menujukkan akumulasi sekret dan ketidakefektifan pengeluaran sekresi yang selanjutnaya dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori dan peningkatan kerja pernapasan.
Pengeluaran sulit bila sekret sangat kental (efek infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat).sputum berdarah bila ada luka (kavitasi)paru atau luka bronkial dan memerlukan intervensi lebih lanjut.
Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya bernapas. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan napas besar untuk di keluarkan.
Hidarsi yang adekuat membantu mengencerkan sekret dan mengefektifkan pembersihan jalan napas.
Mencegah obstruksi dan aspirasi, pengisapan diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.



Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret paru untuk memudahkan pembersihan jalan napas.

Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia, terutama bila reaksi inflamasi mengancam kehidupan.










4.Gangguan aktivitas sehari- hari berhubungan dengan penurunan curah jantung kejaringn.
Tujuan: dalam waktu 3X 24 jam aktivitas sehari- hari klien terpenuhi dan meningkatnyan kemampuaan beraktivitas.
Kriteria : klien menujukkan peningkatan kemampuan beraktivitas / mobilisasi ditempat tidur, RR dalam batas normal.
INTERVENSI
RASIONAL
Catat frekuensi dan irama jantung serta perubahan  tekanan darah selama dan sesudah aktivitas.
Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat.
Anjurkan menghindari peningkatan tekanan abdomen. Misalnya, mengejan saat defekasi.


Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas.contoh; bangun dari kursi bila task ada nyeri ,ambulasi dan istirahat selama 1 jam setelah makan.
Pertahankan klien tirah baring sementara terdapat nyeri akut.
Tingkatkan klien duduk dikursi dan tinggikan kaki klien.
Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis.
Evaluasi tanda vital saat kemajuan aktivitas yang terjadi.

Berikan waaktu istirahat diantara waktu beraktivitas.

Pertahankan penambahan 02 sesuai kebutuhan.

Selama aktivitas kaji EKG, dispnea, seanosis, kerja dan frekuensi napas, serta keluhan subjektif.
Berikan diet sesuai kebutuhan (pembatasan air dan natrium)



Respon klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan adanya penurunan oksigen miokard.
Menurunkan kerja miokard/ konsumsi oksigen.

Dengan mengejan dapat mengakibatkan bradikardi,menurunkan  curah jantung dan trakikardia, serta peningkatan TD.

Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningkatkan renggangan,dan mencegah aktivitas belebihan.
Untuk mengurangi beben jantung.

Untuk meningkatkan venous return.
Meningkatkan kontrakasi otot sehingga membantu venous return.
Untuk mengetahui fungsi jantung bila dikaitakan dengan aktivitas.

Untuk  mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu memaksa kerja jantung.

Untuk meningkatkan oksigenisasi jaringan.
Melihat dampak dari aktivitas terhadap fungsi jantung.

Mencegah retensi cairan dan edema akibat penurunan kontraktilitas jantung.














5. Ansietas berhubungan dengan mengatasi / merngubah status kesehatan ( kronisitas penyakit ),efek fisiologis,situasi, krisis ( perawatan dirumah sakit / tak adanya dari keluaga).
Tujuan :dalam  waktu 1 x 24 jam anseatas berkurang sampai dengan hilang.
Kriteria : klien mengatakan tidak cemas lagi.
INTERVENSI
RASIONAL
Pantau respon fisik, contoh palpitasi, takikardi, gerakkan berulang, gelisah.
Berikan tindakkan kenyamanan  (contoh mandi gosokan panggung, perubahan posisi).

Koordinasi waktu istirahat dan aktivitas saat senggang tepat untuk kondisi.


Dorong ventilasi perasaan tantang penyakit-efeknya tehadap pola hidup dan setatus kesehatan akan  datang. Kaji keefektipan koping dengan stresor.
Libatkan pasien / orang terdekat dalam rencana perawatan dan dorong partisipasi maksimum pada rencana pengobatan.
Anjurkan pasien melakuakan  teknik relaksasi contoh napaas dalam, bimbingan imajinasi, relaksasi progresif.
Membantu menentukan derajt cemas sesuai status jantung. Penggunaan evaluasi seirama dengan respon verbal dan non verbal.
Membantu perhatian mengarahkan kembali dan meningkatkan  kemampuan koping.

Memberikan rasa konntrol pasien untuk menangani beberapa aspek pengobatan ( contoh aktivitas perawatan, waktu pribadi,) menurunkan kelemahan, meningkatkan energi.
Mekanisme adaptif perlu untuk mengkoping dengan penyakit penyakit jantung kronis daan secaraa tepat menggangu pola hidup seseorang, sehubungaan dengan terapi pada aktivitas sehari- hari.
Keterlibatan akan membantu memfokuskan perhatian pasien dalam arti positif dan memberikan rasa kontrol.
Memberikan arti penghilangan respon ansietas, menurunkan perhatian.meningkatkan relaksasi meningkatkan kemampuan koping,.

111.5.IMPLEMENTASI
·      Tirah baring di sertai elevasi bagian kepala tempat tidur untuk memperbaiki pernafasan.
·      Terapi oksigen
·      pembedahan komisurotomi




BAB IV
PENUTUP

IV.1. KESIMPULAN
            Dari tiori diatas dapat disimpulkan bahwa stenosis mitral merupakan penebalan progresif dan pengerutan bilah-bilah katup mitral yang menyebabkan penyempitan lumen dan sumbatan progresif aliran darah. Secara normal, pembukaan katup mitral adalah selebar tiga jari. Pada kasus stenosis berat terjadi penyempitan lumen sampi selebar pensil ,penyebab stenosis (katup) yang paling sering adalah endokarditis rematik dan yang lebih jarang adalah tumor, pertumbuhan bakteri, klasifikasi, serta trombus.
IV.2. SARAN
            Setelah mengetahui tentang penyakit katup (mitral stenosis), kita diharapkan untuk menjaga kesehatan kita, dengan mengubah pola hidup yang tidak sehat.misalnya; pola makan.



DAFTAR PUSTAKA

 

Muttaqin,arif.20089.  Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem     

        Kardiovaskiler dan Hematologi. Jakarta:Salemba Medika.

Sudoyo,w,aru.2006. Ilmu Penyakit Dalam jilid 3.Jakarta:Fakultas Kedokteran UI

Doengoes,e,Marilynn.1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta:EGC




















iii