PEMERIKSAAN
RADIOLOGI
RADIOISOTOP
Pengertian Radioisotop
Radioisotop adalah isiotop dari
zat radioaktif, dibuat dengan menggunakan reaksi inti dengan netron. Isotop
suatu unsur baik yang stabil maupun radioaktif memiliki sifat kimia yang sama.
Radioisotop dapat digunakan sebagai perunut (untuk mengikuti unsur dalam suatu
proses yang menyangkut senyawa atau sekelompok senyawa) dan sebagai sumber
radiasi /sumber sinar.
Pengunaan radioisotop sebagai perunut didasarkan pada ikatan bahwa isotop radioaktif mempunyai sifat kimia yang sama dengan isotop stabil. Radoisotop ditambahkan ke dalam suatu sistem untuk mempelajari sistem itu, baik sistem fisika, kimia maupun sistem biologi. Oleh karena radioisotop mempunyai sifat kimia yang sama seperti isotop stabilnya, maka radioisotop dapat digunakan untuk menandai suatu senyawa sehingga perpindahan perubahan senyawa itu dapat dipantau.
Pengunaan radioisotop sebagai perunut didasarkan pada ikatan bahwa isotop radioaktif mempunyai sifat kimia yang sama dengan isotop stabil. Radoisotop ditambahkan ke dalam suatu sistem untuk mempelajari sistem itu, baik sistem fisika, kimia maupun sistem biologi. Oleh karena radioisotop mempunyai sifat kimia yang sama seperti isotop stabilnya, maka radioisotop dapat digunakan untuk menandai suatu senyawa sehingga perpindahan perubahan senyawa itu dapat dipantau.
Sedangkan penggunaan radioisotop
sebagai sumber radiasi didasarkan pada kenyataan bahwa radiasi yang dihasilkan
zat radioaktif dapat mempengaruhi materi maupun mahluk. Radiasi dapat digunakan
untuk memberi efek fisis: efek kimia, maupun efek biologi.
Radionuklida
atau radioisotop adalah isotop dari zat radioaktif. radionuklida mampu memancarkan radiasi.
Radionuklida dapat terjadi secara alamiah atau sengaja dibuat oleh manusia dalam reaktor
penelitian. Produksi radionuklida dengan proses aktivasi dilakukan dengan cara
menembaki isotop stabil dengan neutron di dalam teras reaktor. Proses ini lazim disebut
irradiasi neutron, sedangkan bahan yang disinari disebut target atau sasaran.
Neutron yang ditembakkan akan masuk ke dalam inti atom target sehingga
jumlah neutron dalam inti target tersebut bertambah. Peristiwa ini dapat
mengakibatkan ketidakstabilan inti atom sehingga berubah sifat menjadi
radioaktif.
Banyak isotop
buatan yang dapat dimanfaatkan antara lain Na-24, P-32, Cr-51, Tc-99, dan
I-131.
Radio-isotop adalah bidang kedokteran
memanfaatkan materi radioaktif untuk menegakkan diagnosa, terapi dan
mempelajari penyakit manusia. Henry N Wagner Jr, radio-isotop nuklir sebagai
segi tiga dengan sisi-sisi: radio farmaka, instrumen, biomedik dan penderita di
tengah-tengah. Atom terdiri inti, neutron dan proton yang dikelilingi lintasan
elektron K, L, H, O dan Q.
Dalam keadaan
stabil, energi ikatan inti atom berada dalam tingkat tertentu. Keadaan tidak
stabil, energi ikatan inti atom berubah sehingga inti atom akan berusaha untuk
mencapai tingkat keseimbangan yang baru dengan memecahkan diri (inti atom
menjadi 2 atau lebih, lebih kecil) atau mengeluarkan energi tertentu. Keadaan
inti atom ini disebut radioaktif dan perubahan sebagai peluruhan. Pada waktu
meluruh terjadi radiasi partikel (radiasi elektromagnetik).
Sinar partikel
adalah sinar a (inti helium = 2 He) dan sinar b (elektron = e) sedangkan
gelombang elektromagnetik sebagai sinar g.
Di Indonesia,
sinar b dari isotop I131 untuk terapi hypertroidisme dan Ca
thyroid; sinar g I131 mempunyai daya tembus besar
untuk scanning kelenjar thyroid dan grafik renogram.
Radio-isotop sebagai pencitraan diagnostik
Radio-isotop
memberikan data pencitraan (imaging) organ merupakan pemeriksaan in vivo oleh
karena menjadikan organ tubuh sebagai sumber radiasi. Peta energi sumber
radiasi dapat diamati untuk menentukan besar, bentuk dan letak organ serta
kelainannya. Radio-farmaka yang tidak diberikan penderita untuk menghitung
konsentrasi hormon atau obat dalam darah. Dengan mengambil sample plasma
penderita dan direaksikan dengan radioaktif yang ditetapkan baik reaksi
kompetitif maupun reaksi immunology menghasilkan ketepatan baik, misalnya
Reaksi Radio Immuno Assay (RIA) untuk menghitung hormon T3 dan T4.
Abad 20 ditandai dengan
perkembangan yang menakjubkan di bidang ilmu dan pengetahuan (iptek), termasuk
iptek kedokteran dan kesehatan, sehingga memberikan sumbangan yang sangat
berharga dalam diagnosis dan terapi berbagai penyakit.
Penggunaan isotop radioaktif
dalam bidang kedokteran telah dimulai tahun 1901 oleh Henri Danlos yang
menggunakan Radium untuk pengobatan penyakit Tuberculosis pada kulit. Tetapi
yang dianggap Bapak Ilmu Kedokteran Nuklir adalah George C de Havessy. Dialah
yang meletakkan dasar prinsip perunut dengan menggunakan zat radioaktif. Waktu
itu yang digunakan adalah radioisotop alam Pb212. Dengan ditemukannya
radioisotop buatan, maka radioisotop alam tidak lagi digunakan.
Radioisotop buatan yang banyak
dipakai pada masa awal perkembangan kedokteran nuklir adalah I131. Pemakaiannya
kini telah terdesak oleh Tc99m, selain karena sifatnya yang ideal dari segi
proteksi radiasi dan pembentukan citra juga dapat diperoleh dengan mudah, serta
harga relatif murah. Namun demikian, I131 masih sangat diperlukan untuk
diagnostik dan terapi, khususnya kanker kelenjar tiroid.
Perkembangan ilmu kedokteran
nuklir yang sangat pesat didukung oleh perkembangan teknologi instrumentasi
untuk pembuatan citra terutama dengan digunakannya komputer untuk pengolahan
data sehingga sistem intrumentasi yang dahulu hanya menggunakan detektor
radiasi biasa dengan sistem elektronik sederhana, kini telah berkembang menjadi
peralatan canggih kamera gamma dan kamera positron yang dapat menampilkan citra
alat tubuh, baik dua dimensi maupun tiga dimensi, serta statik maupun dinamik.
Berbagai disiplin ilmu kedokteran seperti penyakit dalam, ilmu penyakit syaraf,
ilmu penyakit jantung, dan sebagainya telah mengambil manfaat dari teknik nuklir
ini.
Kedokteran
Nuklir
Merupakan cabang ilmu kedokteran
yang menggunakan sumber radiasi terbuka berasal dari disintegrasi inti
radionuklida buatan, untuk mempelajari perubahan fisiologi, anatomi dan
biokimia, sehingga dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi dan
penelitian kedokteran.
Radioisotop dapat dimasukkan ke
tubuh pasien (studi in-vivo) maupun hanya direaksikan saja dengan bahan
biologis antara lain darah, cairan lambung, urine, dan sebagainya, yang diambil
dari tubuh pasien, yang lebih dikenal sebagai studi in-vitro (dalam gelas
percobaan).
Pada studi in-vivo, setelah
radioisotop dapat dimasukkan ke tubuh pasien melalui mulut, suntikan, atau
dihirup lewat hidung, maka informasi yang dapat diperoleh dari pasien dapat
berupa:
1. Citra atau gambar dari
organ/bagian tubuh pasien yang diperoleh dengan bantuan peralatan kamera gamma
ataupun kamera positron (teknik imaging).
2. Kurva-kurva kinetika radioisotop dalam organ/bagian tubuh tertentu dan angka-angka yang menggambarkan akumulasi radioisotop dalam organ/bagian tubuh tertentu disamping citra atau gambar yang diperoleh dengan kamera gamma ataupun kamera positron
3. Radioaktivitas yang terdapat dalam contoh bahan biologis )darah, urine, dll) yang diambil dari tubuh pasien, dicacah dengan instrumen yang dirangkaikan pada detektor radiasi (teknik non-imaging).
2. Kurva-kurva kinetika radioisotop dalam organ/bagian tubuh tertentu dan angka-angka yang menggambarkan akumulasi radioisotop dalam organ/bagian tubuh tertentu disamping citra atau gambar yang diperoleh dengan kamera gamma ataupun kamera positron
3. Radioaktivitas yang terdapat dalam contoh bahan biologis )darah, urine, dll) yang diambil dari tubuh pasien, dicacah dengan instrumen yang dirangkaikan pada detektor radiasi (teknik non-imaging).
Data yang diperoleh baik dengan
teknik imaging maupun teknik non-imaging memberikan informasi mengenai fungsi
organ yang diperiksa. Pencitraan (imaging) pada kedokteran nuklir dalam beberapa
hal berbeda dengan pencitraan dalam radiologi (lihat tabel dibawah).
KEDOKTERAN NUKLIR RADIOLOGI
Sumber Radiasi Zat radioaktif
yang terbuka Pesawat pembangkit radiasi
Pembentukan Citra Emisi radiasi, perbedaan akumulasi radioisotop dalam berbagai bagian tubuh Transmisi radiasi; pembedaan daya tembus radiasi terhadap berbagai bagian tubuh
Informasi yang diberikan Terutama fungsional Terutama anatomis-morfologis
Pembentukan Citra Emisi radiasi, perbedaan akumulasi radioisotop dalam berbagai bagian tubuh Transmisi radiasi; pembedaan daya tembus radiasi terhadap berbagai bagian tubuh
Informasi yang diberikan Terutama fungsional Terutama anatomis-morfologis
Pada studi in-vitro. dari tubuh
pasien diambil sejumlah tertentu bahan biologis misalnya 1 ml darah. Cuplikan
bahan biologis tersebut kemudian direaksikan dengan suatu zat yang telah
ditandai dengan radioisotop. Pemeriksaannya dilakukan dengan bantuan detektor
radiasi gamma yang dirangkai dengan suatu sistem instrumentasi. Studi semacam
ini biasanya dilakukan untuk mengetahui kandungan hormon-hormon tertentu dalam
darah pasien seperti insulin, tiroksin, dan lain-lain.
Pemeriksaan kedokteran nuklir
banyak membantu dalam menunjang diagnosis berbagai penyakit seperti penyakit
jantung koroner, kelenjar gondok, gangguan fungsi ginjal, menentukan tahapan
penyakit kanker dengan mendeteksi penyebarannya pada tulang, mendeteksi
pendarahan pada saluran penceraan makanan dan menentukan lokasinya, serta masih
banyak lagi yang dapat diperoleh dari diagnosis dengan penerapan teknologi
nuklir yang sangat pesat perkembangannya.
Disamping membantu penetapan
diagnosis, teknologi nukilr juga berperan dalam terapi penyakit-penyakit
tertentu, misalnya kanker kelenjar gondok, hiperfungsi kelenjar gondok yang
membandel terhadap pemberian obat-obatan non radiasi, keganasan sel darah
merah, inflamasi (peradangan) sendi yang sulit dikendalikan dengan menggunakan
terapi obat-obatan biasa. Untuk keperluan diagnosis, radioisotop diberikan
dalam dosis yang sangat kecil, tapi dalam terapi radioisotop sengaja diberikan
dosis yang besar terutama dalam pengobatan terhadap janringan kanker dengan
tujuan untuk melenyapkan sel-sel yang menyusun janringan kanker itu.
Di Indonesia, kedokteran nuklir
diperkenalkan pada akhir tahun 1960an, yaitu setelah reaktor atom Indonesia
yang pertama di Bandung mulai dioperasikan. Beberapa tenaga ahli Indonesia
dibantu oleh tenaga ahli dari luar negeri merintis pendirian suatu unit
kedokteran nuklir di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknik Nuklir di Bandung.
Unit ini merupakan cikal bakal Unit Kedokteran Nuklir RSU Hasan Sadikin,
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Menyusul kemudian unit-unit
berikutnya di Jakarta (RSCM, RS Pusat Pertamina, RS Gatot Subroto) dan di
Surabaya (RS Soetomo). Pada tahun 1980an didirikan unit-unit kedokteran nuklir
berikutnya di RS Sardjito Yogyakarta, RS Karyadi Semarang, RS Jantung Harapan
Kita Jakarta, dan RS Fatmawati Jakarta. Saat ini di Indonesia terdapat 15 rumah
sakit yang melakukan pelayanan kedokteran nuklir dengan menggunakan kamera
gamma, disamping masih terdapat 2 rumah sakit lagi yang hanya mengoperasikan
alat penatah ginjal yang dikenal dengan nama Renograf.
Pemanfaatan Teknik RADIOISOTOP
1. Teknik Pengaktifan Neutron
Teknik ini dapat digunakan untuk
menentukan kandungan mineral tubuh terutama untuk unsur-unsur yang terdapat
dalam tubuh dengan jumlah yang sangat kecil (Co, Cr, F, Mn, Se, Si, V, Zn, dll)
sehingga sulit ditentukan dengan metoda konvensional. Kelebihan teknik ini
terletak pada sifatnya yang tidak merusak dan kepekaan yang sangat tinggi
2. Penentuan Kerapatan Tulang
Dengan Bone Densitometer
Pengukuran kerapatan tulang
dilakukan dengan cara menyinari tulang dengan radiasi gamma atau sinar-X.
Berdasarkan banyaknya radiasi gamma atau sinar-X yang diserap tulang yang
diperiksa maka dapat ditentukan konsentrasi mineral kalsium dalam tulang.
Perhitungan dilakukan oleh komputer yang dipasang pada alat bone densitometer
tersebut. Teknik ini bermanfaat sebagai alat bantu diagnosis kekeroposan tulang
(osteoporosis) yang sering menyerang wanita pada usia menupause (mati haid)
sehingga menyebabkan tulang mudah patah.
3. Three Dimensional Conformal
Radiotherapy (3D-CRT)
Terapi radiasi dengan
menggunakan sumber radiasi tertutup atau pesawat pembangkit radiasi sudah lama
dikenal untuk pengobatan penyakit kanker. Perkembangan teknik elektronika maju
dan peralatan komputer canggih dalam dua dekade, telah membawa perkembangan
pesat dalam teknologi radioterapi. Dengan menggunakan pesawat pemercepat
partikel generasi terakhir telah dimungkinkan untuk melakukan radioterapi
kanker dengan sangat presisi dan tingkat keselamatan yang tinggi melalui
kemampuannya yang sangat selektif untuk membatasi bentuk jaringan tumor yang
akan dikenai radiasi, memformulasikan serta memberikan paparan radiasi dengan
dosis yang tepat pada target. Dengan memanfaatkan teknologi 3D-CRT ini sejak
tahun 1985 telah berkembang metode pembedahan dengan radiasi pengion sebagai
pisau bedahnya (gamma knife). Kasus-kasus tumor ganas yang sulit dijangkau
dengan pisau bedah konvensional menjadi dapat diatasi dengan teknik ini, bahkan
tanpa perlu membuka kulit pasien dan tanpa merusak jaringan di luar target.
DAFTAR PUSTAKA
http://astaqauliyah.com/2005/05/nuklir-di-bidang-kesehatan-dan-kedokteran/
http://id.wikipedia.org/wiki/Radioisotop