Jumat, 08 Februari 2013

KATETERISASI SISTEM UROGENITAL


KATETERISASI SISTEM UROGENITAL

Pengertian
Tindakan kateterisasi urine merupakan tindakan  invasif dan dapat menimbulkan rasa nyeri, sehingga jika dikerjakan dengan cara yang keliru akan menimbulkan kerusakan uretra yang permanen (Kozier, Erb, dan Oliveri 1991, Basuki, B.Purnomo,2003).
Kateterisasi urine adalah tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urine. Kateterisasi dapat menyebabkan hal - hal yang mengganggu kesehatan sehingga hanya dilakukan bila benar - benar diperlukan serta harus dilakukan dengan hati – hati ( Brockop dan Marrie, 1999 ).
Kateterisasi merupakan suatu tindakan untuk mengalirkan urin melalui selang kateter yang dimasukkan melalui uretra untuk mengatasi retensi urin dan menghindari komplikasi.
Kateterisasi urine adalah memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra kedalam kandung kemih
Kateterisasi urinari adalah tindakan penggunaan selang catether pada saluran eliminasi urin seseorang dengan melakukan tindakan secara aseptik yang ketat dan hanya dilakukan jika sangat diperlukan. Penggunaan kateter urinari biasanya dilakukan dengan menggunakan kateter yang dimasukkan melalui urethra ke dalam kandung kemih. Jika kateter telah dipasang, maka sistem ini harus benar-benar tertutup. Kateter ini dialiri hanya jika sangat perlu untuk mempertahankan patensinya.

Jenis pemasangan Kateter
Menurut ( Brockop dan Marrie, 1999 ) Jenis – jenis pemasangan kateter urine terdiri dari :
ü  Indewelling catheteter yang biasa disebut juga dengan retensi kateter / folley cateter – indewelling catheter dibuat sedemikian rupa sehingga tidak mudah lepas dari kandung kemih.
ü   Intermitten catheter yang digunakan untuk jangka waktu yang pendek ( 5-10 menit ) dan klien dapat diajarkan untuk memasang dan melepas sendiri.
ü  Suprapubik catheter kadang - kadang digunakan untuk pemakaian secara permanent. Cara memasukan kateter dengan jenis ini dengan membuat sayatan kecil diatas suprapubik
Saat ini ukuran kateter yang biasanya dipergunakan adalah ukuran dengan kalibrasi French ( FR ) atau disebut juga Charriere ( CH ). Ukuran tersebut didasarkan atas ukuran diameter lingkaran kateter tersebut misalkan 18 FR atau CH 18 mempunyai diameter 6 mm dengan patokan setiap ukuran 1 FR = CH 1 berdiameter 0,33 mm. Diameter yang diukur adalah diameter pemukaan luar kateter. Besar kecilnya diameter kateter yang digunakan ditentukan oleh tujuan pemasangan kateter urine tersebut untuk klien dewasa,ukuran kateter urine yang biasa digunakan adalah 16-19 FR. Kateter yang mempunyai ukuran yang sama belum tentu mempunyai diameter lumen yang sama karena perbedaan bahan dan jumlah lumen pada kateter tersebut.
Bahan kateter dapat berasal dari logam ( Stainlles ), karet ( Latteks ), latteks dengan lapiasan silicon ( Siliconized ). Perbedaan bahan kateter menentukan biokompabiliti kateter didalam buli-buli sehingga akan mempengaruhi daya tahan kateter yang terpasang di buli - buli.
Ruang lingkup
1.      Semua penderita yang datang dengan keluhan berupa tidak bisa kencing.
2.      Dalam kaitan penegakan diagnosis dan pengobatan, diperlukan disiplin ilmu yang terkait yaitu Radiologi.

Indikasi penggunaan kateter:
1.      Untuk menyembuhkan retensi urin
2.      Mengurangi tekanan pada kandung kemih
3.      Memudahkan pengobatan dengan operasi
4.      Mempercepat pemulihan jaringan setelah operasi
5.      Memasukkan obat ke dalam kandung kemih
6.      Mengukur outpit urin secara tepat
7.      Mengukur output residual
8.      Memvisualisasikan struktur anatomi secara radiografis
Menurut ( Brockop dan Marrie, 1999 ) pemasangan kateter urine dapat dilakukan untuk diagnosis maupun sebagai terapi. Indikasi pemasangan kateter urine untuk diagnosis adalah  sebagai berikut :
ü  Untuk mengambil sample urine guna pemeriksaan kultur mikrobiologi dengan menghindari kontaminasi.
ü  Pengukuran residual urine dengan cara, melakukan regular kateterisasi pada klien segera setelah mengakhiri miksinya dan kemudian diukur jumlah urine yang keluar.
ü  Untuk pemeriksaan cystografi, kontras dimasukan dalam kandung kemih melalui   kateter.
ü  Untuk pemeriksaan urodinamik yaitu cystometri dan uretral profil pressure.





Indikasi Pemasangan Kateter urine sebagai Terapi adalah :
ü  Dipakai dalam beberapa operasi traktus urinarius bagian bawah seperti secsio alta, repair reflek vesico urethal, prostatatoktomi sebagai drainage kandung kemih.
ü   Mengatasi obstruksi infra vesikal seperti pada BPH, adanya bekuan darah dalam buli-buli, striktur pasca bedah dan proses inflamasi pada urethra.
ü  Penanganan incontinensia urine dengan intermitten self catheterization.
ü  Pada tindakan kateterisasi bersih mandiri berkala ( KBMB ).
ü  Memasukan obat-obat intravesika antara lain sitostatika / antipiretika untuk buli  - buli.
ü  Sebagai splint setelah operasi rekontruksi urethra untuk tujuan stabilisasi urethra,

Indikasi operasi
- Retensio urin
- Sebagai bagian dari persiapan pra operasi

Kontra indikasi operasi:
Ruptur urethra

Prosedur kateterisasi

·         Tujuan

1.      Menghilangkan distensi kandung kemih

2.      Mendapatkan spesimen urine

3.      Mengkaji jumlah residu urine, jika kandung kemih tidak mampu sepenuhnya dikosongkan


·         Persiapan
a. Persiapan pasien
1.      Mengucapkan salam terapeutik
2.      Memperkenalkan diri
3.      Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilaksanakan.
4.      Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
5.      Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam.
6.      Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
7.      Privasi klien selama komunikasi dihargai.
8.      Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
9.      Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)

b.Persiapan alat
1.      Bak instrumen berisi
ü  Poly kateter sesuai ukuran 1 buah (klien dewasa yang pertama kali dipasang kateter biasanya dipakai no. 16)
ü  Urine bag steril 1 buah
ü  Pinset anatomi 2 buah
ü  Duk steril
ü  Kassa steril yang diberi jelly
2.      Sarung tangan steril
3.      Kapas sublimat dalam kom tertutup
4.      Perlak dan pengalasnya 1 buah
5.      Sampiran
6.      Cairan aquades atau Nacl
7.      Plester
8.      Gunting verband
9.      Bengkok 1 buah
10.  Korentang pada tempatnya

1.      kateterisasi-priaKateterisasi pada pria




·         Prosedur
1.      Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan, kemudian alat-alat didekatkan ke klien
2.      Pasang sampiran
3.      Cuci tangan
4.      Pasang pengalas/perlak dibawah bokong klien
5.      Pakaian bagian bawah klien dikeataskan/dilepas, dengan posisi klien terlentang. Kaki sedikit dibuka. Bengkok diletakkan didekat bokong klien.
6.      Buka bak instrumen, pakai sarung tangan steril, pasang duk steril, lalu bersihkan alat genitalia dengan kapas sublimat dengan menggunakan pinset.
7.      Bersihkan genitalia dengan cara : Penis dipegang dengan tangan non dominan penis dibersihkan dengan menggunakan kapas sublimat oleh tangan dominan dengan gerakan memutar dari meatus keluar. Tindakan bisa dilakukan beberapa kali hingga bersih. Letakkan pinset dalam bengkok
8.      Ambil kateter kemudian olesi dengan jelly. Masukkan kateter kedalam uretra kira-kira 10 cm secara perlahan-lahan dengan menggunakan pinset sampai urine keluar. Masukkan cairan Nacl/aquades 20-30 cc atau sesuai ukuran yang tertulis. Tarik sedikit kateter. Apabila pada saat ditarik kateter terasa tertahan berarti kateter sudah masuk pada kandung kemih
9.      Lepaskan duk, sambungkan kateter dengan urine bag. Lalu ikat disisi tempat tidur
10.  Fiksasi kateter
11.  Lepaskan sarung tangan
12.  Klien dirapikan kembali
13.  Alat dirapikan kembali
15.  Melaksanakan dokumentasi :
ü  Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar catatan klien
ü  Catat tanggal dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang melakukan dan tanda tangan/paraf pada lembar catatan klien






2.      Kateterisasi pada wanita
kateterisasi-wanita

·         Prosedur

1.      Klien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan, kemudian alat-alat didekatkan ke pasien
2.      Pasang sampiran
3.      Cuci tangan
4.      Pasang pengalas/perlak dibawah bokong klien
5.      Pakaian bagian bawah klien dikeataskan/dilepas, dengan posisi klien lithotomi (kaki ditekuk dan Kaki sedikit dibuka). Bengkok diletakkan didekat bokong klien
6.      Buka bak instrumen, pakai sarung tangan steril, pasang duk steril, lalu bersihkan alat genitalia dengan kapas sublimat dengan menggunakan pinset.
7.      Bersihkan genitalia dengan cara : dengan tangan nondominan perawat membuka vulva kemudian tangan kanan memegang pinset dan mengambil satu buah kapas sublimat. Selanjutnya bersihkan labia mayora dari atas kebawah dimulai dari sebelah kiri lalu kanan, kapas dibuang dalam bengkok, kemudian bersihkan labia minora, klitoris, dan anus. Letakkan pinset pada bengkok.
8.      Ambil kateter kemudian olesi dengan jelly. Masukkan kateter kedalam uretra kira-kira 10 cm secara perlahan-lahan dengan menggunakan pinset sampai urine keluar. Masukkan Cairan Nacl/aquades 20-30 cc atau sesuai ukuran yang tertulis di kateter. Tarik sedikit kateter. Apabila pada saat ditarik kateter terasa tertahan berarti kateter sudah masuk pada kandung kemih
9.      Lepaskan duk, sambungkan kateter dengan urine bag. Lalu ikat disisi tempat tidur
10.  Fiksasi kateter pada bagian sisi dalam paha klien
11.  Klien dirapikan kembali
12.  Alat dirapikan kembali
13.  Mencuci tangan
14.  Melaksanakan dokumentasi :
ü  Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar catatan klien
ü  Catat tanggal dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang melakukan dan tanda tangan/paraf pada lembar catatan klien

Diagnosis Banding
- Retensio urin
- Tumor suprapubic
- Uterus pada kehamilan

Pemeriksaan Penunjang
Foto polos abdomen.

Tehnik Operasi
Secara singkat tehnik dari kateterisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Posisi terlentang
2.      Desinfeksi lapangan tindakan dengan larutan antiseptik.
3.      Lapangan tindakan dipersempit dengan linen steril.
4.      Anestesi topikal pada penderita yang peka dengan jelly xylocaine 2-4% yang dimasukkan dengan spuit 20cc.
5.      Kateter yang diolesi jelly steril dimasukkan ke dalam urethra. Pada penderita pria, kateter dimasukkan dengan halus sampai urin mengalir (selalu dicatat jumlah dan warna urin), kemudian balon dikembangkan sebesar 5-10 ml.
6.      Bila diputuskan untuk menetap, kateter dihubungkan dengan kantong penampung steril dan dipertahankan sebagai sistem tertutup.
7.      Kateter difiksasi dengan plester pada kulit paha proksimal atat di daerah inguinal dan diusahakan agar penis mengarah ke lateral, hal ini untuk mencegah nekrosis akinat tekanan pada bagian ventral urethra di daerah penoskrotal

Komplikasi operasi
Komplikasi pasca bedah ialah urethritis, ruptur urehtra dan striktur urethra.

Penggunaan kateter intermiten merupakan alternatif dibanding penggunaan kateter dalam waktu lama pada beberapa pasien. Ini meliputi masing-masing petugas perawat untuk memasukkan kateter dengan teknik aseptik atau pasien sendiri yang memasukkan kateter dengan menggunakan teknik pembersihan setiap 4-6 jam sesuai keperluan. Jika terjadi trauma pada sistem urinari, maka penggunaan kateter akan sangat penting hingga menghilangkan oedem kateterisasi intermiten membantu bagi pasien dengan neurogenik bladder yang harus diajarkan untuk memasang kateter sendiri.
Perawat membantu pasien mengenali tempat urethra. Pasien tidak perlu menggunakan sarung tangan tetapi harus menggunakan peralatan yang telah dibersihkan menggunakan sabun dan air. Perawat mengajarkan kepada pasien bagaimana memasukkan kateter. Urin dialirkan kemudian kateter diambil kembali, kemudian peralatan ini dicuci dan disimpan. Pasien kemungkinan perlu memasangnya kembali setiap 4-6 jam atau jika ia merasa ingin membuang urin. Perawat dapat juga mengajarkan pada pasien bagaimana cara meraba kandung kemih yang sudah penuh.
Nyeri merupakan keluhan utama yang sering dialami oleh pasien dengan kateterisasi urine karena tindakan memasukkan selang kateter dalam kandung kemih mempunyai resiko terjadinya infeksi atau trauma pada uretra. Resiko trauma berupa iritasi pada dinding uretra lebih sering terjadi pada pria karena keadaan uretranya yang lebih panjang daripada wanita dan membran mukosa yang melapisi dinding uretra memang sangat mudah rusak oleh pergesekan akibat dimasukkannya selang kateter juga lumen uretra yang lebih panjang (Wolff, Weitzel, dan Fuerst, 1984).
Bahwa cara memasukkan jelly langsung kedalam uretra dapat mempengaruhi kecepatan pemasangan kateter sehingga mengurangi tingkat iritasi pada dinding uretra akibat pergesekan dengan kateter bila dibandingkan dengan cara pelumasan dengan melumuri jelly pada ujung kateter (Ferdinan, Tuti Pahria; 2003). Iritasi jaringan atau nekrosis dapat juga diakibatkan oleh pemakaian kateter yang ukurannya tidak sesuai besarnya orifisium uretra, kurangnya pemakaian jelly, penekanan yang berlebihan, misalnya memfiksasi terlalu erat dan penggunaan kateter intermiten yang terlalu sering dapat merusak jaringan kulit.
Dampak nyeri sebagai akibat spasme otot spingter karena kateterisasi akan terjadi perdarahan dan kerusakan uretra yang dapat menyebabkan striktur uretra yang bersifat permanen hal ini akan memperberat penyakit serta memperpanjang hari perawatan pasien. Bila hal tersebut tidak segera mendapat perhatian, maka kejadian berbagai komplikasi dengan mekanisme yang belum diketahui  berpeluang sangat besar.
Dalam pelaksanaan tindakan kateterisasi urin, perawat biasanya melakukan pemilihan ukuran dengan cermat, sesuai dengan besar kecilnya diameter meatus urinarius. Meatus urinarius ini merupakan bagian yang paling luar dari uretra, yang paling tidak mengambarkan besar kecilnya lumen uretra. Selain itu untuk mengurangi pergesekan pada dinding uretra yang nantinya akan menyebabkan iritasi, perawat juga biasanya melumuri ujung kateter sepanjang 15-18 cm dengan cairan kental berbentuk gel yang biasa disebut jelly. Penggunaan jelly dimaksudkan untuk mencegah spasme otot meatus uretra eksterna sehingga dapat mengurangi iritasi pada dinding uretra. Teknik pemberian  jelly sendiri dapat memperbaiki kualitas pelumasan  dengan demikian sensasi nyeri yang timbul karena iritasi juga dapat dikurangi (Malcolm R. Colmer, 1986).
Setiap prosedur pemasangan kateter harus diperhatikan prinsip-prinsip yang tidak boleh ditinggalkan, yaitu; pemasangan kateter dilakukan secara aseptik dengan melakukan disinfeksi secukupnya memakai bahan yang tidak menimbulkan iritasi pada kulit genitalia dan jika perlu diberikan antibiotik seperlunya, diusahakan tidak menimbulkan rasa sakit pada pasien. Kateter menetap dipertahankan sesingkat mungkin sampai dilakukan tindakan definitif terhadap penyebab retensi urin, perlu diingat makin lama kateter dipasang makin besar kemungkinan terjadi penyulit berupa infeksi atau cedera uretra ( Basuki, B Purnomo,2003 ).

Mortalitas
Kurang dari 1%

Perawatan Pasca Kateterisasi
1.      Minum banyak untuk menjamin diuresis
2.      Membersihkan ujung urethra dari sekret dan darah yang mengering agar pengaliran sekrit urethra tetap terjamin
3.      Mengusahakan kantong penampung urin tidak melampaui ketinggian buli-buli agar urin tidak mengalir kembali kedalamnya.
Follow-up
Mengganti kateter nelaton tiap 2 atau kateter silikon tiap 6-8 minggu minggu bila memang masih diperlukan, untuk mencegah pembentukan batu.

 

Perawatan kateter urine selama terpasang kateter
Perawatan kateter urine sangat pentung dilakukan pada klien dengan tujuan untuk mengurangi dampak negatif dari pemasangan kateterisasi urine seperti infeksi dan radang pada saluran kemih, dampak lain yang mengganggu pemenuhan kebutuhan dasar manusia perawatan yang dilakukan meliputi : menjaga kebersihan kateter dan alat vital kelamin, menjaga kantong penampumg urine dengan tidak meletakan lebih tinggi dari buli-buli dan tidak agar tidak terjadi aliran balik urine ke buli-buli dan tidak sering menimbulkan saluran penampung karena mempermudah masuknya kuman serta mengganti kateter dalam jangka waktu 7-12 hari.
Semakin jarang kateter diganti, resiko infeksi makin tinggi, penggantian kateter urine tergantung dari bahan kateter urine tersebut sebagai contoh kateter urine dengan bahan latteks silicon paling lama dipakai 10 hari,sedang bahan silicon dapat dipakai selama 12 hari. Pada tahap pengangkatan kateterisasi urine perlu diperhatikan agar balon kateter urine telah kempis. Selain itu menganjurkan klien menarik nafas untuk mengurangi ketegangan otot sekitar saluran kemih sehingga kateterisasi urine dapat diangkat tanpa menyebabkan trauma berlebihan


DAFTAR PUSTAKA

Reeves, Charlene J. 2001. “Keperawatan Medikal Bedah”. Jakarta: EGC


Tidak ada komentar:

Posting Komentar