KATETERISASI SISTEM
UROGENITAL
Pengertian
Tindakan
kateterisasi urine merupakan tindakan
invasif dan dapat menimbulkan rasa nyeri, sehingga jika dikerjakan dengan cara
yang keliru akan menimbulkan kerusakan uretra yang permanen (Kozier, Erb, dan
Oliveri 1991, Basuki, B.Purnomo,2003).
Kateterisasi urine adalah tindakan
memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan
mengeluarkan urine. Kateterisasi dapat menyebabkan hal - hal yang mengganggu
kesehatan sehingga hanya dilakukan bila benar - benar diperlukan serta harus
dilakukan dengan hati – hati ( Brockop dan Marrie, 1999 ).
Kateterisasi merupakan suatu tindakan untuk mengalirkan urin melalui selang
kateter yang dimasukkan melalui uretra untuk mengatasi retensi urin dan
menghindari komplikasi.
Kateterisasi urine adalah
memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra kedalam kandung kemih
Kateterisasi
urinari adalah tindakan penggunaan selang catether pada saluran eliminasi urin
seseorang dengan melakukan tindakan secara aseptik yang ketat dan hanya
dilakukan jika sangat diperlukan. Penggunaan kateter urinari biasanya dilakukan
dengan menggunakan kateter yang dimasukkan melalui urethra ke dalam kandung
kemih. Jika kateter telah dipasang, maka sistem ini harus benar-benar tertutup.
Kateter ini dialiri hanya jika sangat perlu untuk mempertahankan patensinya.
Jenis pemasangan
Kateter
Menurut ( Brockop dan Marrie, 1999 )
Jenis – jenis pemasangan kateter urine terdiri dari :
ü Indewelling
catheteter yang biasa disebut juga dengan retensi kateter /
folley cateter – indewelling catheter dibuat sedemikian rupa sehingga tidak
mudah lepas dari kandung kemih.
ü Intermitten
catheter yang digunakan untuk jangka waktu yang pendek ( 5-10
menit ) dan klien dapat diajarkan untuk memasang dan melepas sendiri.
ü Suprapubik catheter kadang -
kadang digunakan untuk pemakaian secara permanent. Cara memasukan kateter
dengan jenis ini dengan membuat sayatan kecil diatas suprapubik
Saat ini
ukuran kateter yang biasanya dipergunakan adalah ukuran dengan kalibrasi French
( FR ) atau disebut juga Charriere ( CH ). Ukuran tersebut didasarkan atas ukuran
diameter lingkaran kateter tersebut misalkan 18 FR atau CH 18 mempunyai
diameter 6 mm dengan patokan setiap ukuran 1 FR = CH 1 berdiameter 0,33 mm.
Diameter yang diukur adalah diameter pemukaan luar kateter. Besar kecilnya
diameter kateter yang digunakan ditentukan oleh tujuan pemasangan kateter urine
tersebut untuk klien dewasa,ukuran kateter urine yang biasa digunakan adalah
16-19 FR. Kateter yang mempunyai ukuran yang sama belum tentu mempunyai
diameter lumen yang sama karena perbedaan bahan dan jumlah lumen pada kateter
tersebut.
Bahan
kateter dapat berasal dari logam ( Stainlles ), karet ( Latteks ), latteks
dengan lapiasan silicon ( Siliconized ). Perbedaan bahan kateter menentukan
biokompabiliti kateter didalam buli-buli sehingga akan mempengaruhi daya tahan
kateter yang terpasang di buli - buli.
Ruang lingkup
1.
Semua penderita yang
datang dengan keluhan berupa tidak bisa kencing.
2.
Dalam
kaitan penegakan diagnosis dan pengobatan, diperlukan disiplin ilmu yang
terkait yaitu Radiologi.
Indikasi penggunaan
kateter:
1. Untuk
menyembuhkan retensi urin
2. Mengurangi
tekanan pada kandung kemih
3. Memudahkan
pengobatan dengan operasi
4. Mempercepat
pemulihan jaringan setelah operasi
5. Memasukkan
obat ke dalam kandung kemih
6. Mengukur
outpit urin secara tepat
7. Mengukur
output residual
8. Memvisualisasikan
struktur anatomi secara radiografis
Menurut ( Brockop dan Marrie, 1999 )
pemasangan kateter urine dapat dilakukan untuk diagnosis maupun sebagai terapi.
Indikasi pemasangan kateter urine untuk diagnosis adalah sebagai berikut :
ü Untuk
mengambil sample urine guna pemeriksaan kultur mikrobiologi dengan menghindari
kontaminasi.
ü Pengukuran
residual urine dengan cara, melakukan regular kateterisasi pada klien segera
setelah mengakhiri miksinya dan kemudian diukur jumlah urine yang keluar.
ü Untuk
pemeriksaan cystografi, kontras dimasukan dalam kandung kemih
melalui kateter.
ü Untuk
pemeriksaan urodinamik yaitu cystometri dan uretral profil pressure.
Indikasi Pemasangan Kateter urine
sebagai Terapi adalah :
ü Dipakai
dalam beberapa operasi traktus urinarius bagian bawah seperti secsio alta,
repair reflek vesico urethal, prostatatoktomi sebagai drainage kandung kemih.
ü Mengatasi obstruksi infra vesikal
seperti pada BPH, adanya bekuan darah dalam buli-buli, striktur pasca bedah dan
proses inflamasi pada urethra.
ü Penanganan
incontinensia urine dengan intermitten self catheterization.
ü Pada
tindakan kateterisasi bersih mandiri berkala ( KBMB ).
ü Memasukan
obat-obat intravesika antara lain sitostatika / antipiretika untuk buli -
buli.
ü Sebagai
splint setelah operasi rekontruksi urethra untuk tujuan stabilisasi urethra,
Indikasi operasi
- Retensio urin
- Sebagai bagian dari persiapan pra operasi
Kontra indikasi operasi:
Ruptur
urethra
Prosedur kateterisasi
· Tujuan
1. Menghilangkan distensi kandung kemih
2. Mendapatkan spesimen urine
3. Mengkaji jumlah residu urine, jika kandung kemih tidak mampu sepenuhnya dikosongkan
·
Persiapan
a. Persiapan pasien
1.
Mengucapkan salam terapeutik
2.
Memperkenalkan diri
3.
Menjelaskan pada klien dan
keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilaksanakan.
4.
Penjelasan yang disampaikan
dimengerti klien/keluarganya
5.
Selama komunikasi digunakan bahasa
yang jelas, sistematis serta tidak mengancam.
6.
Klien/keluarga diberi kesempatan
bertanya untuk klarifikasi
7.
Privasi klien selama komunikasi
dihargai.
8.
Memperlihatkan kesabaran , penuh
empati, sopan, dan perhatian serta respek selama berkomunikasi dan melakukan
tindakan
9.
Membuat kontrak (waktu, tempat dan
tindakan yang akan dilakukan)
b.Persiapan alat
1.
Bak instrumen berisi
ü Poly kateter sesuai ukuran 1 buah (klien dewasa yang pertama kali
dipasang kateter biasanya dipakai no. 16)
ü Urine bag steril 1 buah
ü Pinset anatomi 2 buah
ü Duk steril
ü Kassa steril yang diberi jelly
2.
Sarung tangan steril
3.
Kapas sublimat dalam kom tertutup
4.
Perlak dan pengalasnya 1 buah
5.
Sampiran
6.
Cairan aquades atau Nacl
7.
Plester
8.
Gunting verband
9.
Bengkok 1 buah
10.
Korentang pada tempatnya
1. Kateterisasi pada pria
·
Prosedur
1.
Pasien diberi penjelasan tentang
prosedur yang akan dilakukan, kemudian alat-alat didekatkan ke klien
2.
Pasang sampiran
3.
Cuci tangan
4.
Pasang pengalas/perlak dibawah
bokong klien
5.
Pakaian bagian bawah klien
dikeataskan/dilepas, dengan posisi klien terlentang. Kaki sedikit dibuka.
Bengkok diletakkan didekat bokong klien.
6.
Buka bak instrumen, pakai sarung
tangan steril, pasang duk steril, lalu bersihkan alat genitalia dengan kapas
sublimat dengan menggunakan pinset.
7.
Bersihkan genitalia dengan cara :
Penis dipegang dengan tangan non dominan penis dibersihkan dengan menggunakan
kapas sublimat oleh tangan dominan dengan gerakan memutar dari meatus keluar.
Tindakan bisa dilakukan beberapa kali hingga bersih. Letakkan pinset dalam
bengkok
8.
Ambil kateter kemudian olesi
dengan jelly. Masukkan kateter kedalam uretra kira-kira 10 cm secara
perlahan-lahan dengan menggunakan pinset sampai urine keluar. Masukkan cairan
Nacl/aquades 20-30 cc atau sesuai ukuran yang tertulis. Tarik sedikit kateter.
Apabila pada saat ditarik kateter terasa tertahan berarti kateter sudah masuk
pada kandung kemih
9.
Lepaskan duk, sambungkan kateter
dengan urine bag. Lalu ikat disisi tempat tidur
10.
Fiksasi kateter
11.
Lepaskan sarung tangan
12.
Klien dirapikan kembali
13.
Alat dirapikan kembali
14.
Mencuci tangan
15.
Melaksanakan dokumentasi :
ü Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar
catatan klien
ü Catat tanggal dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang
melakukan dan tanda tangan/paraf pada lembar catatan klien
2.
Kateterisasi
pada wanita
· Prosedur
1.
Klien diberi penjelasan tentang
prosedur yang akan dilakukan, kemudian alat-alat didekatkan ke pasien
2.
Pasang sampiran
3.
Cuci tangan
4.
Pasang pengalas/perlak dibawah
bokong klien
5.
Pakaian bagian bawah klien
dikeataskan/dilepas, dengan posisi klien lithotomi (kaki ditekuk dan Kaki
sedikit dibuka). Bengkok diletakkan didekat bokong klien
6.
Buka bak instrumen, pakai sarung
tangan steril, pasang duk steril, lalu bersihkan alat genitalia dengan kapas
sublimat dengan menggunakan pinset.
7.
Bersihkan genitalia dengan cara :
dengan tangan nondominan perawat membuka vulva kemudian tangan kanan memegang
pinset dan mengambil satu buah kapas sublimat. Selanjutnya bersihkan labia
mayora dari atas kebawah dimulai dari sebelah kiri lalu kanan, kapas dibuang
dalam bengkok, kemudian bersihkan labia minora, klitoris, dan anus. Letakkan
pinset pada bengkok.
8.
Ambil kateter kemudian olesi
dengan jelly. Masukkan kateter kedalam uretra kira-kira 10 cm secara
perlahan-lahan dengan menggunakan pinset sampai urine keluar. Masukkan Cairan
Nacl/aquades 20-30 cc atau sesuai ukuran yang tertulis di kateter. Tarik
sedikit kateter. Apabila pada saat ditarik kateter terasa tertahan berarti
kateter sudah masuk pada kandung kemih
9.
Lepaskan duk, sambungkan kateter
dengan urine bag. Lalu ikat disisi tempat tidur
10.
Fiksasi kateter pada bagian sisi
dalam paha klien
11.
Klien dirapikan kembali
12.
Alat dirapikan kembali
13.
Mencuci tangan
14.
Melaksanakan dokumentasi :
ü Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar
catatan klien
ü Catat tanggal dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang
melakukan dan tanda tangan/paraf pada lembar catatan klien
Diagnosis Banding
- Retensio urin
- Tumor suprapubic
- Uterus pada kehamilan
Pemeriksaan Penunjang
Foto polos abdomen.
Tehnik
Operasi
Secara singkat tehnik dari kateterisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Posisi terlentang
2.
Desinfeksi lapangan
tindakan dengan larutan antiseptik.
3.
Lapangan tindakan
dipersempit dengan linen steril.
4.
Anestesi topikal pada
penderita yang peka dengan jelly xylocaine 2-4% yang dimasukkan dengan spuit
20cc.
5.
Kateter yang diolesi
jelly steril dimasukkan ke dalam urethra. Pada penderita pria, kateter
dimasukkan dengan halus sampai urin mengalir (selalu dicatat jumlah dan warna
urin), kemudian balon dikembangkan sebesar 5-10 ml.
6.
Bila diputuskan untuk
menetap, kateter dihubungkan dengan kantong penampung steril dan dipertahankan
sebagai sistem tertutup.
7.
Kateter difiksasi dengan
plester pada kulit paha proksimal atat di daerah inguinal dan diusahakan agar
penis mengarah ke lateral, hal ini untuk mencegah nekrosis akinat tekanan pada
bagian ventral urethra di daerah penoskrotal
Komplikasi operasi
Komplikasi pasca bedah ialah urethritis, ruptur urehtra dan striktur
urethra.
Penggunaan
kateter intermiten merupakan alternatif dibanding penggunaan kateter dalam
waktu lama pada beberapa pasien. Ini meliputi masing-masing petugas perawat
untuk memasukkan kateter dengan teknik aseptik atau pasien sendiri yang
memasukkan kateter dengan menggunakan teknik pembersihan setiap 4-6 jam sesuai
keperluan. Jika terjadi trauma pada sistem urinari, maka penggunaan kateter
akan sangat penting hingga menghilangkan oedem kateterisasi intermiten membantu
bagi pasien dengan neurogenik bladder yang harus diajarkan untuk memasang
kateter sendiri.
Perawat
membantu pasien mengenali tempat urethra. Pasien tidak perlu menggunakan sarung
tangan tetapi harus menggunakan peralatan yang telah dibersihkan menggunakan
sabun dan air. Perawat mengajarkan kepada pasien bagaimana memasukkan kateter.
Urin dialirkan kemudian kateter diambil kembali, kemudian peralatan ini dicuci
dan disimpan. Pasien kemungkinan perlu memasangnya kembali setiap 4-6 jam atau
jika ia merasa ingin membuang urin. Perawat dapat juga mengajarkan pada pasien
bagaimana cara meraba kandung kemih yang sudah penuh.
Nyeri
merupakan keluhan utama yang sering dialami oleh pasien dengan kateterisasi urine karena tindakan
memasukkan selang kateter dalam kandung kemih mempunyai resiko terjadinya
infeksi atau trauma pada uretra. Resiko trauma berupa iritasi pada dinding
uretra lebih sering terjadi pada pria karena
keadaan uretranya yang lebih panjang daripada wanita dan membran mukosa yang
melapisi dinding uretra memang sangat mudah rusak oleh pergesekan akibat
dimasukkannya selang kateter juga lumen uretra yang lebih panjang (Wolff,
Weitzel, dan Fuerst, 1984).
Bahwa
cara memasukkan jelly langsung kedalam uretra dapat mempengaruhi
kecepatan pemasangan kateter
sehingga mengurangi tingkat iritasi pada dinding uretra akibat pergesekan
dengan kateter bila dibandingkan dengan cara pelumasan dengan melumuri jelly
pada ujung kateter (Ferdinan, Tuti Pahria; 2003). Iritasi jaringan atau
nekrosis dapat juga diakibatkan oleh pemakaian kateter yang ukurannya tidak
sesuai besarnya orifisium uretra, kurangnya pemakaian jelly, penekanan
yang berlebihan, misalnya memfiksasi terlalu erat dan penggunaan kateter
intermiten yang terlalu sering dapat merusak jaringan kulit.
Dampak
nyeri sebagai akibat spasme otot spingter karena kateterisasi akan terjadi
perdarahan dan kerusakan uretra yang dapat menyebabkan striktur uretra yang bersifat
permanen hal ini akan memperberat penyakit serta memperpanjang hari perawatan
pasien. Bila hal tersebut tidak segera mendapat perhatian, maka kejadian
berbagai komplikasi dengan mekanisme yang belum diketahui berpeluang
sangat besar.
Dalam
pelaksanaan tindakan kateterisasi urin, perawat
biasanya melakukan pemilihan ukuran dengan cermat, sesuai dengan besar kecilnya
diameter meatus urinarius. Meatus urinarius ini merupakan
bagian yang paling luar dari uretra, yang paling tidak mengambarkan besar
kecilnya lumen uretra. Selain itu untuk mengurangi pergesekan pada dinding
uretra yang nantinya akan menyebabkan iritasi, perawat juga biasanya melumuri
ujung kateter sepanjang 15-18 cm dengan cairan kental berbentuk gel yang biasa
disebut jelly. Penggunaan jelly dimaksudkan untuk mencegah
spasme otot meatus uretra eksterna sehingga dapat mengurangi iritasi pada
dinding uretra. Teknik pemberian jelly sendiri dapat memperbaiki
kualitas pelumasan dengan demikian sensasi nyeri yang timbul karena
iritasi juga dapat dikurangi (Malcolm R. Colmer, 1986).
Setiap
prosedur pemasangan kateter harus
diperhatikan prinsip-prinsip yang tidak boleh ditinggalkan, yaitu; pemasangan
kateter dilakukan secara aseptik dengan melakukan disinfeksi secukupnya memakai
bahan yang tidak menimbulkan iritasi pada kulit genitalia dan jika perlu
diberikan antibiotik seperlunya, diusahakan tidak menimbulkan rasa sakit pada
pasien. Kateter menetap dipertahankan sesingkat mungkin sampai dilakukan
tindakan definitif terhadap penyebab retensi urin, perlu diingat makin lama
kateter dipasang makin besar kemungkinan terjadi penyulit berupa infeksi atau
cedera uretra ( Basuki, B Purnomo,2003 ).
Mortalitas
Kurang dari 1%
Perawatan Pasca Kateterisasi
1.
Minum banyak untuk menjamin diuresis
2.
Membersihkan ujung urethra dari sekret dan darah yang mengering agar
pengaliran sekrit urethra tetap terjamin
3.
Mengusahakan kantong penampung urin tidak melampaui ketinggian buli-buli
agar urin tidak mengalir kembali kedalamnya.
Follow-up
Mengganti kateter nelaton tiap 2 atau
kateter silikon tiap 6-8 minggu minggu bila memang masih diperlukan, untuk
mencegah pembentukan batu.
Perawatan kateter urine selama
terpasang kateter
Perawatan
kateter urine sangat pentung dilakukan pada klien dengan tujuan untuk
mengurangi dampak negatif dari pemasangan kateterisasi urine seperti infeksi
dan radang pada saluran kemih, dampak lain yang mengganggu pemenuhan kebutuhan
dasar manusia perawatan yang dilakukan meliputi : menjaga kebersihan kateter
dan alat vital kelamin, menjaga kantong penampumg urine dengan tidak meletakan
lebih tinggi dari buli-buli dan tidak agar tidak terjadi aliran balik urine ke
buli-buli dan tidak sering menimbulkan saluran penampung karena mempermudah
masuknya kuman serta mengganti kateter dalam jangka waktu 7-12 hari.
Semakin
jarang kateter diganti, resiko infeksi makin tinggi, penggantian kateter urine
tergantung dari bahan kateter urine tersebut sebagai contoh kateter urine
dengan bahan latteks silicon paling lama dipakai 10 hari,sedang bahan silicon
dapat dipakai selama 12 hari. Pada tahap pengangkatan kateterisasi urine perlu
diperhatikan agar balon kateter urine telah kempis. Selain itu menganjurkan
klien menarik nafas untuk mengurangi ketegangan otot sekitar saluran kemih sehingga
kateterisasi urine dapat diangkat tanpa menyebabkan trauma berlebihan
DAFTAR PUSTAKA
Reeves, Charlene
J. 2001. “Keperawatan Medikal Bedah”.
Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar