Jumat, 08 Februari 2013

Askep Hidronefrosis


Askep Hidronefrosis

Konsep medik
1.      Pengertian
-          Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua ginjal akibat adanya obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik sehingga tekanan diginjal meningkat (Smeltzer dan Bare, 2002).

-          Hidronefrosis adalah obstruksi aliran kemih proksimal terhadap kandung kemih dapat mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelviks ginjal dan ureter yang dapat mengakibatkan absorbsi hebat pada parenkim ginjal (Sylvia, 1995).

-          Apabila obstruksi ini terjadi di ureter atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal tetapi jika obstruksi terjadi disalah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan maka hanya satu ginjal yang rusak.

-          Hidronefrosis adalah dilatasi pelvis renalis dan calyces, serta atrofi progresif dan pembesaran kistik ginjal, dapat juga disertai pelebaran ureter (hidroureter).

-          Hidronefrosis adalah obstruksi saluran kemih proksimal terhadap kandung kemih yang mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter serta atrofi hebal pada parenkim ginjal (Price, 1995: 818).

2.      Anatomi dan fisiologi ginjal

a.       Anatomi ginjal

1) Makroskopis
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium, didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor). Ginjal pada orang dewasa penjangnya sampai 13 cm, lebarnya 6 cm dan berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau ginjal beratnya antara 120-150 gram.
Bentuknya seperti biji kacang, jumlahnya ada 2 buah yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda yaitu korteks dan medulla.

Medulla terbagi menjadi baji segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul (Price,1995 : 773).

2) Mikroskopis
Tiap tubulus ginjal dan glumerulusnya membentuk satu kesatuan (nefron). Nefron adalah unit fungsional ginjal. Dalam setiap ginjal terdapat sekitar satu juta nefron. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri keduktus pengumpul. (Price, 1995)

3) Vaskularisasi ginjal
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen pada glomerulus (Price, 1995).

Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit suatu volume yang sama dengan 20-25% curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk keginjal berada pada korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah ginjal adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol afferen mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah resistensinya sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan ( Price, 1995).
4) Persarafan pada ginjal
Menurut Price (1995) “Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor), saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal”.

b.      Fisiologi ginjal

Menurut Syaifuddin (1995) “Fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zat toksik atau racun; mempertahankan keseimbangan cairan; mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh; mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh; mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir sari protein ureum, kreatinin dan amoniak”.

Tiga tahap pembentukan urine :
1) Filtrasi glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.

2) Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.

3) Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.
Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya.
Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).
Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik

3.      Etiologi
-          Adanya akumulasi urin di piala ginjal, akan menyebabkan distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap, maka ginjal yang lain akan membesar secara bertahap (hipertrofi kompensatori) akhirnya fungsi renal terganggu.
-          Obstruksi pada fruktus urinarius
-          Obstruksi parsial atau intermitten disebabkan batu renal yang terbentuk di piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya
-          Obstruksi uretra pada pintu kandung kemih akibat pembesaran prostat

4.      Patofisiologi
Apapun penyebab dari hidronefrosis, disebabkan adanya obstruksi baik parsial ataupun intermitten mengakibatkan terjadinya akumulasi urin di piala ginjal. Sehingga menyebabkan disertasi piala dan kolik ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap maka ginjal yang lain akan membesar secara bertahap (hipertrofi kompensatori), akibatnya fungsi renal terganggu (Smeltzer dan Bare, 2002).

5.      Manifestasi klinik
Pasien mungkin asimtomatik jika awitan terjadi secara bertahap. Obstruksi akut dapat menimbulkan rasa sakit dipanggul dan pinggang. Jika terjadi infeksi maja disuria, menggigil, demam dan nyeri tekan serta piuria akan terjadi. Hematuri dan piuria mungkin juga ada. Jika kedua ginjal kena maka tanda dan gejala gagal ginjal kronik akan muncul, seperti:
• Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium).
• Gagal jantung kongestif.
• Perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi).
• Pruritis (gatal kulit).
• Butiran uremik (kristal urea pada kulit).
• Anoreksia, mual, muntah, cegukan.
• Penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang.
• Amenore, atrofi testikuler.
(Smeltzer dan Bare, 2002)

6.      Komplikasi
Gagal ginjal kronik


7.      Penatalaksanaan
Tujuannya adalah untuk mengaktivasi dan memperbaiki penyebab dari hidronefrosis (obstruksi, infeksi) dan untuk mempertahankan dan melindungi fungsi ginjal.
Untuk mengurangi obstruksi urin akan dialihkan melalui tindakan nefrostomi atau tipe disertasi lainnya. Infeksi ditangani dengan agen anti mikrobial karena sisa urin dalam kaliks akan menyebabkan infeksi dan pielonefritis. Pasien disiapkan untuk pembedahan mengangkat lesi obstrukstif (batu, tumor, obstruksi ureter). Jika salah satu fungsi ginjal rusak parah dan hancur maka nefrektomi (pengangkatan ginjal) dapat dilakukan (Smeltzer dan Bare, 2002).

Konsep keperawatan
1.      Diagnosa dan interverensi keperawatan

1.      Gangguan keseimbangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan cairan.
Tujuan: Volume cairan seimbang
Kriteria hasil:
• RR dan TTV normal/stabil
• Turgor baik, mukosa lembab
• Intake dan output seimbang
Intervensi:
• Timbang BB tiap tiga hari.
• Observasi TTV
• Beri posisi trendelenberg
• Pantau intake dan output
• kolaborasi pemberian diuresis
• Cek laboratorium darah lengkap/rutin

2.      Resti infeksi berhubungan dengan akses haemodialise
Tujuan: Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil:
• Tidak ada tanda-tanda infeksi
• Tidak ada sepsis dan pus
Tindakan:
• Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
• Tutup luka dengan teknik aseptik
• Monitor jika ada peradangan
• Monitor TTV
• Kolaborasi pemberian antibiotic


3.      Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan obstruksi akut.
Tujuan: Nyeri berkurang sampai hilang
Kriteria hasil:
• Pasien tampak rileks
• Pasien mengungkapkan rasa nyeri berkurang
Intervensi:
• Kaji tingkat nyeri
• Beri penjelasan penyebab nyeri
• Ajarkan relaksasi dan distraksi
• Kolaborasi pemberian analgetik

4.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia
Tujuan: Kebutuhan aktivitas terpenuhi
Kriteria hasil:
• Meningkatkan kemampuan mobilitas
• Melaporkan penurunan gejala-gejala intoleransi aktivitas
Intervensi:
• Kaji respon individu terhadap aktivitas, nyeri, dispnea, vertigo
• Meningkatkan aktivitas klien secara bertahap
• Kolaborasi dengan ahli fisioterapi


5.      Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah
Tujuan: Nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil:
• Masukan per oral meningkat
• Berat badan dalam rentang normal
Intervensi
• Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat.
• Berikan porsi makan kecil tapi sering
• Ciptakan suasanya yang menyenangkan
• Dukung klien untuk makan bersama anggota keluarga




Daftar pustaka

1.      Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
2.      Price, Sylvia. 1992. Patofisiologi edisi keempat. Jakatya: EGC.
3.      Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. Buku aajar keperawatan medikal bedah edisi 8. Jakarta: EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar