ASKEP Otitis Media
OTITIS MEDIA
Pengertian
Otitis media adalah inflamasi pada bagian telinga tengah.
Otitis media sebenarnya adalah diagnosa yang paling sering dijumpai pada anak –
anak di bawah usia 15 tahun. Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media yang paling umum
ditemukan di klinik, yaitu :
· Otitis Media Akut
· Otitis Media Serosa (Otitis media dengan efusi)
· Otitis Media Kronik
Otitis media akut adalah keadaan dimana terdapatnya cairan
di dalam telinga tengah dengan tanda dan gejala infeksi.
Otitis media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya
cairan di dalam telinga tengah tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif.
Secara teori, cairan ini sebagai akibat tekanan negative dalam telinga tengah
yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii. Pada penyakit ini, tidak ada
agen penyebab definitive yang telah diidentifikasi, meskipun otitis media
dengan efusi lebih banyak terdapat pada anak yang telah sembuh dari otitis
media akut dan biasanya dikenal dengan “glue ear”. Bila terjadi pada orang
dewasa, penyebab lain yang mendasari terjadinya disfungsi tuba eustachii harus
dicari. Efusi telinga tengah sering terlihat pada pasien setelah mengalami
radioterapi dan barotrauma ( eg : penyelam ) dan pada pasien dengan disfungsi tuba
eustachii akibat infeksi atau alergi saluran napas atas yang terjadi.
Otitis media kronik sendiri adalah kondisi yang berhubungan
dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode
berulang otitis media akut yang tak tertangani. Sering berhubungan dengan
perforasi menetap membrane timpani. Infeksi kronik telinga tengah tak hanya
mengakibatkan kerusakan membrane timpani tetapi juga dapat menghancurkan
osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid. Sebelum penemuan antibiotic, infeksi
mastoid merupakan infeksi yang mengancam jiwa. Sekarang, penggunaan antibiotic
yang bijaksana pada otitis media akut telah menyebabkan mastoiditis koalesens
akut menjadi jarang. Kebanyakan kasus mastoiditis akut sekarang ditemukan pada
pasien yang tidak mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan mengalami
infeksi telinga yang tak ditangani. Mastoiditis kronik lebih sering, dan
beberapa dari infeksi kronik ini, dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma,
yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam ( epitel skuamosa ) dari lapisan luar
membrane timpani ke telinga tengah. Kulit dari membrane timpani lateral
membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit yang telah rusak dan bahan
sebaseus. Kantong dapat melekat ke struktur telinga tengah dan mastoid. Bila
tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralysis
nervus fasialis ( N. Cranial VII ), kehilangan pendengaran sensorineural dan/
atau gangguan keseimbangan (akibat erosi telinga dalam) dan abses otak.
Etiologi
Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri
patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya adalah steril. Paling sering
terjadi bila terdapat disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang
disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya
(eg : sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi alergik ( eg : rhinitis
alergika). Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah
Streptococcus peneumoniae, Hemophylus influenzae, Streptococcus pyogenes, dan
Moraxella catarrhalis.
Patofisiologi
Pada gangguan ini biasanya terjadi disfungsi tuba eustachii
seperti obstruksi yang diakibatkan oleh infeksi saluran nafas atas, sehingga
timbul tekanan negative di telinga tengah. Sebaliknya, terdapat gangguan
drainase cairan telinga tengah dan kemungkinan refluks sekresi esophagus ke
daerah ini yang secara normal bersifat steril. Cara masuk bakteri pada
kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba eustachii akibat kontaminasi secret
dalam nasofaring. Bakteri juga dapat masuk telinga tengah bila ada perforasi
membran tymphani. Eksudat purulen biasanya ada dalam telinga tengah dan
mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif.
Manifestasi Klinis
v Otitis Media Akut
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya
infeksi dan bisa sangat ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini
biasanya unilateral pada orang dewasa.
· Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa
tonjolan tulang yang dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic (
pemberian tekanan positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator
balon yang dikaitkan ke otoskop ), dapat mengalami perforasi.
· Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani
· Keluhan nyeri telinga ( otalgia )
· Demam
· Anoreksia
· Limfadenopati servikal anterior
v Otitis Media Serosa
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh
atau gatal dalam telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau
berderik, yang terjadi ketika tuba eustachii berusaha membuka. Membrane
tymphani tampak kusam (warna kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi
pneumatik, dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah. Audiogram
biasanya menunjukkan adanya kehilangan pendengaran konduktif.
v Otitis Media Kronik
Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan
pendengaran dan terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk.
Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah
post aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan edema. Kolesteatoma,
sendiri biasanya tidak menyebabkan nyeri. Evaluasi otoskopik membrane timpani
memperlihatkan adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa
putih di belakang membrane timpani atau keluar ke kanalis eksterna melalui
lubang perforasi. Kolesteatoma dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh
ahli otoskopi. Hasil audiometric pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan
kehilangan pendengaran konduktif atau campuran.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga
luar
2. Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan
membrane timpani
3. Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan
timpanosentesis (Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).
Penatalaksanaan Medis
Hasil penatalaksanaan otitis media bergantung pada
efektifitas terapi ( e.g : dosis antibiotika oral yang diresepkan dan durasi
terapi ), virulensi bakteri, dan status fisik klien
Antibiotik dapat digunakan untuk otitis media akut. Pilihan
pertama adalah Amoksisilin; pilihan kedua – digunakan bila diperkirakan
organismenya resisten terhadap amoksisilin – adalah amoksisilin dengan
klavulanat (Augmentin ; sefalosporin generasi kedua), atau trimetoprin
sulfametoksazol. Pada klien yang alergi penisilin, dapat diberikan eritronmisin
dan sulfonamide atau trimetoprim – sulfa.
Untuk otitis media serosa ( otitis media dengan efusi ),
terapi yang umum dilakukan adalah menunggu. Keadaan ini umumnya sembuh sendiri
dalam 2 bulan.
Untuk otitis media serosa yang persisten, dianjurkan untuk
melakukan miringotomi. Miringotomi adalah prosedur bedah dengan memasukkan
selang penyeimbang tekanan ke dalam membrane timpani. Hal ini memungkinkan
ventilasi dari telinga tengah, mengurangi tekanan negative dan memungkinkan
drainase cairan. Selang itu umumnya lepas sendiri setelah 6 sampai 12 bulan.
Kemungkinan komplikasinya adala atrofi membrane timpani, timpanosklerosis
(parut pada membrane timpani), perforasi kronik, dan kolesteatoma.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN OTITIS MEDIA
Pengkajian
o Kaji adanya perilaku nyeri verbal dan non verbal
o Kaji adanya peningkatan suhu (indikasi adanya proses
infeksi)
o Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe di daerah leher
o Kaji status nutrisi dan keadekuatan asupan cairan
berkalori
o Kaji kemungkinan tuli.
Diagnosa Keperawatan
v Nyeri R/t Inflamasi pada jaringan telinga tengah
v Perubahan Sensori – Persepsi ; Auditorius R/t Gangguan
penghantaran bunyi pada organ pendengaran
v Gangguan Body Image R/t paralysis nervus fasialis ; facial
palsy
v Ancietas R/t Prosedur pembedahan ; Miringopalsty /
mastoidektomi
Intervensi Keperawatan
v Nyeri R/t proses inflamasi pada jaringan telinga tengah
Tujuan : Penurunan rasa nyeri
Intervensi :
o Kaji tingkat intensitas klien & mekanisme koping klien
o Berikan analgetik sesuai indikasi
o Alihkan perhatian klien dengan menggunakan teknik – teknik
relaksasi : distraksi, imajinasi terbimbing, touching, dll
v perubahan sensori – persepsi ; Auditorius R/t Gangguan
penghantaran bunyi pada organ pendengaran.
Tujuan : memperbaiki komunikasi
Intervensi :
o mengurangi kegaduhan pada lingkungan klien
o Memandang klien ketika sedang berbicara
o Berbicara jelas dan tegas pada klien tanpa perlu berteriak
o Memberikan pencahayaan yang memadai bila klien bergantung
pada gerab bibir
o Menggunakan tanda – tanda nonverbal ( mis. Ekspresi wajah,
menunjuk, atau gerakan tubuh ) dan bentuk komunikasi lainnya.
o Instruksikan kepada keluarga atau orang terdekat klien
tentang bagaimana teknik komunikasi yang efektif sehingga mereka dapat saling
berinteraksi dengan klien
o Bila klien menginginkan dapat digunakan alat bantu
pendengaran.
v Gangguan Body Image R/t paralysis nervus fasialis
o Kaji tingkat kecemasan dan mekanisme koping klien terlebih
dahulu
o Beritahukan pada klien kemungkinan terjadinya fasial palsy
akibat tindak lanjut dari penyakit tersebut
o Informasikan bahwa keadaan ini biasanya hanya bersifat
sementara dan akan hilang dengan pengobatan yang teratur dan rutin.
v Ancietas R/t prosedur pembedahan ; miringoplasty /
mastoidektomi.
o Kaji tingkat kecemasan klien dan anjurkan klien untuk
mengungkapkan kecemasan serta keprihatinannya mengenai pembedahan.
o Informasi mengenai pembedahan dan lingkungan ruang operasi
penting untuk diketahui klien sebelum pembedahan
o Mendiskusikan harapan pasca operatif dapat membantu
mengurangi ansietas mengenai hal – hal yang tidak diketahui klien.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth., 1997, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, EGC, Jakarta.
Gale, Danielle.RN,MS.,& Jane Charette, RN., 1996,
Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, EGC, Jakarta.
Price, Sylvia.A.,& Lorraine M.Wilson., 1995,
Patofisiologi edisi 4 buku 2, EGC, Jakarta.
Robbins & Kumar, 1995, Buku Ajar Patologi II edisi 4,
EGC, Jakarta.
PENGKAJIAN
Riwayat Penyakit
Riwayat merokok pada pasien, atau sering terpajan dengan
asap rokok, pola aktivitas dengan melakukan aktivitas yang berat.
Pemeriksaan Fisik
· Tanda-tanda vital
Tekanan darah menurun dan nadi cepat.
· Sistem Pencernaan
Anoreksia, mual, muntah, stomatitis, mukolitis, dyspepsia
atau disfagia, BB menurun.
· Sistem muskuloskeletal
Kelemahan, penurunan massa otot/jaringan
· Sistem Pernafasan
Dispnea, suara nafas menurun/menghilang & adanya suara
tambahan seperti rale (krekels), mengi, ronki dengan auskultasi. Perubahan pada
pola dan frekuensi pernafasan.
· Sistem Kardiovaskuler
Tekanan darah menurun, nadi cepat, dan sianosis.
Pemeriksaan Diagnostik
· Foto ronsen torak, Scan CT dada, tomografi paru dan MRI :
untuk menentukan adanya massa.
· Sitologi sputum, bronkoskopi dengan menyikat atau mencuci,
jarum biopsy, mediastinoskopi, biopsi skala nodus : untuk menentukan massa
kanker.
· Torakotomi bila jaringan tidak dapat diperoleh.
· Titer enzim Carcynoembrionic Antigen (CEA) : kadar CEA
yang tinggi mengindikasikan kehadiran tumor yang semakin ekstensif.
Penatalaksanaan/ pengobatan
Rejimen pengobatan yang paling sering adalah kombinasi dari
pembedahan, radiasi dan kemoterapi.
Pembedahan untuk pasien dengan NSCLC stadium I, II, IIIa.
KONSEP DASAR
PENDAHULUAN
Kanker paru merupakan suatu bentuk keganasan dari system
pernafasan bagian bawah yang bersifat epithelial dan berasal dari mukosa
bronkus.
Tumor paru dapat berupa benigna atau meligna. Tumor paru
maligna dapat primer, yang timbul di dalam paru atau mediastinum, atau dapat
merupakan metastasis dari tumor primer dimanapun di dalam tubuh. Tumor paru
metastatik seringkali karena aliran darah membawa sel-sel kanker yang bebas
dari kanker primer dimana saja di dalam tubuh ke paru. Tumor tumbuh di dalam
dan di antara alveoli dan bronki, mendorong alveoli dan bronki sejalan dengan
pertumbuhan mereka. Proses ini dapat terjadi selama waktu yang lama,
menyebabkan beberapa gejala atau tidak sama sekali.
Banyak tumor paru timbul dari epitelium bronchial. Adenoma
bronchial adalah tumor yang tumbuh lambat, biasanya benigna, tetapi mereka
dapat sangat vascular dan oleh karenanya menimbulkan gejala-gejala perdarahan
dan obstruksi bronchial.
Karsinoma bronkogenik adalah tumor maligna yang timbul dari
bronkus. Tumor seperti ini adalah epidermoid, biasanya terletak dalam bronki
yang besar atau mungkin adenokarsinoma yang timbul jauh di luar paru. Juga
terdapat beberapa tipe kanker paru intermediate atau jenis yang tidak dapat
dibedakan, diidentifikasi melalui jenis selnya.
ETIOLOGI
Etiologi dari Karsinoma bronkogenik sebenarnya belum
diketahui, tetapi ada beberapa factor risiko yang erat hubungannya dalam
peningkatan insidens penyakit ini, antara lain :
· Merokok (perokok I)
Kanker paru adalah sepuluh kali lebih umum terjadi pada
perokok dibandingkan pada bukan perokok.
· Perokok kedua
Individu secara involunter terpajan pada asap rokok dalam
lingkungan yang dekat berisiko terhadap terjadinya kanker paru.
· Polusi udara
Berbagai karsinogen telah diidentifikasi dalam atmosfer
termasuk sulfur, emisi kendaraan bermotor, dan polutan pabrik.
· Pemajanan okupasi
Pemajanan kronik terhadap karsinogen industrial, seperti
arsenik, asbestos, dll.
· Radon
Radon adalah gas tak berwarna, tidak berbau terdapat dalam
tanah, gas ini dikaitkan dengan pertambangan uranium.
· Vitamin A
Vitamin A berkaitan dengan pengaturan diferensiasi sel. Diet
rendah vitamin A berkaitan dengan terjadinya kanker paru.
· Factor lain-lain
Termasuk factor predisposisi genetic dan penyakit pernafasan
lain seperti PPOM dan Tuberkulosis.
MANIFESTASI KLINIS
· Gejala kanker paru paling sering adalah batuk. Batuk mulai
sebagai batuk kering (hacking), tanpa sputum, tapi berkembang sampai titik
dimana bentuk sputum yang kental, purulen dalam berespons terhadap infeksi
sekunder
· Pasien demam terjadi sebagai gejala dini dalam berespons
terhadap infeksi yang menetap pada area pneumonitis ke arah distal tumor.
· Nyeri pada bahu, lengan dan dada.
· Hemoptisis, dispnea, sesak nafas, mengi, keletihan.
· Disfagia, anoreksia, BB menurun,
· Sindrom vena kava superior
· Edema kepala dan leher
· Gejala efusi pleura atau pericardial.
· Anemia tampak pada akhir penyakit
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Kemungkinan-kemungkinan Diagnosa Keperawatan yang bisa
muncul pada klien :
1. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi
ventilasi dari paru dengan permukaan yang terkena kanker.
Tujuan : okisgenasi jaringan dapat dipertahankan
Intervensi :
1. kaji frekuensi, kedalaman pernafasan, dan mudah timbul
dispnea, menggunakan otot-otot aksesori dan/atau sianosis.
R/ : perubahan dalam pola dan/atau frekuensi pernafasan,
sianosis, dispnea, atau menggunakan otot-otot Bantu nafas mungkin mengindikasikan
distress pernafasan dan memerlukan intervensi segera.
2. auskultasi suara nafas, kaji penurunan atau hilangnya
ventilasi, dan adanya suara-suara tambahan seperti rale (krakels), mengi,
ronki.
R/ : suara nafas menurun/hilang mengindikasikan kolaps paru
atau adanya suara tambahan mengindikasikan kebutuhan intervensi tambahan.
3. kaji perubahan kesadaran, status mental, gelisah, peka
rangsang.
R/: adanya hal-hal ini mungkin mengindikasikan penurunan
oksigenasi jaringan otak.
4. kaji hasil analisa gas darah jika dilaksanakan.
R/: difusi dan pertukaran Oksigen dan Karbondioksida
dipengaruhi jika ketersediaan permukaan jaringan berkurang atau menurun dan
mungkin mengakibatkan ketidakseimbangan asam basa yang memerlukan intervensi
segera.
5. anjuran untuk batuk efektif dan nafas dalam
R/: membantu untuk mengeluarkan sekresi.
6. anjurkan minum minimal 2 liter per hari
R/: peningkatan masukan cairan diperlukan untuk
menghilangkan sekresi dan lebih mudah untuk membatukkannya.
7. berikan posisi semi fowler atau fowler tinggi atau
izinkan untuk duduk di kursi
R/: meningkatkan potensi ventilasi secara maksimal.
8. berikan oksigen sesuai kebutuhan, biasanya dengan kanula
2-3 liter/menit.
R/: membantu mempertahankan oksigenasi jaringan adekuat tanpa
menekan pusat kendali pernafasan.
9. berikan aerosol atau pengobatan nebulizer sesuai
kebutuhan
R/: meningkatkan potensial ventilasi maksimum
10. berikan bronkodilator sesuai kebutuhan
R/: meningkatkan terbukanya jalan nafas.
11. berikan antibiotik sesuai pesanan
R/: infeksi muncul dan hilang secara teratur pada permukaan
paru karena adanya pertukaran gas.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak
mampu mencerna makanan.
Tujuan : pasien makan cukup makanan untuk mempertahankan BB
dalam 5 % BB dasar.
Intervensi :
1. kaji adanya anoreksia, mual, muntah (berapa kali dan
jumlah), stomatitis, mukolitis, dyspepsia, atau disfagia.
R/: tanda dan gejala yang b.d kemoterapi atau radiasi yang
mempengaruhi mukosa oral atau gastrointestinal yang membuat pencernaan makanan
jadi sulit.
2. kaji makanan yang disukai dan atau yang tidak disukai
R/: memberikan informasi untuk perencanaan diet
3. kaji adanya rasa cepat kenyang, jika ada anjuran pasien
untuk makan saat tidak merasa lapar.
R/: meningkatkan pemasukan makanan
4. kaji penurunan BB, kelemahan, penurunan massa
otot/jaringan, kakeksia
R/: akibat dari pengaruh metabolic tumor pada metabolisme
tubuh dan jeratan-jeratan nutrien dengan memecah sel tumor secara cepat.
5. berikan obat antiemetik sebelum makan
R/: mencegah mual dan muntah dan meningkatkan pemasuka
makanan yang adekuat.
6. berikan kemoterapi saat malam hari
R/: menurunkan stimulus pada pusat muntah dan mengurangi
mual berkaitan dengan peningkatan waktu tidur.
7. berikan perawatan mulut sebelum makan dan atau anestesi
local/topical jika ada masalah nyeri mulut/oral.
R/: stomatitis dari kemo/radioterapi dapat menyebabkan
mukosa kering, iritasi dan amat nyeri yang membuat kesulitan untuk makan.
8. tawarkan saliva buatan jika ada masalah mulut kering.
R/: meningkatan kelembaban dalam rongga mulut yang merupakan
efek samping dari radiasi.
9. tawarkan makanan sedikit tapi sering.
R/: mencegah distensi berlebihan dari lambung yang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan pada diafragma, yang membuat kesulitan
bernafas.
10. tawarkan kudapan dengan tinggi protein, kalori, dan atau
cairan pengganti yang mumdah dikonsumsi.
R/: memberikan masukan tinggi kalori dan protein untuk emmpertahankan
cadangan protein dan mencegah keletihan.
11. tawarkan anggur, brendi, atau megace sebelum makan.
R/: tindakan untuk menstimulasi nafsu makan.
12. tawarkan makanan lunak yang dihaluskan seperti es krim
dan pudding.
R/: makanan yang mudah dicerna, tidak menimbulkan iritasi
pada saluran gastrointestinal.
13. tawarkan makanan yang bersih, warna yang menarik dan
bebas dari bau lingkungan.
R/: meningkatkan masukan karena bau dan stimulasi berlebihan
dan tidak enak dapat meningkatkan ansietas dan mual.
3. Ansietas b.d merasakan ancaman pada diri sehubungan
dengan kanker.
Tujuan : tingkat kecemasan menurun dan terpelihara pada
tingkat yang dapat diterima.
Intervensi :
1. kaji tanda dan gejala adanya ansietas
R/: membantu dalam mengidentifikasi berat-ringannya
ansietas.
2. gunakan satu sistem pendekatan yang tenang yang
meyakinkan.
R/: meningkatkan kepercayaan pada lingkungan
3. lakukan teknik mendengar aktif
R/: mendorong pengungkapan perasaan.
4. dukung penggunaan mekanisme pertahanan yang sesuai
R/: mekanisme pertahanan membantu dalam koping selama
periode stress.
5. beri obat untuk menurunkan ansietas sesuai kebutuhan.
R/: meningkatkan kemampuan untuk menguasai masalah
4. Koping tidak efektif b.d diagnosis kanker dan prognosis
tidak menentu.
Tujuan : ansietas, kekuatiran, dan kelemahan menurun pada
tingkat yang dapat diatasi : mendemonstrasikan kemandirian yang meningkat dalam
aktivitas dan proses pengambilan keputusan.
Intervensi :
1. gunakan pendekatan yang tenang dan berikan satu suasana
lingkungan yang dapat diterima.
R/: membantu pasien dalam membangun kepercayaan pada tenaga
kesehatan
2. evaluasi kemampuan pasien dalam pembuatan keputusan.
R/: membantu pengkajian terhadap kemandirian dalam
pengambilan keputusan.
3. dorong sikap harapan yang realistis
R/: meningkatkan kedamaian diri.
4. dukung penggunaan mekanisme pertahanan diri yang sesuai
R/: meningkatkan kemampuan untuk menguasai masalah.
5. nilai kebutuhan atau keinginan pasien terhadap dukungan
social
R/: memenuhi kebutuhan pasien.
6. kenalkan pasien pada seseorang atau kelompok yang telah
memiliki pengalaman penyakit yang sama.
R/: memberikan informasi dan dukungan dari orang lain dengan
pengalaman yang sama.
7. berikan sumber-sumber spiritual jika diperlukan
R/: untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily L., Buku Saku Keperawatan Pediatri, edisi 3,
Jakarta, EGC, 2002
Dudley, H.A.F., Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat,
Edisi 11, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 1992.
Ludman, Harold, MB, FRCS, Petunjuk Penting pada Penyakit
THT, Jakarta, Hipokrates, 1996
Smeltzer, Suzanne C., Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth, edisi 8, Jakarta, EGC, 2001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar