Minggu, 29 April 2012

askep kelainan kongenital


KELAINAN KONGENITAL

Pendahuluan

        Cacat bawaan merupakan suatu keadaan cacat lahir pada neonatus yang tidak diinginkan kehadirannya oleh orang tua maupun petugas medis. Perhatian kita terhadap cacat bawaan masih sangat kurang, sedangkan negara kita saat ini telah berhasil dalam program KB serta telah memasyarakatkan NKKBS, maka pada zaman sekarang ini masalah kualitas hidup anak merupakan prioritas utama bagi Program kesehatan Nasional. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup anak adalah cacat bawaan

        Laporan dari beberapa penelitian dari dalam maupun dari luar negeri angka kejadian cacat bawaan dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Angka kematian bayi baik didalam maupun diluar negeri dari tahun ketahun semakin lama semakin turun , tetapi penyebab kematian mulai bergeser. Sebelumnya penyebab kematian pada bayi sebagian besar disebabkan masalah sepsis, asfiksia, dan sindrom distres nafas, maka akhir-akhir ini mulai bergeser pada masalah cacat bawaan, begitu juga penyebab kematian anak-anak yang tadi nya masalah nutrisi dan infeksi sangat dominan, tetapi masalah cacat.

        Cacat bawaan adalah keadaan cacat yang terjadi sebelum terjadi kelahiran. Istilah anomali kongenital adalah cacat fisik maupun non fisik, sedangkan malformasi dan dismorfi kongenital diartikan berupa cacat fisik saja.

      

Kelainan Kongenital

Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenitaI besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik untuk menegakkan diagnose kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosisi pre/- ante natal kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah janin.



A. Angka Kejadian

Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan saja atau dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara bersamaan sebagai kelainan kongenital multipel. Kadang-kadang suatu kelainan kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa waktu setelah kelahiran bayi. Sebaliknya dengan kermajuan tehnologi kedokteran,kadang- kadang suatu kelainan kongenital telah diketahui selama kehidupan fetus. Bila ditemukan satu kelainan kongenital besar pada bayi baru lahir, perlu kewaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital ditempat lain. Dikatakan bahwa bila ditemukan dua atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditetemukannya kelainan kongenital besar di tempat lain sebesar 15% sedangkan bila ditemukan tiga atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditemukan kelainan kongenital besar sebesar 90%.

Angka kejadian kelainan kongenital yang besar berkisar 15 per i000 kelahiran angka kejadian ini akan menjadi 4-5% biIa bayi diikuti terus sampai berumur 1 tahun. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (I975-1979), secara klinis ditemukan angka kejadian kelainan kongenital sebanyak 225 bayi di antara 19.832 kelahiran hidup atau sebesar 11,6I per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di Rumah Sakit Dr. Pirngadi, Medan (1977-1980) sebesar 48 bayi (0,33%) di antara 14.504 kelahiran bayi dan di Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada (1974-1979) sebesar 1.64da tri 4625 kelahiran bayi. Angka kejadian dan jenis kelainan kongenital dapat berbeda-beda untuk berbagai ras dan suku bangsa, begitu pula dapat tergantung pada cara perhitungan besar keciInya kelainan kongenital.

B.Faktor Etiologi

Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embryonal dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan.

Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:

[1] Kelainan Genetik dan Khromosom.

Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutya.

Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran , maka telah dapat diperiksa kemingkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindroma down (mongolism). Kelainan pada kromosom kelaminsebagai sindroma turner.

[2] Faktor mekanik

Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan hentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ cersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki sepcrti talipes varus, talipes valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus (clubfoot)

[3] Faktor infeksi.

Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi pada trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleb virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.

[4]Faktor Obat

Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.

Faktor umur ibu

Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.

Faktor hormonal

Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.

Faktor radiasi

Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.

Faktor gizi

Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan kejadian &elainan kongenital.

Faktor-faktor lain

Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.

C.Diagnosa

Pemeriksaan untuk menemukan adanya kelainan kongenital dapat dilakukan pada -pemeriksaan janin intrauterine, dapat pula ditemukan pada saat bayi sudah lahir. Pemeriksaan pada saat bayi dalam kandungan berdasarkan atas indikasi oleh karena ibu mempunyai faktor resiko, misalnya: riwayat pernah melahirkan bayi dengan kelainan kongenital, riwayat adanya kelainan-kongenital dalam keluarga, umur ibu hamil yang mendekati menopause.

Pencarian dilakukan pada saat umur kehamilan 16 minggu. Dengan bantuan alat ultrasonografi dapat dilakukan tindakan amniosentesis untuk mengambil contoh cairan amnion Beberapa kelainan kongenital yang dapat didiagnose dengan cara ini misalnya: kelainan kromosome, phenylketonuria, galaktosemia, defek tuba neralis terbuka seperti anensefali serta meningocele.  Pemeriksaan darah janin pada kasus thallasemia. Untuk kasus2 hidrosefalus pemeriksaan dapat diketemukan pada saat periksa hamil

D. Penanganan

Kelainan kongenital berat dapat berupa kelainan kongenital yang memerlukan tindakan bedah, kelainan kongenital bersifat medik, dan kelainan kongenital yang memerlukan koreksi kosmetik.

Setiap ditemukan kelainan kongenital pada bayi baru lahir, hal ini harus dibicarakan dengan orangtuanya tentang jenis kemungkinan faktor penyebab langkah-langkah penanganan dan prognosisnya.

(http://www.angelfire.com/ga/RachmatDSOG/congenital.html)



Sebagian besar penyebab cacat bawaan belum diketahui dengan pasti. Sebagian garis besar cacat  bawaan disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan, ada 4 kategori penyebab cacat bawaan (clark, 1991), antara lain =
Lingkungan 6 %

B.                 Multifaktoral, gabungan antara faktor genetik dan lingkungan 20 %

C.                 Single mutant atau medelian trait 7,5 %

D.                Keainan kromosom



Patogenesa terjadinya defek pada janin ada 4 cara, antara lain =

·   Deformasi adalah suatu anomali yang disebabkan oleh tekanan mekanik yang luar biasa pada janin yang dedang berkembang. Keadaan ini biasanya terjadi 20 minggu kehamilan sampai trimester akhir kehamilan, contoh dari proses deformasi antara lain bayi kemba, posisi bayi yang tidak normal, oligohidramnion, dll.

·   Disrupsi, terjadi bila ada kerusakan yang mempengaruhi atau menghentikan morfogenesis suatu bagian tubuh yang sedang berlangsung. Disrupsi ini terjadi oleh berbagai faktor yang bersifat teratogen, seperti infeksi virus intrauterin, penyakit ibu, obat-obatan, zat kimia dan cederadan cedera panas.

·   Malformasi merupakan kelianan perkembangan instrinsik dalam struktur tubuh selama kehidupan prenatal, mekanisme terjadinya malformasi belum banyak diketahui, tetapi kemungkinan menyangkut berbagai kesalahan dalam proses porliferasi sel, embrional, diferensiasi, migrasi dan kematian program.

·   Displasia merupakann kesalahan struktural akibat morfogenesis abnormal yang hanya mengenai jaringan tertentu, misalnya displasia ektodermal (yang terkena rambut, gigi, kulit, kelenjar keringat dan air mata), diplasia jaringan ikat, diplasia skeletal yang tidak proporsional.




LABIOSKIZIS/LABIOPALATOSKIZIS


A.    Pengertian

    Labioskizis/Labiopalatoskizis yaitu kelainan kotak palatine (bagian depan serta samping muka serta langit-langit mulut) tidak menutup dengan sempurna.

B.     ETIOLOGI

banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing. faktor tersebut antara lain , yaitu :

1.     factor Genetik atau keturunan

Dimana material genetic dalam kromosom yang mempengaruhi/. Dimana dapat terjadi karena adaya adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex ( kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang kromosom sex ( kromosom X dan Y ) yang menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.

2.     Kurang Nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C pada waktu hamil, kekurangan asam folat.

3.     Radiasi

4.     Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.

5.     Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi Rubella dan Sifilis, toxoplasmosis dan klamidia

6.     Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat toksisitas selama kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi penitonin

7.     Multifaktoral dan mutasi genetic

8.     Diplasia ektodermal



C.     Patofisiologi

        Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak terbentuknya mesoderm, pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (proses nasalis dan maksilaris) pecah kembali.

        Labioskizis terjadi akibat fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis medial yang diikuti disfusi kedua bibir, rahang, dan palatum pada garis tengah dan kegagalan fusi septum nasi. Gangguan fusi palatum durum serta palatum mole terjadi sekitar kehamilan ke-7 sampai 12 mgg

D.    Klasifikasi

1. Berdasarkan organ yang terlibat

a. Celah di bibir (labioskizis)

b. Celah di gusi (gnatoskizis)

c. Celah di langit (palatoskizis)

d. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ mis = terjadi di bibir dan langit-langit (labiopalatoskizis)

2. Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk

    Tingkat kelainan bibr sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :

a. Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.

b. Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.

c. Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.



E.     GEJALA DAN TANDA

Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu :

1.  Terjadi pemisahan langit – langit

2.  Terjadi pemisahan bibir

3.  Terjadi pemisahan bibir dan langit – langit.

4.  Infeksi telinga berulang.

5.  Berat badan tidak bertambah.

6.  Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarny air susu dari hidung.



F.      DIAGNOSIS

Untuk mendiagnosa terjadi celah sumbing pada bayi setelah lahir mudah karena pada celah sumbing mempunyai ciri fisik yang spesifik. Sebetulnya ada pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengetahui keadaan janin apakah terjadi kelainan atau idak. Walaupun pemeriksaan ini tidak sepenuhya spesifik. Ibu hamil dapat memeriksakan kandungannya dengan menggunakaan USG.



G.    Komplikasi

Keadaan kelaianan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa komplikasi karenannya, yaitu ;

1. Kesulitan makan; dalami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti dengan celah palatum. memerlukan penanganan khusus seperti dot khusus, posisi makan yang benar dan juga kesabaran dalam memberi makan pada bayi bibir sumbing

 2. Infeksi telinga dan hilangnya Dikarenakan tidak berfungsi dengan baik saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan kerongkongan dan jika tidak segera diatasi makan akan kehilangan pendengaran.

3.  Kesulitan berbicara. Otot – otot untuk berbicara mengalami penurunan fungsi karena adanya celah. Hal ini dapat mengganggu pola berbicara bahkan dapat menghambatnya

4. Masalah gigi. Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak tumbuh, sehingga perlu perawatan dan penanganan khusus.

H.    PENATALAKSANAAN

Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini dilakukan setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral pada saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk melakukan operasi bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh (rules of Ten)yaitu, Berat badan bayi minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan usianya minimal 10 minggu dan kadar leukosit minimal 10.000/ui.

1.  Perawatan

a. Menyusu ibu

   Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi dengan bibir sumbing tidak menghambat pengahisapan susu ibu. Ibu dapat mencoba sedikit menekan payudara untuk mengeluarkan susu. Dapat juga mnggunakan pompa payudara untuk mengeluarkan susu dan memberikannya kepada bayi dengan menggunakan botol setelah dioperasi, karena bayi tidak menyusu sampai 6 mgg

b. Menggunakan alat khusus

m      Dot domba

   Karena udara bocor disekitar sumbing dan makanan dimuntahkan melalui hidung, bayi tersebut lebih baik diberi makan dengan dot yang diberi pegangan yang menutupi sumbing, suatu dot domba (dot yang besar, ujung halus dengan lubang besar), atau hanya dot biasa dengan lubang besar.

m      Botol peras

    Dengan memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di bagian belakang mulut hingga dapat dihisap bayi

m      Ortodonsi

    Pemberian plat/ dibuat okulator untuk menutup sementara celah palatum agar memudahkan pemberian minum dan sekaligus mengurangi deformitas palatum sebelum dapat dilakukan tindakan bedah definitive


c. Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian sisi atau belakang lidah bayi

d. Tepuk-tepuk punggung bayi berkali-kali karena cenderung untuk menelan banyak udara

e. Periksalah bagian bawah hidung dengan teratur, kadang-kadang luka terbentuk pada bagian pemisah lobang hidung

f.  Suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu. Jika hal ini terjadi arahkan dot ke bagian sisi mulut untuk memberikan kesempatan pada kulit yang lembut tersebut untuk sembuh

g. Setelah siap menyusu, perlahan-lahan bersihkan daerah sumbing dengan alat berujung kapas yang dicelupkan dala hydrogen peroksida setengah kuat atau air

2.  Pengobatan

a.      Dilakukan bedah elektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Bayi akan memperoleh operasi untuk memperbaiki kelainan, tetapi waktu yang tepat untuk operasi tersebut bervariasi.

b.      Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria rule often yaitu umur > 10 mgg, BB > 10 pon/ 5 Kg, Hb > 10 gr/dl, leukosit > 10.000/ui

c.      Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan/palatoplasti dikerjakan sedini mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mampu bicara lengkap seingga pusat bicara otak belum membentuk cara bicara. Pada umur 8-9 tahun dilaksanakan tindakan operasi penambahan tulang pada celah alveolus/maxilla untuk memungkinkan ahli ortodensi mengatur pertumbuhan gigi dikanan dan kiri celah supaya normal.

d.     Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjakan setelah pertumbuhan tulang-tulang muka mendeteksi selesai.

e.      Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak memiliki “kerusakan horseshoe” yang lbar. Dalam hal ini, suatu kontur seperti balon bicara ditempl pada bagian belakang gigi geligi menutupi nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih baik.

f.       Anak tersebut juga membutuhkan terapi bicara, karena langit-langit sangat penting untuk pembentukan bicara, perubahan struktur, juag pada sumbing yamh telah diperbaik, dapat mempengaruhi pola bicar secara permanen.



Perinsip perawatan secara umum;

1.      lahir ; bantuan pernafasan dan pemasangan NGT (Naso Gastric Tube) bila perlu untuk membantu masuknya makanan kedalam lambung.

2.      umur 1 minggu; pembuatan feeding plate untuk membantu menutup langit-langit dan mengarahkan pertumbuhan, pemberian dot khusus.

3.      umur 3 bulan; labioplasty atau tindakan operasi untuk bibir, alanasi (untuk hidung) dan evaluasi telingga.

4.      umur 18 bulan - 2 tahun; palathoplasty; tindakan operasi langit-langit bila terdapat sumbing pada langit-langit.

5.      Umur 4 tahun : dipertimbangkan repalatorapy atau pharingoplasty.

6.      umur 6 tahun; evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran.

7.      umur 11 tahun; alveolar bone graft augmentation (cangkok tulang pada pinggir alveolar untuk memberikan jalan bagi gigi caninus). perawatan otthodontis.

8.      umur 12-13 tahun; final touch; perbaikan-perbaikan bila diperlukan.

9.      umur 17-18 tahun; orthognatik surgery bila perlu.




ATRESIA ESOFAGUS

A.    Pengertian

m      Esofagus/kerongkongan yang tidak terbentuk secara sempurna, kerongkongan menyempit dan buntu tidak tersambung dengan lambung sebagaimana mestinya.

m      Atresia esophagus adalah tidak adanya kesinambungan esophagus secara congenital umumnya disertai fistula trakheo esophageal dan ditandai dengan salvias (pengeluaran air liur) berlebihan, tercekik, muntah bila makan, Cyanosis, dan dyspnea.

m      Atresia esofagus merupakan suatu kelainan bawaan pada saluran pencernaan yang diseababkan karena penyumbatan bagian proksimal esofagus sedangkan bagian distal berhubungan dengan trakea.



B.     Etiologi

m      Beberapa etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelaianan kongenital atresia esofagus    :

1.     Faktor obat; Salah satu obat yang diketahui dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomine

2.     Faktor radiasi; Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janian yang dapat mengakibatkan mutasi pada gen.

3.     Faktor gizi; Penyelidikan menunjukan bahwa frekuensi kelainan congenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan  


C.     Patofisiologi

Secara epidemiologi anomaly ini terjadi pada umur kehamilan 3-6 minggu akibat =

1.     Diferensiasi usus depan yang tidak sempurna dalam memisahkan diri untuk masing-masing menjadi esophagus dan trekea

2.     Perkembangan sel endoteral yang tidak lengkap sehingga menyebabkan terjadinya atresia

3.     Perlekatan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga terjadi fistula trekeo esophagus. Faktor genetic tidak berperan dalam patogenesis ini


D.    Klasifikasi

1.  Tipe A = 87 %

Segmen bagian atas esophagus berakhir dikantong, segmen bagian bawah berhubungan trachea melalui fistula, karena berhubungan dengan trachea maka berbahaya, bisa tersedak dan sesak nafas
Posted: 1/14/2009 at 08:01     Read 5333 times | 0 comments | Leave Comment



            
           
           




Tidak ada komentar:

Posting Komentar