BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Trauma pada jaringan muskuloskeletal dapat
melibatkan satu jaringan yang spesifik seperti ligament, tendon atau satu otot
tunggal, walaupun injury pada satu jaringan tunggal jarang terjadi. Kejadian
yang lebih umum adalah beberapa jaringan mengalami injury dalam suatu insiden
traumatik seperti fraktura yang berhubungan dengan trauma kulit, saraf dan
pembuluh darah.
Injury yang kurang alamiah sifatnya melibatkan lebam
atau kontusio pada kulit ; kram (regangan) atau strain pada serabut tendon atau
ligament, keseleo (koyak) atau sprain yang pada beberapa banyak atau semua
tendon, ligament bahkan juga tulang dan sekeliling sendi. Karena keadaan di
atas yaitu kram dan keseleo mempunyai tanda inisial yang mirip (dengan beberapa
perbedaan).
Di antara kelainan
yang timbul pada banyak organ tubuh manusia akibat penuaan adalah atrofi, yang
berarti organ tersebut menjadi lebih kecil. Atrofi dapat terjadi pada otot,
kerangka tulang, kulit, otak, hati, ginjal sertajantung. Atrofi disebabkan
karena kurang aktif dari organ tersebut, tidak cukup nutrisi, dan kurang
stimulasi hormonal (osteoporosis wanita menopause), dan kehilangan sel. Atrofi
pada otot menimbulkan tungkai mengecil (menjadi lebih kurus), tenag
berkurang/menurun. Atrofi pada hati menurunnya kemampuan untuk mengeliminasi
obat-obatan dan minuman keras (alkohol). Atrofi pada saraf menyebabkan saraf
kehilangan serabut myelin, sehingga kecepatan hantaran saraf berkurang serta
refleks menjadi lebih lambat.
1.2
Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Mengetahui
asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma muskuloskeletal : contusio, strain, sprain dan
dislokasi.
Tujuan Khusus
Untuk
mengidentifikasi pengertian, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala,
manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan tentang trauma muskuloskeletal : contusio,
strain, sprain dan dislokasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Strain
A.
Pengertian
·
Strain adalah “tarikan otot” akibat
penggunaan berlebihan,peregangan berlebihan,atau stress yang berlebihan.
·
Strain adalah robekan mikroskopis tidak
komplit dengan perdarahan ke dalam jaringan.(Smeltzer Suzame, KMB Brunner dan
Suddarth)
·
Strain adalah bentuk cidera berupa
penguluran atau kerobekan pada struktur muskulotendinous (otot atau tendon).
Strain
akut pada struktur muskulotendious terjadi pada persambungan antara otot dan
tendon. Tipe cedera ini sering terlihat pada pelari yang mengalami strain pada
hamstringnya.
Beberapa
kali cedera terjadi secara mendadak ketika pelari dalam melangkahi penuh.
B.
Etiologi
Pada strain akut :
Pada strain akut :
•
Ketika otot keluar dan berkontraksi secara mendadak
Pada
strain kronis :
•
Terjadi secara berkala oleh karena penggunaaan yang berlebihan/tekanan
berulang-ulang,menghasilkan tendonitis (peradangan pada tendon).
C. Tanda dan
Gejala
1. Kelemahan
2. Mati rasa
3. Perdarahan yang ditandai dengan :
4. Perubahan warna
5. Bukaan pada kulit
6. Perubahan mobilitas, stabilitas dan kelonggaran sendi.
7. Nyeri
8. Odema
D.
Patofiologi
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah,kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci paha),hamstring (otot paha bagian bawah),dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan membengkak.
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah,kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci paha),hamstring (otot paha bagian bawah),dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan membengkak.
E. Klasifikasi
Strain
1. Derajat I/Mild Strain (Ringan)
Derajat i/mild strain (ringan)
yaitu adanya cidera akibat penggunaan yang berlebihan pada penguluran unit
muskulotendinous yang ringan berupa stretching/kerobekan ringan pada
otot/ligament.
a. Gejala yang timbul :
·
Nyeri
local
·
Meningkat
apabila bergerak/bila ada beban pada otot
b. Tanda-tandanya :
·
Adanya
spasme otot ringn
·
Bengkak
·
Gangguan
kekuatan otot
·
Fungsi
yang sangat ringan
c. Komplikasi
·
Strain
dapat berulang
·
Tendonitis
·
Perioritis
d. Perubahan patologi
Adanya
inflasi ringan dan mengganggu jaringan otot dan tendon namun tanda perdarahan yang besar.
e. Terapi
Biasanya
sembuh dengan cepat dan pemberian istirahat,kompresi dan elevasi,terapi latihan
yang dapat membantu mengembalikan kekuatan otot.
2. Derajat II/Medorate Strain (Ringan)
Derajat ii/medorate strain (ringan)
yaitu adanya cidera pada unit muskulotendinous akibat kontraksi/pengukur yang
berlebihan.
a. Gejala yang timbul
·
Nyeri
local
·
Meningkat
apabila bergerak/apabila ada tekanan otot
·
Spasme
otot sedang
·
Bengkak
·
Tenderness
·
Gangguan
kekuatan otot dan fungsi sedang
b. Komplikasi sama seperti pada derajat
I :
·
Strain
dapat berulang
·
Tendonitis
·
Perioritis
c.
Terapi
:
·
Impobilisasi
pada daerah cidera
·
Istirahat
·
Kompresi
·
Elevasi
d.
Perubahan
patologi :
Adanya
robekan serabut otot
3. Derajat III/Strain Severe (Berat)
Derajat III/Strain Severe (Berat)
yaitu adanya tekanan/penguluran mendadak yangcukup berat. Berupa robekan penuh
pada otot dan ligament yang menghasilkan ketidakstabilan sendi.
a. Gejala :
·
Nyeri
yang berat
·
Adanya
stabilitas
·
Spasme
·
Kuat
·
Bengkak
·
Tenderness
·
Gangguan
fungsi otot
b. Komplikasi ;
Distabilitas
yang sama
c. Perubahan patologi :
Adanya
robekan/tendon dengan terpisahnya otot dengan tendon.
d. Terapi :
Imobilisasi
dengan kemungkinan pembedahan untuk mengembalikan fungsinya.
F. Manifestasi
klinis
1. Biasanya perdarahan dalam otot,
bengkak, nyeri ketika kontraksi otot
2. Nyeri mendadak
3. Edema
4. Spasme otot
5. Haematoma
G.
Komplikasi
1.
Strain yang berulang
2.
Tendonitis
H. Penatalaksanaan
·
Istirahat
Akan mencegah cidera tambah dan mempercepat penyembuhan
Akan mencegah cidera tambah dan mempercepat penyembuhan
·
Meninggikan
bagian yang sakit,tujuannya peninggian akan mengontrol pembengkakan.
·
Pemberian
kompres dingin. Kompres dingin basah atau kering diberikan secara intermioten
20-48 jam pertama yang akan mengurangi perdarahan edema dan ketidaknyamanan.
Kelemahan
biasanya berakhir sekitar 24 – 72 jam sedangkan mati rasa biasanya menghilang
dalam 1 jam. Perdarahan biasanya berlangsung selama 30 menit atau lebih kecuali
jika diterapkan tekanan atau dingin untuk menghentikannya. Otot, ligament atau
tendon yang kram akan memperoleh kembali fungsinya secara penuh setelah
diberikan perawatan konservatif.
I.
RENCANA PERAWATAN
1.
Kemotherapi.
Dengan
analgetik seperti Aspirin (300 – 600 mg/hari) atau Acetaminofen (300 – 600
mg/hari).
2.
Elektromekanis.
·
Penerapan dingin.
Dengan
kantong es 24 0C
·
Pembalutan atau wrapping eksternal.
Dengan
pembalutan atau pengendongan bagian yang sakit.
·
Posisi ditinggikan atau diangkat.
Dengan
ditinggikan jika yang sakit adalah ekstremitas.
·
Latihan ROM.
Latihan
pelan-pelan dan penggunaan semampunya sesudah 48 jam.
Penyangga
beban.
Semampunya
dilakukan penggunaan secara penuh.
2.2
Sprain (Keseleo)
A.
Pengertian.
Sprain
Adalah kekoyakan pada otot, ligament atau tendon yang dapat bersifat sedang
atau parah.
B.
Tingkatan Sprain
·
Sprain
ringan / tingkat 1 :
Merupakan robekan dari beberapa
ligament akan tetapi tidak menghilangkan dan menurunkan fungsi sendi tersebut.
Pasien bisa merawat sendiri selama
proses rehabilitasi, atau setelah mendapatkan diagnosa dari dokter. Masa
penyembuhan antara 2-6 minggu. Terjadi rasa sakit, pembengkakan kecil, sedikit
perdarahan tetapi tidak terjadi leksitas abnormal.
·
Sprain
sedang / tingkat 2 :
Dimana terjadi kerusakan ligamen
yang cukup lebih besar tetapi tidak sampai terjadi putus total. Terjadi rupture
pada ligament sehingga menimbulkan penurunan fungsi sendi. Untuk pemulihannya
membutuhkan bantuan fisioterapi dengan rentang waktu 2-6 minggu.
Rasa sakit/nyeri,bengkak terjadi
perdarahan yang lebih banyak.
·
Sprain
tingkat 3 :
Terjadi rupture komplit dari
ligament sehingga terjadi pemisahan komplit ligament dari tulang. Untuk bisa
pulih kembali maka diperlukan tindakan operasi dan fisioterapi dan rata-rata
memakan waktu 8-10 minggu. pada tingkatan ini ligamen pada lutut mengalami
putus secara total dan lutut tidak dapat digerakkan.
C.
Patofisiologi.
Kekoyakan
(avulsion) seluruh atau sebagian dari dan disekeliling sendi, yang disebabkan
oleh daya yang tidak semestinya, pemelintiran atau mendorong / mendesak pada
saat berolah raga atau aktivitas kerja. Kebanyakan keseleo terjadi pada
pergelangan tangan dan kaki, jari-jari tangan dan kaki. Pada trauma olah raga
(sepak bola) sering terjadi robekan ligament pada sendi lutut. Sendi-sendi lain
juga dapat terkilir jika diterapkan daya tekanan atau tarikan yang tidak
semestinya tanpa diselingi peredaan.
D. Tanda Dan
Gejala.
1.
Sama
dengan strain (kram) tetapi lebih parah.
2.
Edema,
perdarahan dan perubahan warna yang lebih nyata.
3.
Ketidakmampuan
untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
4.
Tidak
dapat menyangga beban, nyeri lebih hebat dan konstan
E.
Pemeriksaan
Diagnostik
1. Riwayat :
a.
Tekanan
b.
Tarikan tanpa peredaan
c.
Daya yang tidak semestinya
2. Pemeriksaan Fisik :
Tanda-tanda
pada kulit, sistem sirkulasi dan muskuloskeletal.
F.
Penatalaksanaan
1. Pembedahan.
Mungkin
diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya; pengurangan-pengurangan
perbaikan terbuka terhadap jaringan yang terkoyak.
2. Kemotherapi
Dengan
analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk meredakan nyeri dan
peradangan. Kadang diperlukan Narkotik (codeine 30-60 mg peroral setiap 4 jam)
untuk nyeri hebat.
3. Elektromekanis.
o
Penerapan
dingin dengan kantong es 24 0C
o
Pembalutan
/ wrapping eksternal. Dengan pembalutan, cast atau pengendongan (sung)
o
Posisi
ditinggikan. Jika yang sakit adalah bagian ekstremitas.
o
Latihan
ROM. Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan perdarahan.
Latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung jaringan yang sakit.
o
Penyangga
beban. Menghentikan penyangga beban dengan penggunaan kruk selama 7 hari atau
lebih tergantung jaringan yang sakit.
2.3
Dislokasi
A.
Pengertian
Dislokasi
adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan
secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner&Suddarth).
Dislokasi
adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi
merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur,
dkk. 2000).
B.
Etiologi
Etiologi
tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa faktor predisposisi,
diantaranya :
1.
Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir
2.
Trauma akibat kecelakaan
3.
Trauma akibat pembedahan ortopedi
4.
Terjadi infeksi di sekitar sendi
C. Patofisiologi
Penyebab
terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital yang
mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas
sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan
dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur
sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi
mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah,
perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan yang
terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu dilakukan
adanya reposisi dengan cara dibidai.
D. Klasifikasi
a. Dislokasi congenital terjadi sejak
lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
b. Dislokasi patologik akibat penyakit
sendi dan atau jaringan sekitar sendi.
c. Dislokasi traumatic kedaruratan
ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat,
kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan).
E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri
2. Perubahan
kontur sendi
3. Perubahan
panjang ekstremitas
4. Kehilangan
mobilitas normal
5. Perubahan sumbu
tulang yang mengalami dislokasi
6. Deformitas
7. Kekakuan
F.
Pemeriksaan Fisik
·
Tampak adanya perubahan kontur sendi
pada ekstremitas yang mengalami dislokasi.
·
Tampak perubahan panjang ekstremitas
pada daerah yang mengalami dislokasi.
·
Adanya nyeri tekan pada daerah
dislokasi.
·
Tampak adanya lebam pad dislokasi sendi.
G. Pemeriksaan diagnostic
·
Foto
X-ray untuk menentukan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur
·
Foto
rontgen menentukan luasnya degenerasi dan mengesampingkan malignasi
·
Pemeriksaan
radiologi tampak tulang lepas dari sendi
·
Pemeriksaan
laboratorium darah lengkap dapat dilihat adanya tanda-tanda infeksi
seperti peningkatan leukosit
F. Diagnosis/Kriteria Diagnosis
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesa :
o
Ada
trauma
o
Mekanisme
trauma yang sesuai, misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi pada dislokasi
anterior sendi bahu
o
Ada
rasa sendi keluar
G. Penatalaksanaan
- Dislokasi reduksi: dikembalikan ke tempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat
- Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi
- Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil
- Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi
- Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1
Strain
dan Sprain
A. Pengkajian
1.
Identitas
pasien.
2.
Keluhan
Utama.
Nyeri, kelemahan, mati rasa, edema,
perdarahan, perubahan mobilitas / ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot
dan tendon.
3.
Riwayat
Kesehatan.
a.
Riwayat
Penyakit Sekarang.
·
Kapan
keluhan dirasakan, apakah sesudah beraktivitas kerja atau setelah berolah raga.
·
Daerah
mana yang mengalami trauma.
·
Bagaimana
karakteristik nyeri yang dirasakan.
b.
Riwayat
Penyakit Dahulu.
Apakah
klien sebelumnya pernah mengalami sakit seperti ini atau mengalami trauma pada
sistem muskuloskeletal lainnya.
c.
Riwayat
Penyakit Keluarga.
Apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit seperti ini.
4.
Pemeriksaan
Fisik.
a.
Inspeksi
:
·
Kelemahan
·
Edema
Ø Perdarahanàperubahan warna kulit
·
Ketidakmampuan
menggunakan sendi
b.
Palpasi
:
·
Mati
rasa
c.
Auskultasi.
d.
Perkusi.
5.
Pemeriksaan
Penunjang.
Pada
sprain untuk diagnosis perlu dilaksanakan rontgen untuk membedakan dengan patah
tulang.
B.
Diagnosa
Keperawatan
1.
Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidakmampuan, ditandai dengan
ketidakmampuan untuk mempergunakan sendi, otot dan tendon.
Tujuan :
·
Meningkatkan
/ mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin.
·
Menunjukkan
teknik memampukan melaksanakan aktivitas ( ROM aktif dan pasif ).
Intervensi :
·
Kaji
derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera / pengobatan dan perhatikan
persepsi pasien terhadap mobilisasi.
·
Ajarkan
untuk melaksanakan latihan rentang gerak pasien / aktif pada ekstremitas yang
sehat dan latihan rentang gerak pasif pada ekstremitas yang sakit.
·
Berikan
pembalutan, pembebatan yang sesuai.
2.
Nyeri
akut berhubungan dengan peregangan atau kekoyakan pada otot, ligament atau
tendon ditandai dengan kelemahan, mati rasa, perdarahan, edema, nyeri.
Tujuan :
·
Menyatakan
nyeri hilang.
Intervensi :
·
Pertahankan
imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips dan pembalutan.
·
Tinggikan
dan dukung ekstremitas yang terkena.
·
Pemberian
kompres dingin dengan kantong es 24 0C.
·
Ajarkan
metode distraksi dan relaksasi selama nyeri akut.
·
Berikan
individu pereda rasa sakit yang optimal dengan analgesik.
3.
Gangguan
konsep diri berhubungan dengan kehilangan fungsi tubuh.
Tujuan :
Tujuan :
·
Mendemonstrasikan
adaptasi kesehatan, penanganan keterampilan.
Intervensi :
· Dorong individu untuk
mengekspresikan perasaan khususnya mengenai pandangan pemikiran perasaan
seseorang.
· Dorong individu untuk bertanya
mengenai masalah, penanganan, perkembangan, dan prognosa kesehatan.
· Berikan informasi yang dapat
dipercaya dan perkuat informasi yang sudah diberikan.
· Hindari kritik negatif.
· Beri privasi dan suatu keamanan
lingkungan.
3.2
Dislokasi
A. Pengkajian
·
Identitas dan keluhan utama
·
Riwayat penyakit lalu
·
Riwayat penyakit sekarang
·
Riwayat masa pertumbuhan
·
Pemeriksaan fisik terutama masalah
persendian : nyeri, deformitas, fungsiolesa misalnya: bahu tidak dapat
endorotasi pada dislokasi anterior bahu.
B.
Diagnosa
Keperawatan
1.
Nyeri B. D spasme otot dan kerusakan
sekunder terhadap fraktur / dislokasi.
◙ Intervensi.
a.
Pertahankan tirah baring sampai
dislokasi berkurang.
b.
Pertahankan traksi yang diprogramkan dan
alat-alat penyokong sebagai contoh; belat, alat fiksasi eksternal atau gips.
◙ Rasional.
a.
Nyeri dan spasme otot dikontrol oleh
immobilisasi.
b.
Untuk mengimmobilisasi fraktu
ekstrimitas dan menurunkan nyeri.
2.
Gangguan mobilitas fisik B. D traksi
atau gips.
◙ Intervensi.
·
Pada saat aktivitas diperbolehkan,
tempatkan pasien pada ‘Falls Protocol ‘ sesuai dengan fasilitas protokol.
◙ Rasional.
·
Salah satu fungsi utama dari sistem
skeletal ada mobilitas. Resiko jatuh meningkat apabila terdapat gangguan sistem
skeletal.
3.
Defisit perawatan diri B. D traksi /
gips pada ekstrimitas.
◙ Intervensi.
a.
Berikan bantuan pada AKS sesuai
kebutuhan, ijinkan pasien untuk merawat diri sesuai dengan kemampuan.
b.
Setelah reduksi, tempatkan kantung
plastik diatas ekstrimitas yang sakit untuk mempertahankan gips / belat /
fiksasi eksternal tetap kering pada saat mandi.
◙ Rasional.
a.
AKS adalah fungsi dimana orang normal
melakukannya tiap hari untuk memenuhi kebutuhan dasar, merawat masuk kebutuhan
dasar orang lain membantu mempertahankan harga diri.
b.
Kantong plastik, melindungi alat-alat
dari kelembaban yang berlebihan yang dapat menimbulkan infeksi dan menyebabkan
melunaknya gips.
BAB IV
PENUTUP
4.1Kesimpulan
·
Strain adalah “tarikan otot” akibat
penggunaan berlebihan,peregangan berlebihan,atau stress
yang berlebihan.
·
Strain akut pada struktur
muskulotendious terjadi pada persambungan antara otot dan tendon. Tipe cedera
ini sering terlihat pada pelari yang mengalami strain pada hamstringnya.
·
Strain adalah kerusakan pada jaringan
otot karena trauma langsung (impact) atau tidak langsung (overloading).
·
Sprain
Adalah kekoyakan pada otot, ligament atau tendon yang dapat bersifat sedang
atau parah.
·
Kebanyakan
keseleo terjadi pada pergelangan tangan dan kaki, jari-jari tangan dan kaki.
·
Dislokasi
adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan
secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner&Suddarth).
DAFTAR
PUSTAKA
Rachmadi,
Agus. 1993. Perawatan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Penerbit : AKPER Depkes, Banjarbaru.
Doenges,
Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Edisi 3. Penerbit : EGC, Jakarta.
Nurachman,
Elly. 1989. Buku Saku Prosedur
Keperawatan Medical Bedah. Penerbit : EGC, Jakarta.
Carpenito,
Lynda Juall. 1999. Buku Saku Diagnosa
Keperawatan. Edisi 8 . Penerbit : EGC, Jakarta.
Smelzer, Suzanne. C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner Dan Suddarth. Ed
8. Jakarta : EGC.
Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah,
Volume 2. Jakarta. EGC.
Mansoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II.
FKUI. Media Aesculapius.
terima kasih atas infonya, jangan lupa kunjungan balik di jangan lupa kunjungan baliknya di kumpulan askep
BalasHapus